Air bawah tanah juga dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air sehari-hari. Di sekitar karst, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) mengelola wisata susur gua dan mengembangkan geosite lainnya seperti luweng, lembah, hingga pantai.
Sedikit ke tengah, terdapat sejumlah contoh batu gamping yang biasa disebut batu lintang. Bongkahan batu itu bersinar seakan tercampur berlian.
“Ini campuran juga dari batu kapur, batu karbonat yang nantinya akan diolah lagi (menjadi produk baru) lebih spesifik di pabriknya,” terang Etik.
Selanjutnya, di sebelah kanan terlihat miniatur proses penambangan batu gamping secara modern. Lalu ambang tradisional atau togong di bagian kiri.
Baca juga: Menyusuri Keindahan Gua Tembus, Lokasinya Dekat dengan Museum Karst Indonesia di Wonogiri
“Contohnya di daerah Gresik menambang batu gamping secara modern. Di mana batu gamping dapat diolah untuk bahan baku semen, campuran pupuk, bahkan untuk kosmetik juga,” lanjutnya.
Pemandu juga menunjukkan hasil olahan batu gamping yang digunakan untuk ornamen pagar.
Selain itu, pegunungan karst dan gua di dalamnya juga menjadi habitat ideal bagi burung walet untuk membuat sarang. Biasanya masyarakat sekitar gunung karst membudidayakan sarang burung walet yang dikenal mahal untuk membantu perekonomian mereka.
“Gua-gua di sini ada beberapa yang mengelilingi museum. Salah satunya ada yang untuk pertapaan zaman dulu, sekarang sudah tidak ada (yang bertapa),” imbuhnya.
Dekat MKI terdapat Luweng Sapen. Luweng merupakan gua yang lubangnya tidak mendatar, tapi menurun ke bawah dan biasanya menyimpan banyak air.
“Itu debit airnya lumayan banyak. Kadang ada yang kekurangan air. Jadi kita memanfaatkan untuk disedot ke atas airnya dan digunakan masyarakat,” ucap Etik.
Di barisan sebelahnya, terpampang patung manusia prasejarah dan menggambarkan kehidupan masyarakat karst zaman dahulu.
Baca juga: Gunung Batur, Pemilik Geopark Pertama di Indonesia yang Diakui UNESCO
Sepanjang 2022 sebanyak 21.475 wisatawan yang terdiri 3.695 pelajar, 17.772 umum, dan 8 turis asing. Jumlah tersebut terbilang ramai mengingat tahun sebelumnya museum ditutup total saat pandemi covid-19.
Sementara 2020 hanya 8.600 pengunjung karena telah terdampak pandemi.
“Ruang lingkup kita banyak, tapi edukasinya lebih ke pelajar, jadi SD-SMA dan mahasiswa. Mereka minat belajarnya tinggi,” kata Etik.
Meski Begitu, tidak menutup kemungkinan adanya rombongan lain yang ingin berkunjung ke MKI. Seperti rombongan keluarga, institusi pemerintah, atau perusahaan.
Selain warga asli Wonogiri, banyak wisatawan asal Yogyakarta, Solo, Jakarta, dan Semarang yang berkunjung. Sementara dari perguruan tinggi yang kerap datang yakni UPN Veteran, Undip, UGM, untuk penelitian geologi.
Lebih lanjut, museum karst yang dibangun Kementrian ESDM di Wonogiri tersebut dengan tujuan untuk menunjang Gunung Sewu sebagai UNESCO Global Geopark.
Sehingga di samping mengunjungi ke tujuh situs atau geosite di Wonogiri, wisatawan juga dapat bersinggah ke MKI. Hal ini untuk memahami secara ilmiah tentang terjadinya pegunungan karst.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.