KOMPAS.com - Sejoli di Kabupaten Malang, Jawa Timur, diarak oleh warga karena diduga berzina.
Peristiwa ini terjadi di Desa Gondanglegi Wetan, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jumat (4/3/2022).
Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Gondanglegi Kompol Pujiyono membenarkan adanya kejadian itu.
Warga mengarak sejoli tersebut menuju Polsek Gondanglegi pada Jumat malam.
"Pengarakan itu dilakukan karena warga merasa geram dan resah atas dugaan perzinaan yang dilakukan sejoli itu selama ini," ujarnya, Minggu (6/3/2022).
Usai dibawa ke polsek, keduanya mengaku telah mempunyai suami dan istri. Namun, suami RS sudah lama bekerja merantau ke Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
"Saat dimintai keterangan, sejoli ini mengaku sudah berhubungan sejak tiga tahun yang lalu. Saat ini sejoli ini masih dalam proses pemeriksaan Polres Malang," ucapnya.
Baca juga: Viral, Video Sejoli di Malang Diarak Warga karena Diduga Berzina, Ini Kata Polisi
Sosiolog Universitas Brawijaya, Wida Ayu Puspitosari, menilai bahwa tindakan warga tersebut merupakan bentuk main hakim sendiri.
“Itu merupakan show of force (unjuk kekuatan), khususnya penegakan norma-norma sosial di level komunitas itu,” tandasnya dalam pesan WhatsApp kepada Kompas.com, Senin (7/3/2022).
Wida menyampaikan, pada kasus tersebut, masyarakat yang main hakim sendiri memiliki kekhawatiran bahwa perselingkuhan yang dilakukan sejoli itu akan mempengaruhi komunitasnya dan dicontoh warga yang lain.
Menurutnya, cara pandang masyarakat tersebut bisa saja dibentuk oleh media. Media, kata Wida, sangat mempengaruhi perspektif masyarakat dalam menilai fenomena sosial.
Baca juga: Kepala Pasar di Medan Dicopot Usai Video Perempuan Diarak Jadi Viral
Salah satunya contohnya adalah maraknya isu perselingkungan yang ditampilkan dalam sinetron.
“Kasus-kasus sinetron banyak yang membahas alur cerita penyimpangan dan kemesuman. Media mengangkat suatu hal menjadi 'hiper-realitas’. Dan masyarakat menilainya bahwa perilaku-perilaku seperti itu mewabah di masyarakat,” papar dosen Sosiologi Universitas Brawijaya, Malang, ini.
Akibatnya, masyarakat menjadi ketakutan, sehingga apabila ada kasus serupa, warga menjadi reaktif dan tidak kritis.
Selain itu, Wida juga menyoroti soal tipisnya privasi. Dia menuturkan, hal tersebut merupakan bagian dari budaya negara timur atau berkembang.
“Batas antara private dan public domain itu sangat tipis,” terangnya.
Baca juga: Tepergok Mesum di Kontrakan, Pasangan Ini Diarak kemudian Dinikahkan
Wida menambahkan, menguatnya komunalisme membuat masyarakat merasa bahwa menegakkan norma-norma dan nilai-nilai menjadi tanggungjawab bersama.
Jika terjadi penyimpangan terhadap norma yang dilanggar, maka dianggap sebagai ancaman terhadap kohesi sosial dan eksistensi masyarakat tersebut.
Baca juga: Ibu Muda Diperkosa Ramai-ramai dan Diarak di Jalan, Polisi Tahan 11 Orang
Lalu, apabila komunalisme dalam masyarakat tinggi, orang yang bersikap beda dari mayoritas justru akan dinilai sebagai deviant atau menyimpang.
“Masyarakat kita tidak biasa hidup dalam individualisme. Karena dalam konteks masyarakat di Indonesia, komunalisme merupakan bentuk dari social capital (modal sosial). (itu menjadi) survival tools bagi orang di saat susah,” sebutnya.
Baca juga: Dituduh Mencuri, 4 Perempuan Ditelanjangi dan Dipukuli Warga, Diarak di Jalan
Untuk menghindari kejadian serupa, Wida menyarankan agar ada perbaikan implementasi sistem hukum, termasuk memberikan pendidikan hukum ke masyarakat.
“Lalu menggerakkan institusi sosial di level komunitas, misalnya masjid, gereja; dan institusi formal, seperti sekolah; serta institusi keluarga untuk memberikan penyuluhan dan bimbingan terkait pendidikan remaja, seksualitas, kehidupan perkawinan, dan lain-lain,” pungkasnya.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Malang, Imron Hakiki | Editor: Pythag Kurniati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.