Pada Agustus 1902, pasukan Teuku Chik Tunong dan Cut Meutia mencegat pasukan Belanda yang berpatroli di daerah Simpang Ulim Blang Nie dan berhasil merebut 42 pucuk senapan.
Namun dalam pertempuran tersebut suami Cut Meutia, Teuku Chik Tunong gugur.
Gugurnya pemimpin pasukan tidak memadamkan semangat untuk terus melakukan perlawanan terhadap Belanda, sehingga Cut Meutia mengambil alih posisi paling depan.
Cut Meutia gugur pada pertempuran di Alue Kurieng pada usia 40 tahun pada 24 Oktober 1910 dan dimakamkan di Pirak Timur, Aceh Utara.
Cut Meutia kemudian ditetapkan menjadi pahlawan nasional pada 2 Mei 1964 melalui SK No.107 Tahun 1964.
Teungku Muhammad Saman atau Chik di Tiro adalah sosok pahlawan nasional kelahiran 1836 di Pidie, Aceh.
Beliau adalah sosok yang mengumpulkan pejuang-pejuang Aceh yang tercerai berai untuk membentuk pasukan yang dikenal sebagai Angkatan Perang Sabil.
Angkatan Perang Sabil yang dibentuknya sangat diperhitungkan karena telah berhasil merebut benteng-benteng Belanda di Indrapuri, dilanjutkan ke daerah Samahani di akhir tahun 1881.
Pada 1885, pasukan Teungku Chik di Tiro kembali mencatat kemenangan dengan berhasil merebut benteng Aneuk Galong.
Tak mau berlama-lama diserang, Belanda akhirnya memakai "siasat liuk" dengan menyuruh penyusup untuk meracuni makanan Teungku Chik di Tiro.
Teungku Chik di Tiro wafat pada usia 55 tahun pada Januari 1891 di Benteng Aneuk Galong dan dimakamkan di Indrapura, Aceh Besar.
Teungku Chik di Tiro kemudian ditetapkan menjadi pahlawan nasional pada 6 November 1973 melalui SK No.087/TK/1973.
Teuku Umar adalah sosok pahlawan nasional kelahiran 1854 di Meulaboh, Aceh Barat.