Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Para Tentara di Pos Gabma Long Midang, Periksa Jenazah dan Bawa Ratusan Plester

Kompas.com - 15/08/2023, 07:56 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Khairina

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.com - Pos Gabma Long Midang, di dataran tinggi Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, menjadi salah satu pos pantau di batas negara dengan komposisi tentara dari TNI dan Tentara Diraja Malaysia.

Pada kunjungan pertama edisi HUT ke-78 di Krayan, Kompas.com melihat suasana harmonis, dengan adanya gelak tawa dan keceriaan yang muncul di lapangan voli di samping pos Satgas, yang menandakan sinergitas antaraparat keamanan di negara serumpun ini.

Saat Kompas.com mengunjungi Pos Gabma (Gabungan Indonesia - Malaysia) ini, pemeriksaan terhadap dokumen pelintas batas sedang dilakukan.

Baca juga: Hormat kepada Sang Merah Putih di Perjalanan Menaklukkan Jalur Malinau-Krayan
Sejumlah WNI maupun WN Malaysia, dengan patuh menyerahkan dokumen PLB/Pelintas Batas untuk disahkan.

"Sehari ada sekitar lima puluhan pelintas batas. Di Krayan, warga kita dan warga Malaysia adalah keluarga. Mereka saling berkunjung, dan ada yang membeli barang kebutuhan pokok di Malaysia," kata Dansatgas Pamtas RI - Malaysia Letkol Arm Yan Octa Rombenanta, melalui Danki 1 Satgas Pamtas RI - Malaysia Yonarmed 5/Pancagiri, Kapten Arm Yuniarto, Senin (14/8/2023).

Yuniarto menjelaskan, Pos Pamtas Long Midang berjarak sekitar 3 kilometer dari pos Tentera Malaysia.

Jika melintas dari wilayah Bakelalan, para pelintas batas akan menjalani sejumlah pemeriksaan ketat. Mulai dari Imigresen (Imigrasi), Kastam (Bea Cukai) dan Pos Tentera Malaysia.

"Pemeriksaan bagi pelintas batas itu cukup ketat. Dan kalau dari Malaysia, Pos Gabma Long Midang, menjadi saringan atau pemeriksaan keempat. Jadi tindak pelanggaran lintas batas, sangat minim,"jelasnya.

Baca juga: Hobi Warga Dayak Lundayeh Berburu Babi di Hutan Malinau

Meski demikian, Yuniarto tidak membantah ada beberapa pelintas batas yang nekat membawa miras dalam jumlah tertentu.

Hanya saja, modus yang dilakukan cukup beragam. Ada yang menyembunyikannya dalam tumpukan makanan ternak/babi, dalam ban serep mobil, dan ada yang membawanya melalui jalur-jalur tikus.

"Pemeriksaan kami sangat mendetail. Kalau ditanya kenapa yang lewat jalur tikus bisa lolos, jawabnya meskipun kita semua di Pos Pamtas rentangkan tangan, tetap saja akan lolos. Kenapa? karena jalur tikus demikian banyaknya,"tambahnya.

Jadi kakak asuh tentera Malaysia

Masa penugasan Satgas Pamtas RI-Malaysia kini menjadi satu tahun, dari sebelumnya 9 bulan.

Berbeda dengan para tentera Malaysia yang mengalami pergantian penugasan dalam 3 bulan sekali.

Kondisi tersebut membuat Prajurit TNI merasa memiliki beban moral untuk mendidik dan membekali mereka dengan kondisi medan, realitas di lapangan, dan juga kearifan lokal.

"Kami lebih dominan, sehingga kamilah yang lebih banyak mengarahkan dan membina mereka. Istilahnya kami ngemong mereka. Katakanlah kakak asuh,"tambahnya.

Selama penugasan di Pos Long Midang, Krayan, setahun belakangan, sudah terjadi pergantian 5 batalyon tentera Malaysia.

Yang saat ini bertugas adalah Resimen Askar Melayu Diraja (RAMD), yang di Indonesia disebut satuan Kostrad.

Kedua aparat beda negara ini kerap melakukan patroli patok bersama.

Untuk diketahui, Satgas Pamtas RI-Malaysia Yonarmed 5/Pancagiri, memiliki tugas untuk patroli 459 patok batas negara, mulai patok Y 781 sampai C 1113.

"Patroli patok kita lakukan 8 hari dari target 12 hari, dengan jarak kurang lebih 60 kilometer,"tuturnya.

Bawa ratusan plester

Tantangan medan juga tidak ringan. Pegunungan yang penuh lembah dan ngarai terjal dengan beban 30 kilogram di pundak jadi santapan para prajurit penjaga batas negara ini.

Banyaknya lintah bahkan tidak dirasa, meski darah mereka dijadikan santapan lezat binatang yang memenuhi hutan Krayan di musim hujan.

"Kalau tentara, puluhan lintah nempel menghisap darah mana dipedulikan. Asalkan bekas gigitannya kita plester, aman itu. Makanya kita bawa ratusan plester setiap kali patroli patok,"katanya lagi.

Kepuhunan dan pantangan bumi Kalimantan jadi materi wajib

Menjadi kakak asuh bagi tentera Malaysia, harus benar benar memastikan mereka tidak melanggar aturan adat dan mengabaikan pantangan.

Baca juga: Kisah Dayak Oma Lung di Malinau Kaltara, Mencoba Jaga Tradisi yang Nyaris Hilang
Sebagai pendatang, pedoman di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung adalah harga mati.

"Ada fakta bumi Kalimantan, yang bisa bikin kita celaka kalau tidak dilakukan. Orang sini menyebutnya kepuhunan. Itu kalau bahasa Jawa ora ilok (tak patut). Setiap pergantian batalion Malaysia, pertama kali yang kami tekankan adalah kepuhunan,"lanjutnya.

Pantangan-pantangan lain di Bumi Borneo, juga dijadikan petuah dan nasehat agar dipedomani semua prajurit di Pos Gabma Long Midang.

Larangan menancapkan parang di tengah hutan, mengeringkan pakaian dengan mengasapinya di atas api, atau berbicara takabur dan bertindak sesuka hati saat bertugas.

"Mungkin bagi sebagian orang, itu mitos dan takhayul. Tapi kembali lagi setiap daerah memiliki aturan, adat istiadat tidak tertulis. Terlebih lagi, ini Pulau Kalimantan dengan sakralitas dan beragam tuahnya,"katanya lagi.

Batasan belanja hanya 600 RM

Ada juga tugas wajib lain yang dilakukan para tentara di Pos Gabma Long Midang, yakni memastikan jumlah belanja masyarakat Krayan, tak lebih dari 600 Ringgit Malaysia, atau sekitar Rp 2,1 juta.

"Kalau pas kita periksa jauh melebihi ketentuan yang disyaratkan aturan yang dibuat sejak 1969 itu, kita suruh kembalikan. Pernah ada kasus orangtua yang belanja melebihi 600 ringgit, karena punya ehsan (demi kemanusiaan), kami loloskan dengan syarat tidak mengulangi lagi.

Periksa jenazah

Para tentara penjaga perbatasan negara terkenal dengan wibawa dan kegagahannya.

Namun sebagai manusia, tentu sifat kocak dan sedikit memicu adrenalin sesekali terjadi.
Cerita ini terjadi awal Agustus 2023. Ada warga Krayan yang melintas untuk berobat, namun meninggal di Malaysia.

"Jam 01.30 Wita, lewat mobil membawa mayat. Lihat saja kondisi sekitar pos kami, sudah gelap gulita, dikelilingi gunung pula. Tapi demi tugas negara, tetap kami periksa secara detail mayat tersebut sebelum masuk lagi ke Indonesia. Itu pengalaman ekstrim menurut kami. Apalagi terdapat kain kafan masih basah, sepertinya baru dipakai memandikan jenazah,"tuturnya.

Setelah memastikan tidak ada barang terlarang dan kelengkapan dokumen pelintas batas, mobil dipersilakan lewat.

Petugas yang memeriksa badan mayat, bergegas membersihkan diri serta berganti pakaian.

"Tentara juga manusia, biar bawa senjata, kalau mayat lewat tengah malam, horor juga,"kelakarnya.

Yuniarto mengatakan, masih banyak hal yang harus dipenuhi di Pos Pamtas Long Midang.

Sebagai salah satu pintu masuk perbatasan negara, seharusnya mereka memiliki metal detektor, CCTV, dan sarana kelengkapan WiFi, demi menunjang kelancaran dan efektivitas tugas mereka.

"Selama ini kami lakukan semua manual, yang artinya memaksimalkan potensi kami di lapangan. Tapi kalau ada alat yang canggih, tentu lebih menjamin keamanan di tapal batas,"kata dia.

Ikuti dan simak terus perjalanan tim Kompas dalam ekspedisi "Menjadi Indonesia", bersama Robertus Belarminus, Fikri Hidayat, Gitano Prayogo, Nissi Elizabeth, Lina Sujud, Yulvani Setiadi, dan Ahmad Dzulviqor. Tim Kompas.com dalam liputan ini dibekali apparel dari Eiger. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

Regional
Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Regional
Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Regional
Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Regional
Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Regional
Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Regional
Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Regional
Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Regional
Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Regional
Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Regional
Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Regional
Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Regional
Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Regional
Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Regional
Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com