"Sampai Malaysia, dokumen mereka dihilangkan, Handphone untuk komunikasi diambil. Kepada siapa mau mengadu kalau sudah begitu?" lanjutnya.
Menurut Faridah, mayoritas PMI yang berangkat illegal, lebih karena bertaruh nasib. Risiko mereka menggelandang dan telantar di negeri orang, seakan belum menjadi kekhawatiran di benaknya.
Terbaru, adalah kasus kaburnya 5 WNI asal Kalimantan Barat, dari Sarawak Malaysia, ke dataran tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, pada 2021 lalu.
Dari assesmen yang dilakukan DSP3A Nunukan, para WNI, direkrut melalui media sosial, dibuatkan paspor yang tidak terafiliasi dengan kertas kuning Disnakertrans, dan dikirim melalui jalur ilegal, tanpa adanya perjanjian kerja.
Para WNI tersebut akhirnya dipekerjakan pada bidang yang tidak sesuai perjanjian, dengan gaji sesuka hati majikan.
Dengan status mereka undocumented, melaporkan peristiwa yang dialaminya justru akan menyulitkan. Akibatnya mereka telantar, dan berusaha kabur, lalu memilih lari kembali ke Tanah Air.
Baca juga: Lihat Unggahan di Facebook, Orangtua Tunggal Asal Brebes Nekat Jadi PMI Ilegal
Sayangnya, mereka tetap memilih diam saat petugas ingin secara khusus menangani indikasi TPPO yang mereka alami.
Karena itulah, jelas Faridah, mereka harus merumuskan penanganannya, seperti siapa yang akan menjamin keamanannya, siapa yang bertugas mendampingi, mengedukasi, atau mencoba mengorek kisah mereka sebagai korban TPPO.
"Dengan demikian, penanganan bisa terarah dan ada perhatian khusus bagi tindak lanjut ke arah hukum atau psikologi korbannya," tambahnya.
Pemkab Nunukan mencatat, terdapat 13 indikasi TPPO selama 2019 hingga 2021. Dengan rincian 9 kasus pada 2019, dan 4 kasus pada 2021.
Faridah mengatakan, peran serta masyarakat dan ketua RT atau lurah sangat besar dalam upaya pencegahan TPPO.
“Harus melapor kalau ada warga baru 1×24 jam. Jangan dibiarkan saja. Perlu koordinasi dengan Disdukcapil juga untuk pendataan penduduk yang keluar masuk kabupaten Nunukan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.