Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warga di Sekitar IKN yang Lahannya Dipatok Masuk Kawasan Inti Pusat Pemerintahan

Kompas.com - 22/03/2022, 12:32 WIB
Zakarias Demon Daton,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com – Rania (57) kaget saat petugas datang dengan pengawalan ketat polisi mematok batas kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) ibu kota negara (IKN) di samping rumah akhir Februari lalu.

Warga RT 10 Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur (Kaltim) hanya terdiam. Awalnya dia tak tahu patok itu IKN. Dia baru tahu setelah baca tulisan pada papan plang "batas kawasan inti pusat pemerintah dilarang merusak”.

“Mereka datang langsung matok, tek tek tek (meniru bunyi ketukan saat mematok) langsung pergi. Baru saya baca plang, oh IKN,” kata dia saat ditemui Kompas.com di kediamannya, Sabtu (19/3/2022).

Baca juga: Jadi Penyangga Pangan IKN, Akan Ada 100.000 Hektar Sawah Baru di Tanah Bumbu Kalsel

Ibu dua anak ini mengaku tak mendapat pemberitahuan sebelum pematokan itu dilakukan, baik dari RT maupun lurah. Dia lalu bertanya ke RT. Penjelasan RT, kata dia, patok itu batas KIPP.

“Kata bu RT, nanti ada penjelasan dari lurah. Tapi sampai sekarang belum ada penjelasan,” tutur dia.

Kendati begitu, Rania tidak mempermasalahkan pematokan tersebut. Dia mendukung penuh IKN, asal pembangunan nanti, tak menggusur bangunan dan lahan miliknya.

Rania dan suaminya memiliki lahan seluas 18 x 50 meter dengan status segel. Di atas lahan itu berdiri, satu bangunan rumah, warung sembako ukuran kecil, sisanya dijadikan kebun.

Kebun persis di belakang rumahnya, ada tanaman rambutan, mangga, cempedak, karet, hingga kelapa sawit.

Dia bilang jika pembangunan IKN berdampak ke tanahnya, maka dia meminta ganti rugi bangunan rumah, kebun dan warung sembako sebagaimana yang dia miliki saat ini.

Baca juga: Pemerintah Siapkan Skema untuk Tarik Investor Proyek IKN Nusantara, Seperti Apa?

“Kalau hanya diberi rumah aja, mau makan pakai apa. Harus ada tempat usaha dan kebun, baru saya bisa angkat kaki,” kata dia.

Sebagai warga suku asli Paser, Rania ingin hidup tenang di tanah kelahirannya. Karena itu, dia meminta agar pembangunan IKN tak merampas hak masyarakat lokal.

“Ada IKN kita bersyukur, ramai. Tapi kita jangan ganggu kami, jangan gusur kami. Kalau membangun silahkan. Kami tinggal di sini sejak nenek moyang kami, saya mau mati di sini, kakek moyang kami lahirkan kami di sini," pungkas dia.

Warga lain, Yati Dahlia juga mengaku tak dapat pemberitahuan. Dia tidak melarang pemindahan IKN ke Sepaku. Namun, ia berharap pembangunan IKN bisa lebih partisipasif.

"Kami nggak ada pemberitahuann. Enggak ada diajak bicara. Kami enggak dipanggil koordinasi masalah itu. Lahan kami ikut kena," kata dia.

Baca juga: Wakil Kepala Otorita IKN: Kami Ingin Buat Keajaiban Tanpa Langgar Aturan

Rania (57) saat ditemui Kompas.com di kediamannya di RT 10 Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur (Kaltim), Sabtu (19/3/2022). ZAKARIAS DEMON DATON/KOMPAS.com Rania (57) saat ditemui Kompas.com di kediamannya di RT 10 Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur (Kaltim), Sabtu (19/3/2022).

"Kita nggak melarang cuma diundanglah biar kami tahu. Kami ingin semua orang di sini dilindungi. Sebelum ada perusahaan, orangtua saya sudah di sini," tambah dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

Regional
Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Regional
Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Regional
Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Regional
Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Regional
Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Regional
Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Regional
Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Regional
Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Regional
Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Regional
Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Regional
Menikah Lagi, Pria di Sumsel Luka Bakar Disiram Air Keras oleh Istrinya

Menikah Lagi, Pria di Sumsel Luka Bakar Disiram Air Keras oleh Istrinya

Regional
Duduk Perkara Rektor Unri Laporkan Mahasiswa yang Kritik Soal UKT

Duduk Perkara Rektor Unri Laporkan Mahasiswa yang Kritik Soal UKT

Regional
Truk Dipalak Rp 350.000 di Jembatan Jalinteng, Polisi 'Saling Lempar'

Truk Dipalak Rp 350.000 di Jembatan Jalinteng, Polisi "Saling Lempar"

Regional
9 Orang Daftar Pilkada 2024 di PDIP, Tak ada Nama Wali Kota Semarang

9 Orang Daftar Pilkada 2024 di PDIP, Tak ada Nama Wali Kota Semarang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com