KOMPAS.com - Ada yang unik pada acara pernikahan gaya Solo yaitu jamuan yang dihidangkan dengan tradisi piring terbang.
Jangan salah sangka, tradisi piring terbang tidak ada hubungannya dengan alien atau penampakan UFO ataupun pertunjukan menerbangkan piring-piring.
Baca juga: Makan Meja sampai Piring Terbang di Resepsi Pernikahan
Tradisi piring terbang adalah gaya jamuan pada acara pernikahan dengan cara penyajian hidangan dibawa langsung oleh pramusaji atau sinom untuk diserahkan kepada para tamu undangan.
Tamu undangan hanya perlu duduk, sementara sinom akan menyajikan hidangan secara berurutan mulai dari minuman, makanan pembuka, sajian utama, hingga makanan penutup.
Kesibukan para sinom yang membawa baki berisi sajian membuat seakan piring-piring tersebut beterbangan keluar masuk dapur, sehingga dinamakan tradisi piring tebang.
Baca juga: Resep Sup Matahari, Hidangan Khas di Acara Pernikahan Piring Terbang Solo
Dilansir dari laman resmi Pemerintah Kota Surakarta, sejarah tradisi piring tebang berkembang dan melekat sejak zaman Kerajaan Mataram.
Banyak yang mengira tradisi ini berasal dari kebiasaan di istana atau di sekitar pusat pemerintahan Kerajaan Mataram, namun nyatanya tradisi piring tebang justru berawal dari daerah pinggiran.
Baca juga: Piring Terbang, Penyajian Hidangan nan Unik pada Resepsi di Solo
Alasan munculnya gaya jamuan ini adalah karena penyelenggara acara kerap melihat banyaknya tamu undangan yang berdiri ketika menyantap hidangan.
Dengan maksud untuk menghormati tamu undangan yang sudah berkenan hadir agar tidak makan sembari berdiri, kemudian muncul tradisi piring terbang.
Hal ini juga bertujuan agar tamu merasa diperlakukan dengan baik layaknya seorang raja, sehingga lama-kelamaan gaya jamuan ini dianggap lebih bergengsi.
Tradisi piring terbang kemudian tak hanya berkembang sekitar wilayah Solo, namun juga menyebar ke daerah Wonosari, Klaten, dan Wonogiri.
Tradisi piring terbang tidak begitu saja mengeluarkan sajian ke hadapan tamu undangan, namun disajikan bertahap dan berurutan.
Dalam tradisi piring tebang biasa diterapkan urutan sajian dengan panduan USDEK atau Unjukan (minuman), Sup, Dhaharan (makanan utama), Es, dan Kondur (pulang).
Setiap sajian akan diberikan dengan jeda waktu tertentu agar tamu bisa menikmati hidangan dengan nyaman dan tidak terburu-buru.
Menu yang disajikan pertama adalah unjukan (minuman) yang biasanya berupa teh manis hangat yang didampingi dengan makanan pembuka seperti bolu/prol tape, risol/kroket, dan kacang goreng.