TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Psikolog Rikha Surtika Dewi mengatakan ada beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua untuk mencegah bullying hingga apa yang harus dilakukan orangtua jika mengetahui anaknya jad korban bullying.
Dosen Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (UMT) Biro Psikologi Solusi dan Harapan Bunda Therapy Center ini mengatakan, untuk mencegah terjadinya bullying, baik membully ataupun dibully, anak mesti diberikan contoh langsung oleh orangtua atau orang dewasa yang ada di dekatnya.
Sebab seorang anak, biasanya tak cukup oleh nasehat, tapi melihat hal nyata dari orang dewasa terutama orangtua dan mencontohkannya.
Baca juga: Psikolog Ungkap Bahaya Bullying yang Sebabkan Bocah SD di Tasikmalaya Meninggal
Misalkan, anak melihat orang dewasa di dekatnya ceplas ceplos mengejek orang, pasti akan dicontoh paling dekat oleh anaknya sendiri.
Sehingga kasus bocah 11 tahun di Kabupaten Tasikmalaya yang meninggal usai dipaksa teman-temannya menyetubuhi kucing sambil direkam tak akan terulang lagi ke anak lainnya.
"Anak itu harus diberikan contoh langsung bersosialisasi atau batasan bergaul atau komunikasi langsung dengan orang lain," jelas Rikha kepada Kompas.com lewat telepon, Kamis (21/7/2022).
"Contoh langsung, anak itu tak pakai nasehat melihat orangtuanya atau orang dewasa di dekatnya secara real. Bisa berikan pemahaman langsung didampingi, misalkan sedang nonton tayangan harus diberi pemahaman. Kalau anak cenderung ke pembulian kita ingatkan langsung," tambah dia.
Baca juga: Bocah SD di Tasikmalaya Meninggal Usai Dipaksa Teman-temannya Setubuhi Kucing Sambil Direkam
Kemudian, orangtua atau orang dewasa di dekatnya selama ini mesti memberikan contoh yang baik dan mengetahui batasan antara candaan dan perbuatan bully.
Orangtua atau dewasa mesti berkomunikasi dengan anaknya dan membahas bagaimana sikap bully atau dibully terhadap teman-temannya yang merugikan orang lain.
"Kasih contoh dan pendampingan. Kalau perlu jadikan topikan obrolan anak dan orangtua, kadang anak gak ngerti bully itu apa. Bedanya becanda itu begini dan bully begini," tambah Rikha.
Selama ini, para orangtua mesti mengetahui pergaulan dan posisi bermain anak di mana dan kondisi lingkungannya seperti apa.
Jangan sampai anak bermain, orangtua hanya mengetahui saat berangkat bermain dan pulangnya kembali ke rumah.
"Coba telaah lingkungan anak seperti apa oleh orangtua. Orangtua harus tahu dengan siapa dan dimana lingkungannya tempat bermain anak, juga seperti apa. Jangan lengah main saja dan harus ditanyakan ke anaknya," kata dia.
Baca juga: Marak Kasus Bullying, Sekolah Didorong Terapkan Protokol Perlindungan Anak, Ini Tujuannya
Kalau sudah mengerti bully itu apa, anak dengan usia masih kecil dan sudah bermain dengan rekan sebayanya akan peka dan menjauhi lingkungan yang menilai bullying hal sepele.
Sehingga, anak akan terlindung dan membatasi gerak gerik membully orang lain dan menghindari menjadi korban bully.
"Karena anak itu resiliansi atau ke dianya bisa menyeleksi lingkungan. Misal oh ini begini, gak benar, lingkungan bully orang-orangnya dan akan dijauhin. Juga, misal lihat sikapnya suka ngejek, suka ngomongin orang lain, itu akan dijauhin," tutur dia.
"Hindari dan jangan terjerat di siklus anak yang teman-teman mainnya kental dengan pembullyan. Jauhkan saja anak di lingkungan itu. Saya banyak banget klien seperti ini (korban bully)," tutur dia.
Lantas bagaimana jika orangtua mengetahui jika anaknya menjad korban bullying?
Rikha mengungkapkan, segera investigasi. Fokus ke anaknya untuk menggali kejadiannya seperti apa selama bergaul dengan temannya.
Setelah itu, berikan pemahaman agar anak percaya diri dan segera menjauhkan anak dari lingkungan temannya yang akrab dengan bully.
"Langsung fokus ke anak, berikan pemahaman kepercayaan diri supaya gak takut gak punya teman lagi. Jauhkan di circle temannya itu. Soalnya, sekarang banyak anak sudah tahu bahwa di lingkungan temannya sudah gak benar, tapi masih ikut karena gak mau kehilangan teman," beber Rikha.
Kemudian, jika anak sudah mengalami kendala akut bullying seperti gejalanya sering menyendiri, pendiam, melamun atau bahkan tak mau makan dan minum apalagi depresi, segera tindak lanjut ke dokter, psikiater, atau psikolog.
Apalagi kalau sikap bullying teman-temannya sudah keterlaluan segera melaporkan kejadian itu ke pihak berwenang.
"Terpenting adalah orangtua berikan sikap rasa cinta percaya diri yang kuat kepada anak dalam masa pertumbuhan pergaulannya," pungkas dia.
Sebelumnya, seorang bocah umur 11 tahun kelas 5 SD di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dipaksa teman-temannya menyetubuhi kucing sembari direkam pakai ponsel sepekan lalu.
Akibat rekaman itu disebarkan teman-temannya, korban menjadi depresi tidak mau makan dan minum sampai kemudian meninggal dunia saat dirawat di rumah sakit pada Minggu (18/7/2022).
Selain menjadi korban perundungan selama masih hidup, bocah itu diketahui kerap dipukuli oleh teman-teman bermainnya selama ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.