KUPANG, KOMPAS.com - Dua orang komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia, Anis Hidayah dan Hari Kurniawan, menyebutkan, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tidak serius mengurus kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di wilayah itu.
Tak hanya Pemrov NTT, namun dua daerah lainnya seperti Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), sebagai wilayah dengan angka kasus TPPO tinggi, juga dinilai tidak serius.
"Ada beberapa temuan dalam kunjungan kami sejak hari Senin (22/5/2023) hingga hari ini terkait TPPO. Kita nilai Pemerintah Provinsi dan kabupaten sepertinya tidak serius mengurus TPPO," kata Hari Kurniawan kepada sejumlah wartawan di Kota Kupang, Kamis (25/5/2023) petang.
Baca juga: Terlibat Kasus Perdagangan Manusia, Kepala Desa di NTT Ditangkap Polisi
Hari melanjutkan, Komnas HAM menemukan sudah ada peraturan daerahnya baik Provinsi dan dua Kabupaten yakni Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan terkait TPPO.
Bahkan kata dia, sudah ada Peraturan Gubernur mengenai hal tersebut. Namun, regulasi itu tidak berjalan baik di lapangan.
"Ketika kita berbicara dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, mereka selalu berkilah soal anggaran. Menurut mereka, anggarannya sedikit sehingga tidak bisa bersosialiasi untuk melakukan pencegahan TPPO," ujar Hari.
Baca juga: 25 Korban TPPO di Myanmar Pulang Pekan Depan, Keluarga: Kami Dapat Kabar Baik
Hal senada juga disampaikan Anis Hidayah, yang menyebut soal anggaran adalah bagian dari komitmen.
Menurutnya, komitmen untuk mencegah dan menangani TPPO bisa dijalankan meski dengan anggaran yang terbatas.
"Nah, ketika anggaran tidak ada maka tidak ada keseriusan dari pemerintah," ujar dia.
"Jadi upayanya menganggap bahwa dengan adanya regulasi dan kelembagaan satuan tugas TPPO itu dianggap sudah selesai tanggung jawabnya," sambungnya.
Padahal lanjut Anis, semua pihak terkait harus meningkatkan komitmennya.
"Tanpa komitmen, menurut saya pemerintah akan selalu ketinggalan jauh dari para sindikat yang terus berinovasi dalam merekrut para korban di NTT," ujar dia.
Setelah ini kata Anis, pihaknya akan merekomendasikan kepada Pemerintah Provinsi NTT, Kabupaten dan pihak terkait lainnya, terkait temuan mereka di lapangan.
Banyak kasus TPPO yang terjadi di NTT dengan korbannya sebagian besar berasal dari pedalaman NTT.
Ada beberapa kasus TPPO yang paling menonjol, seperti yang dialami Mariance Kabu, asal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Wanita tersebut disiksa secara sadis oleh majikannya.
Tak hanya korban, para pelaku TTPO juga berhasil ditangkap polisi. Pelakunya mulai dari ibu rumah tangga, tukang ojek hingga kepala desa.
Baca juga: Remaja di NTT Dianiaya Ayah Kandung Pakai Rantai Besi dan Beton hingga Babak Belur
Polisi mengungkap modus terbaru pelaku TPPO dalam merekrut para korban ke luar negeri.
Jika dulu, para korban dikirim secara bergerombol melalui bandara, sehingga berhasil digagalkan, sekarang para korban dikirim satu persatu sehingga tak terpantau.
Para korban, kemudian diberangkatkan dari Kupang menuju Surabaya, Jakarta, Tangerang, serta Medan.
Mereka lalu dikumpulkan di tempat penampungan, dan disiapkan dokumen untuk diberangkatkan ke luar negeri.
Sebagian besar paspor para TKI itu dibuat di Blitar, Siak, Pekanbaru, dan Batam, dengan semua identitas dipalsukan.
Modus baru ini mulai terungkap pada tahun 2016.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.