Menurut Margaret, butuh ketulusan dan keihklasan, manakala berinteraksi dengan ODGJ.
"Puji Tuhan, saya mampu perlahan mengembalikan kenormalan mereka. Yang tadinya dipasung, sudah dilepas dan berinteraksi dengan keluarga. Sementara yang lainnya dalam masa pemulihan. Butuh perhatian jangan sampai obatnya habis supaya tidak mengamuk. Tapi saya selalu memeriksa ketersediaan obat dan rutin mengunjungi ODGJ," kata dia.
Sebagai warga lokal, Margaret sangat paham kondisi masyarakat sekitar. Ia sama sekali tidak pernah menetapkan besaran jumlah biaya kepada pasien yang ditanganinya.
Ia hanya menjelaskan harga obat yang perlu ditebus, itupun tidak selalu dibayar tunai. Tak jarang warga memberinya ayam atau sayur mayur yang mereka panen dari kebun.
"Mungkin apa yang terjadi di perbatasan Negara, menjadi alasan para tenaga medis yang ditempatkan tidak ada yang betah. Segalanya serba sulit, ongkos transportasi mahal dan saya merasa sebagai warga tempatan berkewajiban untuk tugas ini," imbuhnya.
Sebagai tenaga honor, Margaret berterus terang, gajinya yang tidak sampai Rp 2 juta, tentu masih sangat kurang.
Baca juga: Kisah Heri Hartanto Korban Tragedi Trisakti, Awalnya Ingin Kuliah di UI...
Terkadang, ia harus pandai mengatur waktu dalam pemenuhan kebutuhan dapur. Ia juga terkadang menyempatkan waktu berbelanja ke pasar saat menemani pasiennya rujuk ke RS Malinau atau RS Nunukan.
Meski kebutuhan dapur, seperti beras, tepung dan minyak tersedia di Tau Lumbis, namun harga Sembako menjadi lebih mahal karena kondisi geografis.
"Kuncinya kita bersyukur, Tuhan mencukupkan kita selama melakukan pekerjaan pengabdian. Jalani semua dengan gembira, Tuhan beri kita kecukupan," kata Margaret.
Margaret, selalu bermimpi kampung halamannya melahirkan tenaga medis yang kompeten dan selalu ada regenerasi.
Di setiap kesempatan, di mana ia bisa berkumpul dengan anak anak gadis desanya, ia selalu menceritakan berbagai bidang jurusan dalam dunia medis, agar anak-anak mau mengikuti jejaknya sebagai Bidan, atau melanjutkan pendidikan mereka sebagai dokter.
"Kadang di sungai saat kita mencuci, atau mencari ikan, saya bercerita bagaimana mulianya tenaga medis. Puji Tuhan, anak anak banyak tertarik, dan banyak juga yang mengatakan ingin seperti Kakak Margaret yang bisa kasih sembuh orang sakit," katanya sambil berkelakar.
Baca juga: Sepenggal Kisah tentang Heri Korban Tragedi Trisakti, Suka Balap Mobil dan Sepak Bola
Sosialisasi dengan tujuan regenerasi ini pula yang digalakkan Margaret dalam kesempatan imunisasi dan waktu berkumpul warga.
Mengacu pengalaman banyaknya tenaga medis yang ditugaskan ke Tau Lumbis tak pernah bertahan lama, ia berpikir bahwa anak tempatanlah yang seharusnya mengambil tanggung jawab tersebut di pundaknya.
"Saya juga tidak tahu, kiprah saya yang selalu bermimpi agar wilayah perbatasan memiliki generasi medisnya sendiri, atau pengabdian saya di batas Negara yang akhirnya dikasih penghargaan sama Ibu Iriana. Yang pasti penghargaan tersebut, semakin menguatkan niat dan pengabdian saya untuk terus berkecimpung dalam menyehatkan masyarakat," tandas Margaret.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.