KOMPAS.com - Peringatan: Artikel ini memuat penuturan kekerasan seksual yang dapat mengganggu kenyamanan Anda.
Seluruh nama anak-anak dalam artikel ini disamarkan untuk melindungi identitas mereka.
Dua orang anak perempuan di Aceh disekap dan diperkosa sejumlah laki-laki pada 2022 lalu.
Salah satunya bersedia menceritakan pengalaman pilu itu kepada BBC Indonesia. Kasus ini membuka tabir kasus kekerasan seksual pada anak di Aceh dan peliknya regulasi penanganan terhadap pelaku dan korban.
Sang ayah hampir pingsan ketika anak perempuannya yang berusia 16 tahun, Anne, mengaku disekap dan diperkosa oleh teman laki-laki dan beberapa orang lainnya di sebuah gudang.
Pengakuan ini diceritakan Anne di Polres Bener Meriah, Provinsi Aceh, pada 2022 lalu sambil menangis histeris.
Baca juga: Nenek 65 Tahun di Dompu Diduga Jadi Korban Pemerkosaan OTK
Baik polisi maupun keluarganya kaget karena awalnya Anne dibawa ke kantor polisi untuk melaporkan kasus penculikan, yang menyebabkan dia tidak pulang ke rumah lebih dari 24 jam.
Anne berkisah, dia dan satu remaja perempuan lainnya, Puti (15), diajak seorang teman bernama Fahri pergi ke suatu tempat dengan menggunakan satu sepeda motor.
Fahri (17) kemudian meninggalkan Anne dan Puti di sebuah rumah yang difungsikan sebagai gudang dan mengunci mereka dari luar. Dia pergi selama beberapa waktu, kata Anne.
Tak berapa lama Fahri datang lagi. Kali ini dia membawa seorang laki-laki dewasa masuk ke dalam gudang.
"Kamu sudah kubayar," kata laki-laki itu menurut Sahwani, paralegal yang mendampingi Anne dan Puti.
Anne mencoba melawan, namun laki-laki dewasa itu memaksa.
Ketika Anne berpikir mimpi buruknya akan segera berakhir, Fahri membawa lagi beberapa laki-laki lain.
Anne dan Puti sudah berusaha melarikan diri dengan membuka pintu secara paksa. Namun, Fahri dan rekannya menyeret dua anak perempuan itu kembali ke dalam gudang dan mengurung mereka semalaman.
Keduanya dilepaskan setelah siang hari, dan Anne berserta ayahnya pergi ke kantor polisi di hari yang sama.
Setelah laporan itu, polisi meringkus Fahri dan tujuh laki-laki lainnya. Mereka dijerat dengan pasal berlapis dari Qanun Jinayat, tentang pemerkosaan anak, pelecehan seksual, dan ikhtilat (bercumbu) dengan anak.
Baca juga: Kasus Mayat dalam Karung di Kediri, Dugaan Pemerkosaan Didalami
Pengadilan kemudian memvonis delapan orang itu bersalah atas delik pemerkosaan.
Fahri, sebagai anak yang berhadapan dengan hukum, diganjar lima tahun penjara, sementara tujuh laki-laki dewasa lainnya dihukum 15 tahun penjara.
Meski pengakuan Anne menyiratkan adanya transaksi uang dalam kasus ini, polisi tak mengenakan pasal prostitusi karena Anne dan Puti "tidak mengetahui ada transaksi" dan mereka pun melakukan perlawanan.
"Transaksi itu dilakukan di luar dengan pelaku utamanya saja. Tidak dianggap prostitusi karena Anne dan Puti tidak sukarela," ujar Sahwani.
Akibat peristiwa ini, Anne mengaku trauma. Setahun setelah rentetan kejadian itu, kondisi psikologis Anne masih belum pulih.
Oleh sebab itu, Sahwani mengatakan Anne “membutuhkan pemulihan yang lebih intensif”. Apalagi anak itu menghadapi hujatan dari masyarakat.
Anne juga membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan sekolahnya, tanpa harus masuk ke sekolah reguler.
Baca juga: 4 Remaja Tersangka Pelaku Pemerkosaan 2 Siswi di Lombok Timur Ditangkap
Sahwani khawatir anak itu akan jadi korban perundungan, yang bisa membuat kondisi mentalnya kembali memburuk.
Kini, Anne terpaksa putus sekolah karena kasus ini. Dia sedang menata lagi hidupnya dan meraih cita-citanya.
Sahwani menyarankan Anne mengikuti ujian paket C untuk mendapatkan ijazah setara SMA.
“Saya mau jadi bidan,” kata Anne kepada BBC Indonesia.