Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upah Disetarakan UMK Daerah, Guru Honorer Ini Bisa Tabung Biaya Pendidikan Anak dan Rintis Usaha

Kompas.com - 08/10/2022, 21:46 WIB
Titis Anis Fauziyah,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Awal mengajar sebagai guru agama di SMA Negeri 2 Semarang, pada 2015 Ahmad Munif hanya digaji kisaran Rp 1 juta. Ia bahkan pernah mengalami gaji Rp 150.000 per bulan saat mengajar di sekolah swasta.

“Saya harus menambal kebutuhan dengan mengajar les agama dan IT sepulang sekolah,” ungkapnya saat diwawancarai Kompas.com, Sabtu (8/10/2022).

Setelah Pemprov Jateng berinisiatif menaikkan derajat kesejahteraan guru honorer atau guru tidak tetap (GTT) di seluruh SMAN/SMKN pada 2019 akhir, dengan menyetarakan gaji terhadap UMK daerah, Munif sangat bersyukur.

Baca juga: Kisah Elmawati, 28 Tahun Jadi Guru Honorer di Bengkulu, Bertahan Hidup dengan Gaji Rp 700.000

Sejak awal Munif memang sudah bertekad mengabdikan diri dan mengamalkan ilmu agama yang dimilikinya. Namun dengan kebijakan tersebut, kerja para guru honorer lebih dihargai dan dipertimbangkan.

Guru seperti Munif, kini bisa menabung untuk biaya pendidikan anaknya yang nantinya ia harapkan akan terjun di bidang kedokteran.

“Untuk masuk kedokteran itu kan bisa sampai Rp 500 juta, jadi saya dan istri harus nabung dari sekarang” terang ayah dengan satu anak itu.

Kini Ia juga bisa merintis usaha sampingan berupa jasa multimedia. Mulai dari foto dan video wedding hingga digital marketing. Rencananya ia juga akan merambah jasa layanan streaming.

Sebelumnya, dengan gaji Rp 1 juta, Munif mengaku hanya cukup untuk bertahan hidup. Sementara untuk menyisihkan tabungan ia sangat kesulitan.

Dalam satu minggu, ia harus mengajar les privat di luar jam sekolah sebanyak 3 murid. Masing-masing diajari sebanyak dua kali dalam seminggu. Terdakang ia pulang jam 9 malam lantaran jadwal mengajar les berentetan.

Baca juga: 524 Guru Honorer Bengkulu yang Lulus Passing Grade Tak Diajukan Jadi PPPK

“Istri kerja jadi guru BK di SMK Perdana Gayamsari, tapi semua urusan keuangan dan tabungan saya serahkan istri,” imbuhnya.

Setelah upahnya sebagai GTT setara dengan UMK Semarang, Munif sedikit lebih lega. Ia memiliki banyak waktu untuk keluarga.

Kemudian pada akhir 2019 ia mulai membeli satu kamera digital profesional. Munif merintis usaha sampingan dengan waktu yang lebih fleksibel.

Ia mulai membuka kantor jasa multimedia di rumahnya. Ia bahkan menggandeng beberapa orang menjadi anggota krunya.

Seiring berjalannya waktu, ia bisa menambah investasi alat. Khususnya saat sebelumnya pandemic yang dirasa tak sepadat pembelajaran tatap muka.

Meski berhasil merintis usaha, ia tak mengesampingkan urusan mengajar. Disebutkan, dalam seminggu Munif mengajar sampai 36 jam pelajaran.

Baca juga: Cabuli Siswi SMP di Perpustakaan Sekolah, Guru Honorer Ditangkap

Ia bahkan terpilih menjadi guru penggerak kurikulum merdeka angkatan ke-7. Sekolahnya memiliki dua perwakilan guru penggerak. Namun Munif menjadi satu-satunya guru agama di Angkatan tersebut.

Sementara itu, Munif berharap pemerintah Kembali membuka seleksi PPPK. Posisinya sebagai guru honorer membuatnya cemas akan hari esok.

Pasalnya pada seleksi P3K sebelumnya taka da satu pun formasi guru agama. Padahal kebutuhan guru agama terbilang banyak.

“Sangat disesalkan guru agama pembukaan formasinya untuk provinsi SMAN dan SMKN di semarang tidak ada, padahal itu bisa dikatakan harapan baru bagi kami,” terangnya warga Pedurungan itu.

Ia sempat berkecil hati saat rekan guru yang terbilang baru masuk SMAN 2 sudah bisa bergabung ke P3K melalui tes. Sedangkan kesempatan tak terbuka untuknya dan guru agama lainnya.

Lalu menanggapi wacana penghapusan guru dan pegawai honorer, ia berharap agar dirinya dan pegawai lainnya bisa diangkat menjadi P3K.

Baca juga: Cerita Marga Cistha, Guru Honorer di Kediri yang Relakan Gaji untuk Bantu Siswa

Sementara untuk peningkatan kualitas pendidik, bisa dengan diupayakan dengan pelatihan, seminar, dan program lainnya.

“Mengingat pengabdian mereka yang begitu besar, dengan gaji yang dulunya sama pekerja pabrik juga kalah,” ungkapnya.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga sempat angkat bicara terkait hal itu.  Ia rasa perlu disediakan ujian khusus saat penerimaan PPPK untuk para honorer yang sudah lama mengabdi.

Karena mereka sudah punya skill, sudah punya keahlian yang memang benar-benar manfaat dalam ruang kerja.

“Pemda memang berharap agar ada ruang untuk tetap mengakomodasi tenaga honorer dengan tenaga tertentu,” tutur Ganjar saat kunjungan anggota DPR RI Komisi IX ke kantornya pertengahan September lalu.

Baca juga: Kisah Guru Honorer di Bandung Barat Hidupi 3 Anaknya dengan Upah Rp 250.000 Selama 35 Tahun

Menurut Ganjar, guru honorer yang sudah lama mengabdi tidak bisa disamakan seleksinya dengan fresh graduate. Namun diutamanan seleksi terhadap skill atau keterampilan yang sudah dikuasai di lapangan selama ini.

Sebagai informasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng mencatat, saat ini di Jateng terdapat GTT yang bernaung di bawah APBD sejumlah 6.006 guru.

Lalu pegawai honorer atau tidak tetap sebanyak 7.931 orang yang tersebar di 35 kabupaten kota. Sementara guru yang sudah P3K sebanyak 5.788 guru.

“Kalau memang kebijakan (penghapusan honorer) belum siap dan matang jangan tergesa-gesa, nasib orang banyak dan anak didik dipertaruhkan,” harap Munif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Kerajinan Tembaga Boyolali Ditemukan Tewas di Rumahnya, Diduga Dibunuh

Pengusaha Kerajinan Tembaga Boyolali Ditemukan Tewas di Rumahnya, Diduga Dibunuh

Regional
Puncak Gunung Lewotobi NTT Hujan Deras, Warga Diimbau Waspadai Banjir Lahar

Puncak Gunung Lewotobi NTT Hujan Deras, Warga Diimbau Waspadai Banjir Lahar

Regional
Pagi Berdarah, Suami di Ciamis Bunuh dan Mutilasi Istri di Jalan Desa

Pagi Berdarah, Suami di Ciamis Bunuh dan Mutilasi Istri di Jalan Desa

Regional
Kapal Logistik dari Malaysia Karam di Perairan Kepulauan Meranti

Kapal Logistik dari Malaysia Karam di Perairan Kepulauan Meranti

Regional
SDN 52 Buton Terendam Banjir, Pagar Sekolah Terpaksa Dijebol

SDN 52 Buton Terendam Banjir, Pagar Sekolah Terpaksa Dijebol

Regional
Tantang Mahyeldi pada Pilkada Sumbar, Bupati Solok Daftar ke Nasdem

Tantang Mahyeldi pada Pilkada Sumbar, Bupati Solok Daftar ke Nasdem

Regional
Kemeriahan BBI BBWI dan Lancang Kuning Carnival di Riau, dari 10.000 Penari hingga Ratusan UMKM dan Ekonomi Kreatif

Kemeriahan BBI BBWI dan Lancang Kuning Carnival di Riau, dari 10.000 Penari hingga Ratusan UMKM dan Ekonomi Kreatif

Regional
Bersengketa di MK, Penetapan Kursi DPRD Bangka Belitung Tertunda

Bersengketa di MK, Penetapan Kursi DPRD Bangka Belitung Tertunda

Regional
Banjir Luwu, Korban Meninggal Jadi 10 Orang, 2 Masih Dicari

Banjir Luwu, Korban Meninggal Jadi 10 Orang, 2 Masih Dicari

Regional
Capaian Keuangan Sumsel, Nilai Ekspor 503,09 Juta Dollar AS hingga NTUP Naik 1,5 Persen 

Capaian Keuangan Sumsel, Nilai Ekspor 503,09 Juta Dollar AS hingga NTUP Naik 1,5 Persen 

Regional
Pemprov Sumsel dan Pemerintah Kanada Perkuat Kerja Sama Tangani Perubahan Iklim lewat Sektor Pertanian

Pemprov Sumsel dan Pemerintah Kanada Perkuat Kerja Sama Tangani Perubahan Iklim lewat Sektor Pertanian

Regional
Gempa Bumi Magnitudo 4,9 Guncang Sumba Barat Daya NTT

Gempa Bumi Magnitudo 4,9 Guncang Sumba Barat Daya NTT

Regional
Seorang Ibu di Kupang Potong Tangan Anaknya hingga Nyaris Putus

Seorang Ibu di Kupang Potong Tangan Anaknya hingga Nyaris Putus

Regional
Aktivitas Gunung Ile Lewotolok Meningkat dalam Tiga Hari Terakhir, Status Siaga

Aktivitas Gunung Ile Lewotolok Meningkat dalam Tiga Hari Terakhir, Status Siaga

Regional
3 Tahun Bersembunyi Usai Membakar Rumah dan Sepeda Motor, 7 Pria di NTT Serahkan Diri ke Polisi

3 Tahun Bersembunyi Usai Membakar Rumah dan Sepeda Motor, 7 Pria di NTT Serahkan Diri ke Polisi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com