Ari, seorang kuli serabutan yang awalnya berpenghasilan tak sampai Rp 100.000 per hari, sejak memiliki bengkel, dia bisa membawa pulang tak kurang Rp 3 juta setiap bulan.
“Karena ekonomi mulai stabil, saya dan istri mulai kepikiran nabung buat beli tanah dan bangun rumah suatu saat nanti,” katanya.
Namun, dengan penghasilan yang sekadar pas-pasan itu, mustahil bagi Ari dan keluarga bisa mewujudkan rumah impian dalam jangka waktu dekat.
“Padahal anak-anak selalu ngedrel (merengek) ingin pindah rumah kalau sedang kurang akur sama sepupunya. Tapi saya bingung karena tabungan belum kumpul banyak,” ujarnya.
Di saat Ari berkeluh-kesah dengan sahabat, dia mendapat saran untuk membeli rumah subsidi. Dalihnya, karena rumah subsidi lebih terjangkau sekaligus bisa dicicil dengan fasilitas kredit perbankan.
“Saya dapat info dari teman, katanya di daerah Randudongkal ada perumahan baru, jadi saya datangi kantor pemasarannya, tanya-tanya soal kredit rumah subsidi di sana,” ujarnya.
Gayung bersambut, setelah berkonsultasi dengan pihak pengembang, ternyata Ari masuk kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Oleh karenanya, dia berhak memperoleh Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), berupa suku bunga tetap 5 persen per tahun hingga subsidi uang muka sebesar Rp 4 juta.
“Harganya Rp 150,5 juta dan saya cuma setor uang muka Rp 8 juta waktu akad dengan Bank BTN (Bank Tabungan Negara). Prosesnya cepat, cuma dua bulan sejak pertama booking bisa langsung ditempati rumahnya,” terangnya.
Arkian, di istana mungil berukuran 36 meter persegi itu, Ari baru merasakan kesejatian rumah tangga. Tampuk nahkoda bahtera keluarga, untuk kali pertama, benar-benar ada dalam genggamannya.
Bagi Ari, rumah bukan hanya tempat bernaung dari terik dan rinai. Lebih dari itu, rumah baginya adalah harga diri, tempat dimana hatinya bisa pulang, tempat dimana Ari bisa menjadi dirinya sendiri.
“Alhamdulillah cicilan Rp 1,5 juta setiap bulan lancar. Sebenarnya bisa lebih ringan cicilannya, tapi saya sengaja ambil tenor 10 tahun biar cepat selesai. Ya walaupun kecil tipe 36, tapi rasanya lebih puas karena punya sendiri,” pungkasnya.
Baca juga: Perjuangan Murid SMP di Lampung, Jadi Buruh Batu Bata demi Biaya Study Tour
Ari adalah contoh nyata, betapa pekerja dari sektor informal juga memiliki kesempatan yang sama untuk mewujudkan hunian impian.
Tak hanya Ari, dari data pemasaran perumahan Bumi Randudongkal Permai, rupanya ada 64 penghuni lain yang bermata pencaharian tak jauh berbeda.
Mereka ada yang bekerja sebagai petani, sopir, buruh harian lepas, penjahit, pedagang pasar, pengasong kudapan, hingga kuli bangunan.