KOMPAS.com - Pemerintah Kota Ternate serius memperkuat identitas kota atau city branding dengan kampanye Ternate Kota Rempah. Wali Kota Ternate M Tauhid Soleman menjelaskan, pemilihan identitas Ternate Kota rempah bukan tanpa sebab.
"Saya sering sebut Ternate itu adalah titik nol dari perdagangan rempah, itu (rempah) yang (dulu) memicu orang Belanda dan Portugis datang," kata Tauhid saat berbincang di Kantor Kompas.com, Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Tauhid menambahkan, Pemerintah Kota Ternate telah memiliki roadmap yang harus dilakukan untuk memperkuat branding tersebut.
Ia mengatakan, pemilihan identitas Ternate Kota Rempah bukan semata-mata mengusung euforia sejarah. Tauhid ingin cerita tentang kekayaan rempah-rempah di Ternate itu bisa diubah menjadi nilai ekonomi bagi masyarakat.
"Yang paling penting bagaimana kita mengelaborasi semangat ini, nanti wujudnya ekonomi. Bagaimana kita konversi story telling (cerita) menjadi ekonomi," kata Tauhid.
Tauhid menceritakan awal mula pemilihan identitas kota tersebut. Menurutnya, ada tiga komiditi yang terkenal di Provinsi Maluku Utara, kopra, pala, dan cengkeh.
Komiditi kopra, kata dia, merupakan andalan masyarakat di Pulau Halmahera. Sementara pala dan cengkeh yang tergolong ke dalam rempah-rempah, merupakan komoditi utama yang ada di Ternate.
Baca juga: Mengapa Ternate Dapat Berkembang Menjadi Kerajaan Maritim?
Pala dan cengkeh juga yang membuat banyak pedagang dari Eropa, Arab, dan China, datang ke Maluku pada zaman dulu. Komiditi itu juga yang membuat pelaut dari Portugis dan Belanda tiba di Nusantara.
"Ternyata kota rempah itu bukan sesuatu yang baru, itu revitalisasi semangat kota rempah yang dulu jadi incaran Eropa," kata Tauhid.
Meski, kata Tauhid, petani masih mengeluhkan harga cengkeh yang belum terlalu bagus. Saat ini, harga pala masih cukup bagus.
"Kita minimal memmpertahankan identitas itu. dia komoditas lokal, di Gunung Gamalama itu di bawah kakinya berapa ratus meter ke atas, itu dipenuhi kebun cengkeh. Cengkeh dan pala itu khas, kita wajib melestarikan, dalam konteks sejarah dan konteks ekonomi," jelasnya.
Untuk memperkuat kampanye identitas Ternate Kota Rempah itu, Tauhid mengaku dibantu sejumlah pihak dan kelompok masyarakat, salah satunya Indonesia Creative Cities Network.
"Banyak yang membantu Ternate mencari identitas diri, itu diakui. Apakah Ternate cocok dengan Kota Rempah? Cocok, karena sejarah itu," kata Tauhid.
Program branding Ternate Kota Rempah itu telah berjalan sejak 2019. Tauhid menyebut, sejumlah perencanaan dan kegiatan untuk memperkuat identitas itu telah dilakukan.
Ia mencontohkan, upaya Pemkot Ternate melibatkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) berbasis rempah-rempah saat Pekan Olahraga Provinsi Maluku Utara.
"Termasuk terakhir itu kita menjadi bagian dari perjalanan muhibah budaya dan perjalanan jalur rempah, Ternate menjadi persinggahan. Kita ambil momennya, kita kenalkan budaya dan atraksi, sekaligus ekspo," kata Tauhid.