KOMPAS.com - Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki kain tradisional, yaitu tenun. Pembuatan kain Tenun NTT dikembangkan oleh setiap suku di NTT, secara turun temurun.
Kain tenun NTT dipandang sebagai benda berharga milik keluarga yang bernilai tinggi.
Pembuatan kain tenun NTT dilakukan dengan tingkat kesulitan tinggi. Hal ini karena, tenun dibuat dengan tangan dalam waktu yang tidak singkat.
Nilai tenun yang tinggi membuat harga kain tenun NTT dapat mencapai ratusan juta rupiah.
Proses pembuatan kain tenun NTT diawali dengan pemintalan kapas menjadi benang dan diikat. Kemudian, benang dicelupkan dalam pewarna
Tahap selanjutnya adalah pencelupan benang pada pewarna yang terbuat dari akar pepohonan.
Setelah, warna benang merata baru dilanjutkan dengan proses penenunan.
Biasanya, motif kain tenun mencerminkan alam, hewan, serta benda-benda lain yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia.
Namun saat ini, banyak kain tenun yang dibuat dari benang sintetis supaya dapat menjangkau pasar lebih luas.
Baca juga: Mengenal Kain Tenun Ikat Tanimbar
Menurut proses produksinya, kain tenun NTT dibagi dalam beberapa jenis, yaitu tenun buna, tenun ikat, dan tenun lotis atau sotis atau songket.
Tenun ikat adalah kain tenun yang proses pembuatan motif dilakukan dengan cara pengikatan benang.
Dalam tenun NTT, benang lungsi yang akan diikat untuk menghasilkan motif tertentu.
Benang lungsi adalah benang yang memanjang ke arah kain, sedangkan benang pakan adalah benang yang melintang ke arah lebar kain.
Tenun buna adalah menenun untuk membuat corak atau motif pada kain dengan menggunakan benang yang sudah diwarnai terlebih dahulu, sehingga menghasilkan motif yang indah.
Tenun lotis atau yang kerap disebut songket, proses pembuatannya mirip dengan tenun buna, namun identik dengan warna dasar gelap, seperti cokelat, hitam, biru tua, dan merah hati.