Dikendalikan oleh rasa penasaran itu, tanpa sadar Si Mata Empat menyentuh lidah lawannya yang telah mati dengan ujung jari, lalu mengecapnya.
Si Mata Empat terkejut karena lidah lawannya itu terasa lebih pahit bahkan dibanding dengan brotowali.
Tanpa sadar apa yang dikecapnya adalah racun mematikan yang memang dimiliki Si Pahit Lidah.
Seketika tubuh Si Mata Empat membiru dan ia lalu tewas di tempat yang sama.
Akibat terlalu sombong, Si Mata Empat tak bisa menikmati kemenangannya dan malah tewas karena racun lawan yang ia binasakan.
Kedua jawara itu lantas dimakamkan oleh penduduk setempat di tepi Danau Ranau yang menjadi tempat pertarungan tersebut.
Cerita Si Pahit Lidah menyimpan pesan moral bahwa kekuatan yang diberikan oleh Tuhan seharusnya digunakan untuk berbuat kebaikan bagi sekitar.
Alih-alih tewas karena bertarung dan saling beradu kekuatan karena kesombongannya, Si
Pahit Lidah dan Si Mata Empat seharusnya menggunakan kesaktian mereka untuk kepentingan sesama.
Tak sekedar legenda, namun ternyata wisatawan bisa menemukan makam si Pahit Lidah tak jauh dari Danau Ranau.
Melansir Tribun Lampung, lokasi makam Si Pahit Lidah berada di Pekon Sukabanjar, Lumbok Seminung, Lampung Barat.
Jika ditempuh dari Kota Liwa dengan jarak tempuh sekitar 37 kilometer, wisatawan bisa sampai di tempat ini dalam waktu satu jam perjalanan.
Adapun lokasinya dari Kota Bandar Lampung berjarak sekitar 279 kilometer atau sekira 6 jam 40 menit perjalanan.
Di lokasi tersebut terdapat petilasan Si Pahit Lidah dan juga makam Si Mata Empat sesuai legenda yang diceritakan.
Sumber:
kebudayaan.kemdikbud.go.id
lampung.tribunnews.com