Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Petani dan Nelayan di Nunukan Tinggalkan Profesi Mereka demi Rumput Laut, Kerawanan Pangan Jadi Ancaman Serius

Kompas.com - 05/05/2023, 14:02 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.com – Demam usaha rumput laut, menjadi dua sisi mata uang yang sama-sama butuh solusi dan kebijakan dari Pemerintah dan semua kalangan.

Di satu sisi, rumput laut menjadi usaha mandiri masyarakat dan menjadi sumber perputaran ekonomi. Namun di sisi lain, menimbulkan ancaman serius yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Sebagai contoh, sistem penanaman rumput laut di luar zonasi, berefek pada potensi kerusuhan sosial.

Baca juga: Tinjau Proyek Percobaan Budidaya Rumput Laut di Buleleng, Luhut: Solusi mengenai Emisi Karbon

Bentangan rumput laut, menutup jalur kapal, juga meniadakan zona penangkapan ikan. Belum lagi, limbah yang dihasilkan, berupa botol bekas, menjadi problem serius yang tidak teratasi.

Data Asosiasi Rumput Laut Nunukan mencatat, dalam sebulan, pengiriman rumput laut dari Kabupaten Nunukan, berkisar sekitar 6.000 ton atau sekitar Rp 25 miliar.

Cepatnya perputaran ekonomi sektor rumput laut, membuat petani dan nelayan di perbatasan RI–Malaysia ini meninggalkan profesi mereka. Di mana kondisi ini, menjadi ancaman potensi kerawanan pangan.

"Kita memilih pindah usaha rumput laut karena lebih cepat panen dan perputaran uangnya juga dua kali lebih cepat dibanding bertani padi," ujar Herni, Jumat (6/5/2023).

Herni yang tadinya menggarap 1 hektar sawah, memutuskan beralih usaha rumput laut.

Ia membandingkan, jika tadinya hanya mendapatkan Rp 10 juta dalam 3 bulan atau satu kali siklus panen padi, dengan membudi daya rumput laut, ia bisa mendapatkan Rp 10 juta dalam waktu 40 hari, sebagaimana siklus panen rumput laut.

Baca juga: Perkuat Komoditas Ekspor, Kementerian KP Latih Pembudidaya Nila dan Rumput Laut

"Artinya dalam tiga bulan kita panen dua kali, dan hasilnya dua kali lipat dibandingkan bertani," imbuhnya.

Selain itu, saat menggarap sawah, Herni memiliki kesulitan sendiri karena terkendala hand traktor untuk membajak sawahnya.

"Mesin bajaknya sedikit sehingga harus nunggu giliran. Kalau rumput laut mudah dan lebih cepat menghasilkan," tambahnya.

Salah seorang nelayan di Sebatik, Basri mengatakan, dengan usaha rumput laut, ia bisa mendapat penghasilan tetap setiap panennya.

Jika dibandingkan melaut atau menjadi nelayan dengan penghasilan tidak menentu, rumput laut lebih membuatnya terjamin.

"Kita bisa merencanakan akan bagaimana bulan depan, akan beli apa nanti, istilahnya pengeluaran kita bisa diatur sedemikian rupa karena sudah tahu berapanya. Beda kalau melaut, kadang dapat, kadang tidak, dan risikonya jauh lebih besar dari pada rumput laut," tuturnya.

Baca juga: Rumput Laut Tak Terangkut di Pelabuhan Nunukan Kaltara, Pedagang Rugi Ratusan Juta Rupiah

Melihat ancaman serius ini, Wakil Ketua DPRD Nunukan, Burhanuddin, mengatakan perlunya seluruh stakeholder duduk bersama untuk membahas solusi terhadap persoalan yang terjadi.

"Alih profesi para petani dan nelayan, menjadi persoalan serius dan mengancam pemenuhan kebutuhan pangan di Nunukan. Kalau tidak mulai ditindaklanjuti sekarang, ke depan akan menjadi masalah berkepanjangan," katanya.

Saat ini, lanjut Burhan, alih profesi nelayan kian mengkhawatirkan. Peralihan profesi nelayan ke rumput laut, terlihat dari berkurangnya pengambilan es batu di pabrik yang sangat jauh menurun dibandingkan sebelumnya.

Burhan memperkirakan, lebih 50 persen nelayan di Pulau Sebatik, sudah berprofesi sebagai pembudi daya rumput laut.

Baca juga: Truk Pengangkut Rumput Laut Tabrak Kios di Nunukan, Sopir Sempat Dikira Kabur, Ternyata Pergi Lapor Polisi

Demikian juga dengan petani. Secara kasat mata, bisa dilihat jelas dari luasan areal sawah garapan.

Padahal dulunya, sejumlah lokasi di Pulau Sebatik menjadi penghasil padi. Sementara saat ini, hamparan sawah yang membantang tak ubahnya lapangan kosong yang hanya ditumbuhi rumput sejauh mata memandang.

"Kita di Kaltara ini menjadi salah satu penunjang pangan untuk Ibu Kota Negara (IKN). Jadi akan sangat riskan kalau kondisi ini tidak ada solusi. Jangan sampai ada kalimat pembiaran dan mengandalkan selama barang Sulawesi masuk, kebutuhan pangan Nunukan aman. Konsumtif Itu bukan solusi," kata Burhan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Orang Meninggal akibat DBD di Solo, Mengapa Kasusnya Masih Tinggi?

8 Orang Meninggal akibat DBD di Solo, Mengapa Kasusnya Masih Tinggi?

Regional
Balita 7 Bulan di Bima Jadi Korban Penculikan

Balita 7 Bulan di Bima Jadi Korban Penculikan

Regional
Aturan Baru PPDB SMP di Banyumas 2024, Tak Boleh Lagi Numpang KK

Aturan Baru PPDB SMP di Banyumas 2024, Tak Boleh Lagi Numpang KK

Regional
Kurir Sabu 2,5 Kilogram Ditangkap di Magelang, Buron dari Jaringan Aceh-Jawa

Kurir Sabu 2,5 Kilogram Ditangkap di Magelang, Buron dari Jaringan Aceh-Jawa

Regional
16 Pekerja Migran Nonprosedural Terdampar di Pulau Kosong Nongsa

16 Pekerja Migran Nonprosedural Terdampar di Pulau Kosong Nongsa

Regional
Jokowi: Harus Relokasi, Tak Mungkin Pembangunan di Jalur Bahaya Marapi

Jokowi: Harus Relokasi, Tak Mungkin Pembangunan di Jalur Bahaya Marapi

Regional
Sopir Mobil yang Terbakar di Banyumas Masih Misterius, Sempat Terekam Berjalan Santai Menjauhi TKP

Sopir Mobil yang Terbakar di Banyumas Masih Misterius, Sempat Terekam Berjalan Santai Menjauhi TKP

Regional
Pemkab Kediri Alokasikan Dana Hibah Rp 5 Miliar, Mas Dhito: Komitmen Tuntaskan PTSL

Pemkab Kediri Alokasikan Dana Hibah Rp 5 Miliar, Mas Dhito: Komitmen Tuntaskan PTSL

Regional
Kunjungi Korban Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Jokowi Bagikan Sembako

Kunjungi Korban Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Jokowi Bagikan Sembako

Regional
Masuk Musim Kemarau, 80 KK di Semarang Kekurangan Air Bersih

Masuk Musim Kemarau, 80 KK di Semarang Kekurangan Air Bersih

Regional
Bocah 14 Tahun di Bali Diperkosa 3 Pria Dewasa di Hotel, Korban Kenal Pelaku di Medsos

Bocah 14 Tahun di Bali Diperkosa 3 Pria Dewasa di Hotel, Korban Kenal Pelaku di Medsos

Regional
Viral, Unggahan Website Resmi Pemkot Posting Berita Wali Kota Semarang Maju Pilkada, Ini Penjelasan Kominfo

Viral, Unggahan Website Resmi Pemkot Posting Berita Wali Kota Semarang Maju Pilkada, Ini Penjelasan Kominfo

Regional
Tak Diizinkan Mancing, Pelajar SMP di Kalbar Nekat Bunuh Diri dengan Senapan Angin

Tak Diizinkan Mancing, Pelajar SMP di Kalbar Nekat Bunuh Diri dengan Senapan Angin

Regional
Pedagang di Ambon Plaza Mogok Jualan karena Harga Sewa Kios Naik

Pedagang di Ambon Plaza Mogok Jualan karena Harga Sewa Kios Naik

Regional
Melalui Festival Budaya Isen Mulang 2024, Gubernur Sugianto Kenalkan Potensi dan Budaya Kalteng

Melalui Festival Budaya Isen Mulang 2024, Gubernur Sugianto Kenalkan Potensi dan Budaya Kalteng

Kilas Daerah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com