Mendekati penghujung tahun 1960, seluruh wilayah di Sumatera Barat pada akhirnya berhasil dikuasai oleh para tentara APRI.
Elemen sipil dan tentara diberi sebuah amnesti oleh pemerintah yang melui Keputusan Presiden No. 322 Tahun 1961 pada 22 Juni 1961.
Pada kenyataannya, amnesti tersebut tak memberi dampak karena masyarakat terutama pelajar dan mahasiswa masih hidup dalam tekanan selama bertahun-tahun.
Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) adalah gerakan militer yang dideklarasikan oleh Pemimpin Militer Indonesia Timur pada 1957.
Pemimpin Permesta adalah Kolonel Ventje Sumual, seorang perwira militer yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia.
Pemberontakan Permesta juga dilatarbelakangi dengan kekecewaan akan kebijakan pemerintah pusat yang dianggap mengistimewakan Pulau Jawa dibanding daerah lain.
Berkembangnya sentimen ini kemudian memicu timbulnya aspirasi untuk memisahkan diri dari Indonesia.
Bermula dari permintaan Gubernur Sulawesi Andi Pangerang Pettarani kepada perdana Menteri Ali Sastroamijoyo dan Mendagri R. Sunarjo pada 1957.
Permintaan itu adalah untuk mengupayakan otonomi yang lebih besar khususnya di Indonesia Timur, termasuk pembagian pendapatan pemerintah yang lebih banyak untuk proyek pembangunan di daerah.
Hal tersebut tidak mendapat tanggapan sehingga Andi Burhanuddin dan Henk Rondonuwu sebagai delegasi dari Sulawesi kembali ke Jakarta untuk kembali mendesak pemerintah pusat.
Panglima TT-VII Letkol Ventje Sumual juga mengupayakan hal yang sama namun gagal sehingga pada 2 Maret 1957, ia memproklamasikan keadaan perang untuk seluruh wilayah Indonesia Timur dengan Piagam Permesta.
Isi Piagam Permesta yaitu: "Pertama-tama dengan mejakinkan seluruh pimpinan dan lapisan masjarakat, bahwa kita tidak melepaskan diri dari Republik Indonesia dan semata-mata diperdjoangkan untuk perbaikan nasib rakjat Indonesia dan penjelesaian bengka-lai revolusi Nasional."
Dalam mengatasi pemberontakan Permesta, pemerintah memulai dengan mengupayakan perundingan untuk mengakhiri pemberontakan.
Pada 17 Desember 1960, Permesta menyetujui untuk mengakhiri pemberontakan karena pemerintah pusat bersedia membagi Provinsi Sulawesi menjadi dua provinsi yaitu Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, dengan ibukota di Manado.
Untuk menumpas pemberontakan, pemerintah juga melancarkan beberapa operasi militer, yaitu Operasi Merdeka, Operasi Tegas, dan Operasi Sadar.
Penumpasan pemberontakan Permesta juga disebut lebih sulit ditumpas dibanding pemberontakan lainnya karena adanya keterlibatan asing yakni Amerika Serikat.
Pada Oktober 1961, akhirnya seluruh wilayah yang dikuasai oleh pasukan Permesta berhasil kembali ke Republik Indonesia melalui operasi-operasi TNI tersebut.
Permesta resmi berakhir dengan pemberian amnesti dan abolisi kepada mereka yang terlibat Permesta melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 322 tahun 1961.
Sumber: kompas.com (1) (2), tribunnewswiki.com, ikpni.or.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.