SAMARINDA, KOMPAS.com – Tangis Rania (57) pecah ketika mencurahkan kekhawatirannya terdampak pembangunan ibu kota negara (IKN) di Sepaku, Kalimantan Timur (Kaltim).
Matanya berkaca-kaca. Air matanya menetes. Jilbab hitam yang ia gunakan dipakai melap cucuran air matanya.
Saat ditemui Kompas.com, Rania sedang duduk di warung sembako depan rumahnya di Jalan Negara, Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Sabtu (19/3/2022).
Persis samping rumahnya, berdiri patok batas kawasan inti pusat pemerintah (KIPP) yang dipasang akhir Februari lalu.
Baca juga: Cerita Warga di Sekitar IKN yang Lahannya Dipatok Masuk Kawasan Inti Pusat Pemerintahan
Ibu dua anak ini khawatir rumah, warung sembako dan kebun miliknya tergusur.
“Saya mohon kepada Bapak Jokowi sama pemerintah apabila tanah kami, tempat kami tinggal, kami harap diganti rugi sesuai,” ungkap Rania.
Rania mengaku, warung sembako kecil-kecilan yang ia buka sejak 15 tahun lalu ini, jadi satu-satunya penopang ekonomi dia dan keluarganya.
“Kami ini orang susah. Kami makan jualan sembako kecil-kecilan untuk makan sehari-hari. Saya kasih hidup diri, suami sudah tua, cucu dan anak saya tidak ada suaminya. Saya beli beras lima kilogram untuk tahan satu minggu,” kata dia.
Rania dan suaminya memiliki lahan seluas 18x50 meter dengan status segel.
Di atas lahan itu berdiri, satu bangunan rumah, warung sembako ukuran kecil, sisanya dijadikan kebun.
Kebun persis di belakang rumahnya, ada tanaman rambutan, mangga, cempedak, karet, hingga kelapa sawit.
Dia bilang, jika pembangunan IKN berdampak ke tanahnya, maka dia meminta ganti rugi bangunan rumah, kebun dan warung sembako sebagaimana yang dia miliki saat ini.
“Kalau tidak sesuai kami tetap di sini. Kami orang susah pak. Jangan kami disingkir di sini. Boleh kami disingkir tapi sesuai dengan ganti rugi. Bikin rumah buat kami, ada kebun buat kami, ada warung buat kami, kami tidak melarang ibu kota datang ke mari, kami sebagai masyarakat janganlah kami diganggu,” tutur dia.
Sekretaris Camat Sepaku, Adi Kustaman mengatakan, pemerintah sudah memasang 50 patok untuk mengamankan kawasan KIPP.
Baca juga: Jadi Penyangga Pangan IKN, Akan Ada 100.000 Hektar Sawah Baru di Tanah Bumbu Kalsel
Dari luasan KIPP 6.671 hektare yang dipatok sekitar 800–1.000 hektare yang masuk areal penggunaan lain (APL). Di atas lahan APL itu, sebagian besar dikuasai masyarakat.
“Otomatis bakal diungsikan (relokasi) karena masuk wilayah KIPP. Masyarakat harus siapkan diri. Masyarakat bisa minta ganti rugi berupa properti, lahan, duit atau pengganti lain yang disepakati," kata dia.
Adi mengaku, punya data jumlah warga yang lahannya masuk kawasan KIPP beserta jumlah bangunan.
Namun, dirinya belum bisa membeberkan karena masih data internal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.