Momen evakuasi tidak berjalan lancar karena kabut sempat turun. Helikopter yang membawa rombongan pertama ke Distrik Kenyam tak dapat kembali karena kehilangan jarak pandang di sekitar Gunung Wea.
"Kita naik jam lima subuh, sampai di atas jam 8-9, kita di atas gunung duduk lagi tunggu helikopter. Kita tunggu hampir satu sampai dua jam lalu helikopter datang. Helikopter pertama memuat lima orang lalu dibawa ke Kenyam," jelas Zakarias.
"Menurut masyarakat di atas gunung itu kita tidak bisa ribut, kalau ribut kabut tutup gunung jadi helikopter tidak bisa masuk, jadi kita istirahat lagi tunggu kabut terbuka," tuturnya.
Meski mengaku tidak sempat melihat orang bersenjata, Zakarias meyakini ancaman yang disampaikan oleh pihak kontraktor adalah benar.
Baca juga: 15 Pekerja Bangunan yang Diancam KKB di Nduga Diselamatkan dan Dievakuasi ke RSUD Mimika
Zakarias sudah hampir dua bulan berada di Paro. Ia sempat diingatkan oleh warga sekitar agar tak berkeliaran di distrik itu.
Warga tersebut, kata dia, mengingatkannya untuk beraktivitas di sekitar camp pekerja dan lokasi pembangunan Puskesmas Paro.
"Masyarakat sampaikan, pagi naik ke lokasi lalu sore langsung pulang ke camp, jangan ke mana-mana," ungkapnya.
Zakarias baru mengetahui pesawat Susi Air dibakar KKB saat tiba di Kabupaten Mimika. Ia bersyukur dibawa keluar dari Distrik Paro oleh masyarakat setempat.
"Kami Kami jalan senin (6/2/2023) dan selasa (7/2/2023) pesawat dibakar, kalau kami tidak jalan pasti kami dibunuh," kata dia.