Tapi ternyata, banyak dari mereka datang ke pelabuhan untuk memohon bisa menjadi buruh.
"Banyak sekali deportan mau kerja buruh, tapi kita ini sudah cukup banyak orang. Paling kita lihat saja, bagaimana sifatnya, baru saya berani ambil dia untuk dipekerjakan," kata Rahman.
Salah satu eks deportan yang bekerja di bawah tanggung jawab Rahman, Suparman (27), mengatakan, ia memilih tinggal di Nunukan karena tidak punya tujuan.
Semua keluarganya ada di Malaysia dan tinggal di mes perkebunan. Ia pun lahir di tengah kebun kelapa sawit.
Baca juga: Cerita Damir, Kuli Panggul Padi di Lombok Tengah, Pernah Keseleo karena Pematang Sawah Licin
Suparman bercerita kalau ia ditangkap Polis Malaysia saat keluar kebun dan berjalan di pinggir kota Keningau pada 2016 silam.
"Kena tangkap karena tidak ada punya dokumen. Saya lama menganggur dan memilih jual air mineral setiap kapal singgah di Tunon Taka. Tapi setiap kali saya perhatikan buruh, saya lihat kerja mereka, saya berusaha menjadi buruh saja," kata Suparman.
Cukup lama Suparman mencoba mendaftar sebagai buruh resmi, namun ternyata tidak semudah yang ia pikirkan. Ia pun bersabar dengan menjadi buruh lepas.
Para buruh di Tunon Taka, masing-masing terbagi dalam kelompok dengan mandor yang berbeda. Masing-masing mandor juga memiliki syarat dan kriteria berbeda pula dalam merekrut bawahannya.
"Saya mulai resmi jadi buruh itu 2020, saya bersyukur karena dengan menjadi buruh, saya bisa punya uang dan sedikit-sedikit menabung," katanya.
Kini, dalam seminggu ia bisa berpenghasilan bersih Rp 1 juta. Angka ini di luar uang yang dihasilkan dari kerja sampingan.
Dari profesinya, Suparman bisa mengajak kencan gadis yang ditaksirnya sampai kemudian menikah dengan adat Bugis sebagaimana asal suku aslinya.
Menikah dengan adat Bugis, kata Suparman, butuh panaik tidak murah. Tapi dari hasil kerjanya, ia mampu memenuhi sarat tersebut dan mempersunting kekasihnya.
"Saya tidak punya tujuan di Indonesia karena semua keluarga ada di kamp Malaysia sana. Makanya saya memutuskan hidup di Nunukan dan berkeluarga saja. Kalau dipikir-pikir, gaji dan penghasilan saya jadi buruh dengan kerja sawit sama saja. Lebih tenang dan enak kerja di negara sendiri ketimbang di negara tetangga tapi dikejar petugas karena ilegal," katanya berkelakar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.