"Dalam huruf Cacarakan ada istilah rarangken, kalau huruf besarnya ada Ha Na Ca Ra Ka, tapi ketika dibahasakan ada perubahan seperti kata Hirup ada Hi. Jadi dipelajari dari huruf Ha menjadi Hi itu ada rarangkennya. Ada tanda yang digunakan seperti penanda, maka akan berubah, begitu pula huruf-huruf yang lainnya," ujar dia.
Proses Mendapatkan Sertifikasi Penyuluh
Saat ini, kata Kang Alo, penyuluh di AKP baru ada lima orang. Kang Alo menceritakan bagaiman lika-liku mendapatkan pengakuan sebagai tenaga pengajar aliran kepercayaan.
"Penyuluh untuk kegiatan kemarin, ada lima orang, kebetulan semuanya hadir di wilayah Bandung," kata dia.
Demi menjadi seorang penyuluh terampil, ia dan anggota AKP lainnya mesti melalui jalan yang panjang.
Mulanya, kata dia, setiap organisasi kepercayaan mesti mendaftarkan calon penyuluh ke Direktorat Pendidikan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Kang Alo merupakan calon penyuluh pertama di wilayah Kecamatan Ciparay. Setelahnya, baru anggota AKP yang lain menyusul.
"Kemudian sama Direktorat diverifikasi seperti ijazahnya apa, terus peserta didiknya punya berapa, dan lain sebagainya," jelas dia.
Ia menjelaskan, anak didiknya tidak hanya diajarkan soal kurikulum aliran kepercayaan saja.
Namun juga, diberikan pelajaran tentang pendidikan formal layaknya pelajaran umum di sekolah.
"Selain di aliran kepercayaan saya juga ikut mengajar yang bukan penghayat. Karena pelajaran yang di laksanakan itu bukan hanya kegiatan belajar tentang pendidikan kepercayaan saja tapi juga pendidikan umum kaya sekolah," ungkapnya.
Baca juga: Eril Belum Ditemukan, MUI Jabar Imbau Masyarakat Shalat Gaib
Tak hanya itu, ada beberapa anak yang bukan dari AKP (pemeluk agama lain) yang ikut mempelajari tentang kurikulum aliran kepercayaan, seperti memahami tentang huruf Cacarakan.
"Terbuka, ada juga. Karena di kami juga ada yang Ayahnya penganut Kepercayaan dan Ibu Muslim, nah anaknya ikut juga ke sini," beber dia.
Kendati tak memiliki gelar sarjana pendidikan, ia tetap optimis mengajarkan anak-anak terutama penganut AKP tentang keragaman budaya.
"Saya juga bukan Sarjana Pendidikan, saya SPd otodidak, tapi saya sadar betul, tidak semua orangtua bisa memberikan kursus pada anaknya. Jadi kalau ada orangtua yang percaya, ya kita terbuka, karena pada dasarnya kita belajar bareng," kata Kang Alo
Lebih lanjut, ia menyampaikan inti dari proses pengajaran tersebut yakni membentuk anak-anak yang memiliki Budi Pekerti yang luhur.
Hal itu juga yang membuat adanya orang tua anak yang menitipkan anaknya meski bukan penganut AKP.
"Ya, dan kami lebih menerapkan Budi Pekerti sih. Makanya di sini mah yang lain bisa masuk karena mengajarkan budi pekerti," tambahnya.
Pembelajaran Saat Covid-19
Setelah Pandemi Covid-19 usai, baru kali ini penganut AKP bisa mengajarkan secara tatap muka.