Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M. Ikhsan Tualeka
Pegiat Perubahan Sosial

Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com - Instagram: @ikhsan_tualeka

Deforestasi di Maluku Raya Semakin Mengkhawatirkan

Kompas.com - 14/03/2023, 13:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENGGUNDULAN hutan atau deforestasi di Maluku Raya (Provinsi Maluku dan Maluku Utara) terus meluas. Hutan dialihfungsikan untuk pertambangan, pertanian dan perkebunan, peternakan atau permukiman.

Berdasarkan data Yayasan Auriga Nusantara, total luas deforestasi di Maluku Raya dalam rentang waktu 2015-2019 mencapai 110.398 hektar. Kehilangan tutupan hutan tertinggi terjadi pada 2015 seluas 45.136 hektar.

Kemudian turun menjadi 31.863 hektare. Angka itu sempat turun drastis pada 2017 seluas 8.403 hektare. Namun naik lagi pada 2018 (11.211 hektar) dan 2019 (13.783 hektar).

Sementara data lainnya dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI tahun 2020, menunjukan bahwa lahan kritis di kawasan pesisir pantai di Indonesia yang saat ini mencapai 600.000 hektare, kerusakan paling parah terjadi di kawasan Maluku dan Papua.

Menunjukan bahwa kerusakan tidak saja terjadi di kawasan pegunungan atau perbukitan, tapi juga pada pesisir pantai.

Adapun data lama yang pernah dikeluarkan Dinas Kehutanan Provinsi Maluku tahun 2011 memperlihatkan rata-rata laju kerusakan hutan di Maluku adalah 16.000 hektar per tahun.

Dari hasil analisis perubahan tutupan hutan melalui citra satelit menunjukkan pada tahun 2011 luas hutan di Provinsi Maluku mencapai 4.373.474,65 hektar dan mengalami pengurangan sebanyak 17.165,35 hektar selama periode 2006-2011.

Dari data tersebut dijelaskan pula bahwa untuk laju degradasi hutan selama periode 2006-2011 mencapai 561,93 ha atau rata-rata 93,65 hektar per tahun.

Atau dengan kata lain, dalam satu tahun ada hutan setara dengan 250 lapangan sepakbola di babat atau dialihfungsikan di Maluku.

Deforestasi dan degradasi hutan di Provinsi Maluku pada 2000-2009 berdasarkan data BPKH Wilayah IX Tahun 2011 menunjukan angka tertinggi terjadi di dalam kawasan hutan Kabupaten Buru termasuk Buru Selatan, yakni 10.407 hektar, diikuti Seram Bagian Barat 7.685 hektar dan Maluku Tengah (Seram Bagian Tengah) 6.422 hektar.

Ini belum terhitung di Seram Bagian Timur dan pulau-pulau yang relatif lebih kecil seperti Yamdena di Tanimbar.

Sedangkan di Maluku Utara, dari catatan WALHI setempat, hingga tahun 2021 dari total luasan hutan di Maluku Utara sebesar 2.519.623.91 hektar, 76.800,51 hektar telah diberikan kepada 41 pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan pertambangan.

Sedangkan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sebesar 59.949,14 hektar.

Masih ada lagi untuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan alam sebesar 735.941 hektar.

Kemudian IUPHHK pada hutan tanaman 67.684 hektar dan IUPHHK pada hutan tanaman rakyat 19.438 hektar.

Sementara hutan lindung 577.504,18 hektar, hutan konservasi 218.955,20 hektar dan hutan produksi 1.711.536,10 hektar.

Masih ada lagi konsesi untuk 96 IUP yang saat ini sudah masuk tahap operasional produksi dan tiga kontrak karya sebesar 614.881,17 hektar.

Sungguh semua data atau angka di atas menunjukan bahwa deforestasi di Maluku Raya telah menuju pada situasi yang mengkhawatirkan.

Atau memberikan sinyalemen kuat, bahwa Maluku Raya ada dalam ancaman berbagai persoalan atau bencana, dampak dari deforestasi, kini dan nanti, bila tak ada upaya serius mencegah dan mengembalikan fungsi hutan dengan berbagai upaya reboisasi.

Alasannya jelas. Bila melihat atau belajar dari bagaimana dampak deforestasi di berbagai daerah, termasuk di Maluku Raya, ada sejumlah dampak utama yang telah dan akan dialami.

Pertama, dampak pada masyarakat adat. Seperti diketahui, sejumlah hutan di kawasan Maluku Raya juga dihuni atau dimiliki oleh masyarakat adat atau lokal.

Perambahan hutan kerap menimbulkan konflik agraria antara investor atau perusahaan dengan masyarakat adat, karena tentu saja mengancam hak ekonomi sosial budaya masyarakat adat setempat.

Di Maluku, contoh nyata dapat dilihat dalam konflik antara masyarakat adat di Sabuai dan masyarakat adat Bati di Pulau Seram dengan sejumlah perusahaan di Seram Bagian Timur, beberapa waktu lalu.

Konflik terjadi karena masyarakat adat melawan perusahaan berkedok usaha perkebunan merambah hutan sehingga menimbulkan kerusakan dan bencana banjir.

Sejumlah aktivis dari kalangan masyarakat adat Sabuai pun dikriminalisasi akibat mempertahankan hutan adat mereka.

Begitu pula dengan yang terjadi di sejumlah kawasan lainnya di Pulau Seram dan Pulau Buru, antara masyarakat dengan perusahaan Sawit, Tebu dan pertambangan.

Di Maluku Utara juga sama, terjadi konflik antara masyarakat adat Desa Woe Jarana, Woe Kobe dan Kulo Jaya di Halmahera Tengah dengan perusahaan pertambangan PT Weda Bay Nickel yang menduduki dan membabat hutan adat untuk keperluan tambang. Perusahaan tersebut memiliki konsesi tambang seluas 54.874 hektar.

Konflik perusahaan tambang dengan masyarakat adat juga terjadi di Sawai dan Tobelo.

Potensi konflik agraria dan pengambilan paksa tanah adat di Maluku Utara terbilang besar, karena dikelurkannya berbagai izin pertambagan dan izin pemanfaatan hasil hutan dan kayu oleh pemerintah kepada sejumlah investor atau perusahaan.

Kedua, kerusakan lingkungan. Akibat deforestasi yang menyebabkan kerusakan hutan menyebabkan banjir dan erosi tanah.

Bahkan setiap tahun, banjir bandang dan longsor telah menjadi langganan di berbagai daerah di Maluku, termasuk pada kawasan yang sebelumnya tidak pernah dilanda bencana.

Ketiga, kepunahan masif berbagai spesies hewan dan tumbuhan. Deforestasi menyebabkan habitat bermacam spesies hewan, serangga, dan tumbuhan yang ada atau tinggal di dalam hutan rusak dan lenyap.

Kerusakan ekosistem hutan mengakibatkan mereka tidak lagi mampu bertahan hidup di habitat aslinya.

Kondisi tersebut tentu saja juga berdampak pada bidang pendidikan dan penelitian yang kehilangan objek kajian karena spesies yang diteliti tidak dapat lagi ditemukan.

Selain itu, di bidang kesehatan, deforestasi dan kerusakan dapat berakibat hilangnya berbagai jenis obat yang bersumber dari flora, fauna, serangga atau burung-burung yang tinggal hutan.

Keempat, siklus air akan terganggu. Dampak deforestasi yang menyebabkan kerusakan hutan lainnya adalah terganggunya siklus air.

Tentu saja, pohon memiliki peranan yang penting dalam siklus air, yaitu menyerap curah hujan serta menghasilkan uap air yang nantinya akan dilepaskan ke atmosfer.

Dengan kata lain, semakin sedikit jumlah pohon yang ada di permukaan tanah, maka kandungan air di udara yang nantinya akan dikembalikan ke tanah dalam bentuk hujan juga sedikit.

Selain itu, pohon juga berperan dalam mengurangi tingkat polusi air, yaitu dengan mengurangi polutan dan menghentikan pencemaran.

Jumlah pohon-pohon yang berkurang di hutan akibat kegiatan deforestasi dapat mengurangi efektivitas hutan guna menjalankan fungsinya dalam menjaga tata letak air.

Dampaknya saat musim kemarau, terjadilah kekeringan karena pohon yang bertindak sebagai tempat penyimpan cadangan air tanah berkurang signifikan.

Kelima, rusaknya ekosistem darat dan air. Hutan menjadi habitat bagi berbagai jenis spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan. Ini berarti hutan merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang terdapat di bumi.

Kegiatan deforestasi dan pembukaan hutan secara semena-mena dapat mengakibatkan kerusakan dan kepunahan bagi kekayaan alam tersebut.

Dampak kerusakan hutan akan menyebabkan banjir dan erosi tanah yang dapat mengangkut partikel-partikel tanah menuju ke laut. Pada akhirnya akan mengalami proses sedimentasi atau pengendapan di sana.

Pengendapan tanah yang berlebihan tentu saja dapat merusak ekosistem di lautan, seperti terumbu karang.

Keenam, mengakibatkan abrasi di pesisir. Rusaknya hutan di kawasan pesisir pantai menyebabkan terjadinya abrasi. Dampaknya adalah turut merusak ekosistem lautan.

Dampak kerusakan hutan lain di area pesisir adalah abrasi atau pengikisan pasir pantai dan tanah akibat pasang-surut serta gelombang air laut.

Selain itu, kerusakan hutan akibat deforestasi memicu terjadinya berbagai macam bencana lainnya, seperti pemanasan global yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar.

Hingga di titik ini, melihat deforestasi yang semakin masif di Maluku Raya terlihat jelas bahwa komitmen Pemerintah Indonesia terhadap emisi karbon masih sangat diragukan.

Deforestasi yang terus meluas pada satu sisi, dan dampak buruk yang menyertainya pada lingkungan dan masyarakat pada sisi yang lain, adalah bukti gagalnya pengelolaan negara atau pemerintah sejauh ini, pusat maupun daerah.

Di Maluku Raya, tidak saja laut yang dikeruk atau dieksplorasi, hutan pun dibabat tanpa ampun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com