KUPANG, KOMPAS.com - Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menutup Pulau Timor dari lalu lintas hewan pembawa rabies seperti anjing, kucing dan kera.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang, Yulius Umbu Hunggar, mengatakan, penutupan Pulau Timor dari hewan pembawa rabies mulai diberlakukan sejak Selasa (30/5/2023).
Baca juga: KLB Rabies di TTS, Anjing Tak Dikandangkan Bakal Dieliminasi
"Kita tutup semua jalur, baik di laut, udara dan juga melalui pintu lintas batas negara (PLBN) di Belu, Malaka dan TTU (Timor Tengah Utara)," kata Yulius, kepada Kompas.com, Minggu (4/6/2023) malam.
Menurut Yulius, penutupan itu setelah satu orang warga Desa Fenun, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), meninggal usai digigit anjing rabies.
Pihaknya ingin mencegah penyebaran penyakit rabies di wilayah Timor Barat.
Baca juga: Ratusan Warga TTS Terkena Gigitan Anjing, 1 Orang Gejala Rabies Dirawat di Rumah Sakit
"Mari kita bergandeng tangan lakukan upaya serius kolaborasi pemerintah daerah dan pusat untuk kendalikan wabah rabies terutama di episentrum wabah Flores dan TTS," kata dia.
Secara terpisah, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten TTS Dianar Atti, mengatakan, jumlah warga TTS yang terkena gigitan anjing terus bertambah, usai diberlakukan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
"Data terbaru hingga Sabtu, 3 Juni 2023 pukul 18.00 Wita, tercatat 139 orang kena gigitan anjing," kata Dianar.
Dianar memerinci, dari 139 orang yang kena gigitan anjing, satu di antaranya mengalami gejala khas rabies, 18 orang gejala tidak khas rabies, dan 121 orang belum ada gejala.
Ratusan warga yang digigit anjing itu, tersebar di 12 Kecamatan dan 43 Desa.
Khusus untuk satu warga yang mengalami gejala rabies yakni pria berusia 18 tahun asal Kecamatan Kualin.
Saat ini, remaja tersebut telah dirujuk dari Kualin ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soe.
Baca juga: 107 Warga TTS Digigit Anjing, 13 di Antaranya Alami Gejala Rabies
Dianar menjelaskan, wilayah TTS secara historis merupakan daerah bebas rabies.
Tetapi, ketika adanya dua sampel anjing yang kirim dan dinyatakan positif berdasarkan hasil uji laboratorium di Denpasar dengan sendirinya TTS menjadi daerah tertular.
"Walaupun masih ada klasifikasi tertular ringan dan berat tapi dengan adanya hasil laboratorium maka tugas berat, cepat, dan tepat harus segera dilakukan dalam rangka pengendaliannya," kata dia.
Baca juga: Kemenkes: Kasus Rabies Meningkat pada 2022, Kemungkinan karena Pandemi Covid-19
Menurutnya, langkah pengendalian yang dilakukan yaitu setiap masyarakat harus mengandangkan anjing, termasuk kucing dan kera bila sedang dipelihara.
Tiga hewan ini lanjut dia, sebagai penular rabies.
"Mau tidak mau harus kandangkan hewan penular rabies ini, sehingga kita bisa meminimalisir penularan ke Desa dan Kecamatan lain di TTS termasuk Kabupaten tetangga," terangnya.
Ia mengaku kesadaran masyarakat setempat terkait bahaya dari penyakit rabies masih sangat rendah sehingga membutuhkan waktu untuk membangun kesadaran melalui sosialisasi di tempat umum, kampanye di media sosial, media masa dan elektronik.
Dia berharap, masyarakat bisa mengikuti anjuran pemerintah, untuk menekan penyebaran rabies.
Baca juga: Menyoal Kasus Rabies di NTT, Ahli Sebut Berpotensi Menjadi Wabah yang Besar
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 20 warga Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), terkena gigitan anjing.
Dari 20 warga yang digigit anjing, satu orang meninggal dunia dengan hasil positif rabies.
"Betul, satu warga yang meninggal itu berasal dari Desa Fenun, Kecamatan Amanatun Selatan," ungkap Bupati TTS Egusem Pieter Tahun, kepada Kompas.com, Senin (29/5/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.