KOMPAS.com - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menilai sistem pemilu proporsional tertutup adalah sebuah kemunduran dalam perjalanan demokrasi di Indonesia.
Menurut Dedi, sistem pemilu paling ideal untuk mematangkan proses demokrasi di Indonesia adalah proporsional terbuka yang merupakan kompromi antara proporsional tertutup dan distrik.
“Sistem proporsional terbuka ada dialektika demokrasi yang mencerminkan keterwakilan partai dan masyarakat. Sehingga sistem itu yang ideal dalam proses pematangan demokrasi di Indonesia sehingga kita akan masuk pada pematangan politik menuju sistem distrik murni,” ujar Dedi Mulyadi dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2023).
Baca juga: Ketika Suami Minta Bantuan Polisi Gerebek Istrinya Selingkuh dengan Kades di Hotel...
Sebaliknya, lanjut Dedi, untuk wacana kembali ke sistem proporsional tertutup justru merupakan sebuah kemunduran dalam perjalanan demokrasi di Indonesia.
“Wacana kembali ke sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran dalam kedewasaan berdemokrasi sehingga publik kehilangan keterwakilannya dan partai memiliki otorisasi menentukan anggota legislatif berdasarkan kehendak pimpinan partainya. Sehingga oligarki politik akan tumbuh dengan kuat dalam sistem proporsional tertutup,” ucapnya.
Hal tersebut, kata Dedi, berimplikasi pada minat masyarakat untuk datang ke TPS akan mengalami penurunan tajam. Sebab masyarakat merasa kehilangan keterwakilannya.
“Bahkan dalam pemilu yang digabung antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif, orang memiliki kecenderungan memilih presiden saja tanpa memilih legislatif,” kata politisi yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR RI itu.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mengatakan ada kemungkinan Pemilu 2024 berlangsung dengan proporsional tertutup.
Sebab, saat ini Mahkamah Konstitusi tengah memproses uji materi soal Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait proporsional terbuka.
Dilansir dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, Sabtu (31/12/2022) sidang dijadwalkan digelar pada 17 Januari 2023.
Agenda sidang mendatang adalah mendengarkan keterangan dari Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pihak terkait.
Adapun gugatan uji materi terhadap sistem pemilu ini telah teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V) dan Nono Marijono (pemohon VI).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.