Sarina masih mencari cara menyembuhkan bekas luka bakar dan fungsi empat jemari anaknya. Namun, terkendala dana.
Dana kompensasi yang diterima Sarina dari negara, berdasarkan putusan pengadilan, hanya Rp 60 juta.
Menurutnya, dana itu hanya bisa menutupi biaya satu kali operasi saja di China, selebihnya ia dibantu donatur.
“Ada satu donatur (keturunan) China Palembang. Dia punya perusahaan di Jakarta bantu. Karyawan perusahannya ikut sumbang bantu Trinity,” kisah dia.
Usaha mencari donatur itu, kata Sarina oleh seseorang bernama Birgaldo Sinaga.
Birgaldo membuat tulisan tentang Trinity selama pengobatanya, dapat menggugah hati para donatur termasuk seorang keturunan Tionghoa asal Palembang itu. Namun, kini Birgaldo Sinaga itu sudah meninggal.
“Dia (Birgaldo) punya banyak follower (pengikut medsos). Melalui tulisan (unggahan) itu banyak donatur simpati. Tapi setelah dia meninggal sudah enggak ada lagi. Selama hidupnya dia banyak membantu kami,” terang Sarina.
Kompas.com melacak akun facebook bernama Birgaldo Sinaga. Dia penggiat media sosial yang meninggal karena terserang Covid-19 pada, Sabtu (15/5/2021). Melalui akun facebooknya, Birgaldo beberapa kali menulis kisah tentang Trinity.
Unggahan terakhirnya, pada 30 April 2021 berjudul “Bintang itu telah kembali”.
Tulisan yang mengisahkan tentang latihan tari balet Trinity itu, dikomentari 1.380 nitezen, 778 kali dibagikan dan 18.404 menyukai.
“Biasanya kalau ada donator, Pak Birgaldo minta nomor rekening kami, lalu diteruskan ke donatur,” kata Sarina.
Saat itu, total sumbangan yang masuk kurang lebih Rp 1 miliar. Uang itu dipakai untuk operasi Trinity di China selama setahun.
“Kalau kami sendiri enggak mampu. Sekali operasi (satu titik) saja Rp 60 juta. Ada beberapa kali (titik) operasi. Belum lagi operasional bolak-balik, biaya penginapan kami Rp 8 juta per bulan selama di sana,” kata dia.
Sarina merasa pintu donasi itu sudah tertutup setelah Birgaldo meninggal.
Sementara, ia bersama suaminya masih berusaha mencari cara agar operasi lanjutan untuk luka bekas bakar dan penyembuhan empat jemari tangan kiri Trinity bisa dilanjutkan.
"Tapi di luar negeri. Kalau di sini (Indonesia) kami takut," tutur dia.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtyas menyebutkan negara bisa menanggung operasi bedah estetika Trinity asal dilakukan di Indonesia.
"Kalau luar negeri enggak bisa, kesulitan kami di situ. Tapi kami juga cari pihak lain bantu, memang enggak mudah," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Minggu (23/1/2022).
Menurut Susilaningtyas, awal setelah kejadian, LPSK bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wahab Sjahranie di Samarinda untuk pengobatan medis, konseling psikis dan sosial secara gratis bagi Trinity dkk sampai sembuh total.
“Tapi mereka memilih berobat ke luar negeri, jadi negara enggak bisa tanggung,” kata dia.
Alasan Sarina membawa anaknya operasi ke China karena teknologi kesehatannya lebih canggih.
Dokter yang mengobati Trinity di China, menurut Sarina, memberi banyak perubahan dari kulit hingga gerak tangan, ketimbang pengobatannya di Indonesia.
Dokter Spesialis Bedah Plastik RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, dr. Yudhy Arius, SpBP-RE menyebutkan Trinity masih memiliki garisan parut bekas luka, berdasarkan foto ia terima dari Kompas.com.
“Berdasarkan gambar yang saya lihat ada garisan parut bekas luka bakar. Saya belum tahu yang dikeluhkan itu apa saja. Apakah hanya bekas luka, atau ada gangguan fungsi,” kata dia.
Jika keluarganya menginginkan bekas luka itu di operasi, maka bisa melalui beberapa tahap yakni suntikan untuk mengaburkan atau operasi lapisan silikon.
“Nanti di buang tipis lalu ditutupi dengan kulit lain. Tapi risiko timbul jaringan parut seperti itu tetap ada. Jadi seandainya keluarga minta mulus seperti semula enggak bisa, tetap ada bekas. Analoginya seperti dempul bodi mobil. Prosesnya sama, hanya ini kan kulit manusia,” kata dia.