PONTIANAK, KOMPAS.com - Sebanyak tiga tersangka tindak pidana korupsi pembangunan Madrasah Tsanawiyah Ma'arif Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar) resmi dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU) dan ditahan.
Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Kapuas Hulu Adi Rahmanto mengatakan, ketiga tersangka tersebut berinisial DA, AB, dan IDP.
"Kami menerima penyerahan tiga orang tersangka dan barang bukti dari penyidik Polres Kapuas Hulu dalam perkara dugaan korupsi pembangunan madrasah," kata Adi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/3/2022).
Baca juga: Anggota Fraksi PDI-P DPRD DKI Dipanggil KPK Terkait Kasus Dugaan Korupsi Formula E Jakarta
Menurut Adi, dugaan korupsi ketiga tersangka mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 2,7 miliar. Akibat itu, ketiganya dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara.
"Terhadap ketiga tersangka ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIB Putussibau untuk kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor di Pontianak," ucap Adi.
Sebagai informasi, kepolisian menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dana hibah pembangunan Madrasah Tsanawiyah (Mts) Ma'arif Nahdlatul Ulama Kapuas Hulu.
Dengan kerugian negara sebesar Rp 2,7 miliar dari anggaran sebesar Rp 6 miliar.
"Dari hasil pemeriksaan keterangan saksi dan barang bukti kami menetapkan tiga orang tersangka berinisial DA, AB, dan IDP," kata Kasat Reskrim Polres Kapuas Hulu Iptu Imam Reza kepada ANTARA, di Putussibau ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu, Senin 30 Agustus 2021.
Disampaikan Imam, pembangunan MTs Ma'arif Nahdlatul Ulama tersebut bersumber dari APBD Provinsi Kalimantan Barat Tahun Anggaran 2018 dengan total anggaran sebesar Rp 6 miliar yang disalurkan melalui rekening atas nama Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama Kapuas Hulu yang dipimpin oleh DA (tersangka).
Baca juga: Kronologi Terbongkarnya Customer Service Bank yang Diduga Korupsi Rp 6,1 Miliar
Pencairan dana tersebut dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama disalurkan pada 1 Maret 2018 sebesar Rp 4 miliar dan tahap kedua pada 21 Juni 2018 sebesar Rp 2 miliar.
Disebutkan Imam, bahwa sebelum pekerjaan dimulai, DA (tersangka) menyerahkan Rincian Anggaran Biaya (RAB) senilai Rp 3,6 miliar, yang dibuat oleh AB (tersangka) dan IDP (tersangka) diserahkan kepada AJ (pelaksana pekerjaan) tanpa memberitahukan RAB sebenarnya kepada pelaksana.
"Jadi saat pencairan tahap pertama, tersangka juga tidak melalui prosedur dengan mencantumkan dua spesimen tanda tangan pengurus lembaga," jelas Imam.
Dari pencairan tahap pertama tersebut kata Imam, tersangka DA hanya menyerahkan Rp 1,29 miliar kepada pihak pelaksana, untuk dilakukan pekerjaan pembangunan. Sedangkan sisanya sebesar Rp 2,710 miliar sebagian dimasukkan ke dalam rekening pribadi dan sebagian lagi disimpan di rumah tersangka.
Lebih lanjut, Imam menjelaskan pada 5 Juli 2018, tersangka DA menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah tersebut kepada Gubernur Kalimantan Barat, dengan keterangan bahwa pembangunan MTs Ma’arif Nahdlatul Ulama Kapuas Hulu sampai dengan 4 Juni 2018 telah mencapai progres fisik 60 persen.
Setelah itu, pada 5 Juli 2018 dilakukan lagi penarikan dana hibah tahap dua dari rekening lembaga sebesar Rp 2 miliar, dan diserahkan oleh tersangka DA kepada pelaksana pekerjaan sebesar Rp 2,10 miliar.
Baca juga: Jokowi: KY Harus Pastikan Calon Hakim Punya Rekam Jejak Terpuji, Berkomitmen Tinggi Perangi Korupsi