SENTANI, KOMPAS.com - Aipda Yosafat Bemey (42) sehari-hari bertugas sebagai Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) di Polsek Kemtuk Gresi, Jayapura, Papua. Meskipun berseragam polisi, Yosafat tetap memiliki naluri untuk mengajar layaknya guru pada umumnya.
Kini, ia menghabiskan sebagain waktunya untuk mengajar ibu-ibu buta aksara di Kampung Yanbra, Distrik Kemtuk Gresi, Kabupaten Jayapura, Papua.
Pada Selasa (18/10/2022) sekitar pukul 18.30 WIT, Yosafat terlihat mengajar beberapa ibu-ibu buta aksra melalui program Gerakan Baca Tulis (Gabus) di rumah salah satu warga bernama Niko Bairam. Rumah itu dijadikan sebagai pusat pendidikan non-formal bagi ibu-ibu buta aksara di Kampung Yanbra.
Baca juga: Selama 4 Tahun Ayah di Maluku Cabuli Putri Kandung, Korban Pergi dari Rumah ke Papua Barat
“Di Kampung Yanbra baru kita mulai ajarkan pada Bulan September hingga saat ini. Ada sembilan orang ibu-ibu yang memang buta aksara, sehingga kita data dan bersedia untuk kita ajarkan mengenal abjad,” kata Yosafat saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/10/2022).
Dari sembilan orang ibu-ibu yang mengikuti program itu, kebanyakan sudah lanjut usia (lansia). Hal ini dapat dilihat dari usia mereka yang sudah 70-an hingga 50-an tahun. Ada juga yang berusia sekitar 28 tahun. Ini menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting bagi semua orang, khususnya para ibu-ibu yang ada di kampung-kampung.
Baca juga: 1 Lagi Tersangka Penyelundupan Senpi dan Amunisi dari Maluku ke Papua Ditangkap
Yosafat mengajar ibu-ibu ini seminggu tiga kali, yaitu pada Selasa, Kamis dan Sabtu. Untuk waktunya dilakukan pada sore hari sekitar pukul 18.00-20.00 WIT, setelah ibu-ibu ini pulang dari kebun.
“Rata-rata ibu-ibu ini adalah petani dan setiap pagi harus ke kebun, sehingga kita manfaatkan waktu di sore hari hingga malam untuk mengajar mereka tentang pengenalan huruf dan abjad,” katanya.
Yosafat yang sudah sejak 2000 menjadi anggota polisi ini mengakui bahwa ibu-ibu yang diajarkan di Kampung Yanbra ini belum mengenal huruf dan abjad, bahkan tidak bisa membaca sama sekali. Sehingga, pihaknya harus merangkul anak-anak yang bisa berbahasa Indonesia untuk membantu mengajar.
“Mereka (ibu-ibu) belum mengenal huruf dan abjad, sehingga kita ajar mereka tentang membaca dan menulis. Misalnya ajar mereka belajar huruf A, B dan seterusnya secara pelan-pelan,” ungkap Yosafat.