Hasilnya, tempat tersebut tidak layak karena belum punya izin. Lalu pihaknya menyarankan agar dilengkapi persyaratan berdirinya panti rehabilitasi.
Sementara Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putta Simanjuntak membenarkan ada tempat menyerupai kerangkeng yang dijadikan tempat rehabilitasi narkoba.
"Hasil pendalaman kita, itu memang tempat rehabilitasi yang dibuat yang bersangkutan secara pribadi yag sudah berlangsung selama 10 tahun untuk merehabilitasi korban pengguna narkoba," ucap dia.
Pengawas kerangkeng, Suparman menjelaskan, tempat tersebut sudah berdiri lama. Selama itu, ada 500an pecandu yang sembuh. \
Suparman membantah terjadinya perbudakan di kerangkeng, karena sebagian orang sudah sembuh dan yang punya skill kini bekerja di pabrik kelapa sawit milik Terbit, untuk sortasi buah sawit, mesin, dan lainnya.
Kepala Desa Balai Kasih, Kecamatan Kuala, Langkat menyebut, ada 160 orang mantan warga binaan di kerangkeng yang kini bekerja di PKS milik Bupati nonaktif Langkat.
"Kerja paksa itu gak ada. Pemukulan itu juga tak ada. Warga yang menitipkan keluarganya di situ resah kalau kerangkeng itu ditutup, mereka menolak," ungkapnya.
Sebagai gambaran, lokasi kerangkeng ini berada tepat di belakang rumah Terbit di bagian lembahnya. Ada dua kolam ikan lebar di tengah-tengah.
Di dekatnya terdapat kandang ayam kosong. Di lahan terbuka yang cukup luas itu juga terdapat tumpukan bebatuan besar dan dikelilingi kebun sawit.
Sekitar 10 meter dari kolam itu, ada bangunan tembok bersekat menjadi dua ruangan dengan pintu berupa jeruji besi menyerupai penjara.
Tempat tidurnya ranjang besi berpapan kayu yang dilapisi tikar. Di atasnya tersusun kotak-kotak berisi kain. Lantainya berupa keramik warna coklat dengan dinding lusuh.
Di kerangkeng itu ada dua kamar mandi dan kakus yang hanya diberi pembatas tembok setinggi 150 cm tanpa pintu penutup.
Kemudian ada ember dan gayung serta peralatan makan minum. Sanitasi di tempat itu tidak dalam kondisi baik.
Pada Kamis (27/1/2022), Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Edwin Partogi Pasaribu di Medan mengatakan, dari informasi yang dihimpun ada beberapa keganjilan yang perlu pendalaman.
Ada juga indikasi terjadi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) karena para tahanan itu kehilangan kebebasan, dieksploitasi untuk bekerja di PKS milik Terbit tanpa gaji.
"Temuan yang lebih luar biasa adalah, apabila ada hal-hal yang terjadi terhadap yang diserahkan selama pembinaan seperti sakit atau meninggal dunia, maka pihak keluarga tidak akan menuntut kepada pihak pembina dari segi apapun," ucap dia.
Pada Sabtu (12/2/2022), Kepolisian Daerah Sumatera Utara membongkar 2 kuburan (ekshumasi) diduga korban penganiayaan di kerangkeng milik Terbit.
Dua kuburan itu berada di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Ponndok VII, Kelurahan Sawit Sebrang dan Tempat Kuburan Keluarga di Dusun VII Suka Jahe, Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingei, Langkat.
Ekhumasi kembali dilakukan pada kuburan ketiga di Desa Lau Lugus, Kecamatan Salapian, Langkat.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan, ekshumasi dilakukan pada Kamis (14/4/2022).
Korban berinisial DD, seorang pria dewasa. Diduga meninggal dunia akibat penganiayaan di kerangkeng pada 2018.
Korban merupakan temuan hasil sinkronisasi antara Polda Sumut, Komnas HAM, dan LPSK. Dengan demikian, sudah ada 3 kuburan atas nama Sarianto Ginting dan Abdul.
Dalam kasus kerangkeng ini, sudah ada 9 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Terbit Rencana Perangin-angin yang diperiksa secara terpisah, kemudian sejumlah pria berinisial HS, JS, IS, TS, RG, SP, HG dan DP.
Inisial yang disebut terakhir merupakan anak dari Terbit Rencana Perangin-angin. Mereka ditahan sejak Jumat (8/4/2022).