Kemudian sajian kedua berupa sup yang terkenal dengan sebutan sop manten, dengan citarasa gurih dan segar.
Selain sop manten, ada juga yang memilih menyajikan selat solo dengan citarasa manis dan gurih.
Sajian ketiga adalah dhaharan (makanan utama), yang biasanya berupa nasi, dengan lauk pauk lengkap seperti sambal goreng, cap cay, acar kuning, dan kerupuk.
Terakhir adalah es yang disajikan sebagai hidangan penutup, bisa berupa es puter, es krim, atau es buah.
Sajian es juga menandakan waktu undangan hampir berakhir, sehingga tak jarang es akan dikeluarkan agak sedikit lama dengan maksud agar para undangan bisa bercengkrama terlebih dulu.
Setelah es selesai dihidangkan adalah pertanda bahwa tamu undangan dipersilahkan untuk kondur (pulang).
Karena dalam tradisi piring terbang setiap hidangan disajikan berurutan dengan jeda waktu, maka tamu biasanya tidak boleh datang sesuka hati.
Waktu kedatangan tamu biasanya akan ditentukan supaya makanan yang dihidangkan masih dalam keadaan hangat atau segar.
Selain itu, tamu yang datang belakangan bisa merasa rugi karena melewatkan hidangan yang disajikan sebelumnya.
Walau tradisi piring terbang dianggap bergaya kuno, namun sampai saat ini masih kerap digunakan bahkan ditawarkan oleh vendor katering pernikahan.
Selain menjadi ciri khas, bagi masyarakat Solo dan sekitarnya tradisi piring terbang dianggap lebih bergengsi dan menunjukan rasa hormat kepada tamu daripada sajian dengan gaya prasmanan.
Hal inilah yang membuat tradisi piring terbang ini masih mendominasi konsep pernikahan di Solo dan masih eksis hingga saat ini.
Sumber:
https://surakarta.go.id/?p=24954
https://surakarta.go.id/?p=24859
https://jateng.tribunnews.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.