PURWOREJO, KOMPAS.com- Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menggelar tradisi nyadran untuk menyambut Ramadhan pada Rabu (16/3/2022) siang.
Mereka bermunajat untuk keselamatan bumi Wadas dari segala bentuk perusakan dan perampasan lingkungan.
Agenda ini dimulai dengan berziarah ke makam-makam leluhur dan para pendiri Desa Wadas di Makam Pidikan dan Makam Dukuh Wetan.
Baca juga: Tinggi Banjir di Purworejo Capai 1 Meter, Lebih 1.000 Warga Sudah Mengungsi
Dilanjutkan dengan berziarah di Makam Krajan.
"Hari ini warga di Wadas rutinan ziarah di makam, ada tiga makam. Kita bergilir, ziarah kubur, sudah budaya lama turun temurun, setelah melakukan itu,. Kita melakukan pengajian di masjid," ungkap Siswanto (30) salah satu warga Dusun Randuparang Rabu (16/3/2022) malam.
Budaya yang telah dijaga selama ratusan tahun ini dilakukan dengan bersih-bersih makam para orangtua atau leluhur, membuat dan membagikan makanan tradisional, serta berdoa bersama di sekitar area makam.
Kegiatan ini dimulai pada pukul 11.00 WIB, Kemudian makan siang bersama (kembulan).
Dilanjutkan shalat dzuhur berjemaah di Masjid Nurul Huda.
"Itu yang ikut hampir 1.000 warga, anak-anak sampai orang tua, semua warga. Jadi kalau tujuan kami, masuk puasa mendoakan para leluhur kita," kata Siswanto.
Baca juga: Tebing Setinggi 15 Meter Longsor dan Timpa Jalan Raya di Purworejo
Tema pada Nyadran tahun ini yaitu Sadumuk Batuk, Sanyari Bumi, Ditohi Tekan Pati yang berarti bahwa tanah mempunyai makna yang sangat sakral, seperti nyawa bagi seseorang.
Begitu berartinya tanah bagi warga Wadas, sehingga para warga akan terus mempertahankan tanah.
Selain itu, warga akan tetap konsiten untuk merawat alam Desa Wadas demi masa depan anak cucu.
"Ini budaya rutin yang dilakukan warga, ketika tambang terjadi, budaya juga luntur, lahan yang menjadi rencana tambang tempat di mana petani mencari rezeki, seandainya terjadi (ditambang) warga tidak lunya pekerjaan lagi, otomatis warga nanti akan merantau karena tidak ada mata pencaharian," kata Siswanto.
Dengan hilangnya mata pencaharian, imbuhnya, budaya juga akan turut hilang.
Saat warga tidak bisa lagi mencari nafkah di Wadas kemungkinan besar tidak akan ada kehidupan lagi di Wadas.
"Jadi ya budaya juga hilang, kita berharap budaya ini juga terus ada, ini jadi ajang silaturahmi warga, selamanya ingin seperti itu (mempertahanlan budaya)," terangnya.
Disampaikan juga, sempat terjadi perdebatan antara warga dengan pemerintah soal mata pencaharian.
Pemerintah menjanjikan akan mempekerjakan warga, tetapi menurutnya yang akan dipekerjakan pasti orang muda.
"Jadi orang tua tidak dapat bekerja lagi, pemerintah juga berjanji tanah akan dikembalikan seperti semula setelah ditambang, sehingga bisa bertani lagi, tapi kan pengembaliannya juga lama, membesarkan pohon durian misalnya, bisa bertahun-tahun, sepertinya mustahil bisa dikembalikan," ungkapnya.
Baca juga: Didatangi Ganjar, Warga Wadas Minta Pembebasan Lahan Dihentikan Selama Ramadhan
Ditambahkan, keinginan warga hingga saat ini tidak berubah yakni menolak penambangan di Wadas serta cabut Izin Penetapan Lokasi (IPL) tambang andesit Wadas.
"Kita tetap menolak tambang, karena sejak awal prosesnya kita sudah menolak, kami tidak ingin ada kerusakan di wadas ingin kelestarian selamanya, apa pun yang kami suarakan diharapkan didengar oleh pemerintah," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.