Terkait dengan konteks tulisan ini, yaitu Candi Borobudur, tiket masuk kastil itu cukup murah bagi mahasiswa asing seperti saya.
Dan jauh lebih murah dibandingkan dengan tempat-tempat wisata komersial lain yang ada di sekitar situ.
Kesan saya, agar dikunjungi turis, tiket masuk ke obyek wisata kuno jangan mahal. Kemudian jangan ada pembedaan akses berdasar biaya.
Jangan sampai orang kaya dapat menyaksikan warisan budaya bangsa dengan naik candi hingga menggapai stupa, sedang orang kebanyakan hanya melihat dari kejauhan.
Ini akan menimbulkan kesan tidak adil bagi anak-anak, dan akan menjadi bahan gunjingan negatif yang terus menerus.
Pembatasan jumlah pengunjung boleh saja, namun atas dasar waktu pendaftaran atau pada sudut-sudut yang paling rentan, seperti yang diterapkan di kastil Inggris tadi.
Dapat antrean enam bulan lagi untuk naik candi tidak menjadi masalah, karena orang mengerti apa tujuan pembatasan itu.
Tidak naik ke tingkat paling atas juga tidak masalah karena orang juga tidak ingin melihat bagian paling atas candi roboh.
Demikian catatan saya tentang isu besar hari-hari ini. Pemerintah akan meninjau kembali keputusan tentang biaya naik candi Borobudur.
Jangan pernah lupa untuk mendengar suara rakyat, di samping pendapat para cendekiawan.
Adapun pertanyaan saya pada judul tulisan ini, saya tidak tahu jawabnya. Tentu pemerintah akan menjelaskannya secara terbuka kepada rakyat, karena biaya untuk pembangunan destinasi pariwisata super prioritas (DPSP), Candi Borobudur salah satunya, berasal dari rakyat pembayar pajak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.