SEMARANG, KOMPAS.com - Hotel Inn Dibya Puri yang terletak di Jalan Pemuda, Kota Semarang, Jawa Tengah terlihat kosong. Tembok bangunan tersebut juga sudah mulai kusam.
Halaman depan hotel tersebut dipenuhi dengan rumput ilalang. Hal itu membuat hotel tersebut kumuh dan terkesan tak terawat.
Bagian dalam hotel tersebut juga sudah rusak. Banyak barang tak terawat yang berserakan di dalam ruangan hotal Inn Dibya Puri.
Baca juga: Kampung Batik, Saksi Bisu Pertempuran 5 Hari di Semarang Melawan Jepang
Hotel bersejarah yang masuk dalam cagar budaya itu hanya digunakan untuk parkir sepeda motor dan mobil karena hotel tersebut sudah tak lagi dibuka untuk menginap.
Padahal bangunan tua itu pernah menjadi tempat favorit untuk menginap beberapa tokoh nasional seperti RA Kartini, presiden pertama Soekarno, dan presiden kedua Soeharto.
Selain untuk menginap sejumlah tokoh nasional, hotel tersebut juga menjadi saksi bisu pertempuran lima hari warga Kota Semarang melawan Jepang di Kota Semarang.
Pemerhati sejarah Kota Semarang, Johanes Christiono mengatakan, ketika perang lima hari, Hotel Dibya dijadikan tempat persembunyian para pejuang.
"Akhirnya pertempuran tak dapat dihindarkan di hotel tersebut," jelasnya kepada Kompas.com, Senin (17/10/2022).
Dia menjelaskan, pada hari kedua 16 Oktober 1945 Jepang menambah kekuatan di sekitar Hotel Dibya dan Pasar Johar. Pertempuran di tempat tersebut berlangsung sehari semalam.
"Jadi tempat-tempat itu yang paling seru. Karena tempat berlangsungnya itu sehari semalam," ujarnya.
Menurutnya, pertempuran di Hotel Dibya tak kalah ramai dengan tempat-tempat lain. Perempuan yang sifatnya sporadis terjadi di sekitar Pasar Johar dan Hotel Dibya.
"Hotel Dibya Puri diserang karena menjadi markas pemuda selain itu para pemuda juga sering mengadakan pertemuan di sana," ungkapnya.
Namun, saat ini para pejuang kalah senjata. Hal itu membuat para pejuang kocar-kacir dan bergerak mundur ke sejumlah daerah untuk bersembunyi dan menyusun strategi.
"Para pejuang mundur ke Kampung Melayu, Pendrikan dan daerah-daerah lain," imbuhnya.
Selain untuk pertempuran, Christiono juga membenarkan jika Hotel Dibya merupakan salah satu penginapan terbaik pada masanya sekitar tahun 1800-an.
"Ada dua dulu Hotel Jansen dan Hotel Dibya ini yang terbaik," paparnya.
Wajar saja, lanjutnya, jika tokoh-tokoh nasional sepert RA Kartini , Soekarno dan Soeharto pernah menginap di hotel bersejarah tersebut.
"Bahkan saat orde baru Pak Harto (Soeharto) pernah membuat kebijakan jika ada kegiatan di Semarang pegawai negeri harus menginap di Hotel Dibya," ujarnya.
Sementara itu, penjaga Hotel Dibya, Mingan (64) mengatakan, kondisi Hotel Dibya sudah rusak. Bahkan, bangunan yang ada di dalam hotel juga ikut hancur.
Baca juga: Pintu Tribune 13, Saksi Bisu Hilangnya 131 Nyawa dalam Tragedi Kanjuruhan...
"Jadi saya takut kalau ada pengunjung yang masuk. Nanti kalau tertimpa sesuatu bahaya," ujarnya.
Menurutnya, sejak Mei 2008 hingga sekarang, bangunan Hotel Dibya belum ada perbaikan kembali. Hal itu membuat kondisi hotel mengalami kerusakan yang cukup parah.
“Sebelum tahun 2008 hotel ini masih operasional. Lalu hotel tutup,” katanya.
Ia menjelaskan, di dalam hotel terdapat fasilitas restoran, bar yang menyediakan minuman ringan, semuanya berada di lantai satu hotel. Sedangkan untuk kamar hotel yang paling luas, berukuran 5x 10 meter. "Ada sekitar 4 kamar, dan kamar lainnya ukuran standar,” imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.