Dia mengatakan, ancaman rob tidak datang dari penurunan muka tanah semata. Namun, juga naiknya permukaan laut akibat es kutub yang mencair.
Hal ini menjadikan upaya untuk memperlambat rob dua kali lebih berat.
Terlebih, semakin besar penurunan muka tanah semakin besar biaya yang harus dikeluarkan warga untuk meninggikan rumah paling tidak 5 tahun sekali.
Mereka yang tidak mampu menanggung biaya renovasi tahunan itu pada kondisi terburuk harus memompa air rob ke luar rumah setiap waktu.
Sebab, mereka tidak punya pilihan lain atau bahkan untuk pindah rumah. Ia sepakat, strategi warga dalam merespons cenderung solusi repetitif dan jangka pendek saja.
Alih-alih mengambinghitamkan perubahan iklim, pemerintah mestinya bergerak turun membantu warga dan menunjukkan keseriusan menangani akar masalah untuk melakukan mitigasi jangka panjang.
Menyoal keberadaan tanggul laut di Kecamatan Sayung, Demak, Mila beranggapan tanggul itu tak sepenuhnya menyelesaikan masalah rob di sana.
Baca juga: Derita Warga Terdampak Rob, Dimiskinkan Keadaan hingga Kenangan Masa Lalu yang Direnggut Air laut
Pembangunan tol memang sekaligus menjadi tanggul mencegah rob di sebagian wilayah, seperti Sriwulan.
Akan tetapi, banjir rob itu justru bermuara ke wilayah lainnya yang tidak dibangun tol. Sebab, ia mendapati aduan dari masyarakat bila rob semakin parah dan sulit diprediksi di Kecamatan Bedono, Timbulsloko, Surodadi, dan sebagainya.
“Iya saya dapat keluhan, iki rob e wes raiso dikiro-kiro tekone kapan, kata mereka. Pokoknya rob datang semaunya gitu setelah proyek itu dibangun,” ujar dia.
Mila menilai, mestinya bila ingin membangun tanggul maka proyek harus merata di semua titik yang mengalami rob.