Salin Artikel

Legenda Si Pahit Lidah, Cerita Rakyat dari Sumatera Selatan: Pesan Moral dan Letak Makam

KOMPAS.com - Si Pahit Lidah merupakan judul sebuah cerita rakyat yang berasal dari Provinsi Sumatera Selatan.

Julukan Si Pahit Lidah diberikan kepada Pangeran Serunting yang memiliki kesaktian yang tak terkalahkan.

Banyak versi tentang cerita Si Pahit Lidah, salah satunya adalah cerita kala dirinya beradu kesaktian dengan Si Mata Empat.

Berikut adalah cerita lengkap dari legenda Si Pahit Lidah yang bisa Anda simak.

Legenda Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat

Alkisah di suatu tempat bernama Banding Agung terkenal dua jawara gagah berani bernama Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat.

Kedua jawara ini sama-sama disegani dan merasa bahwa dirinya adalah yang terhebat.

Karena kesombongannya itu, mereka sepakat untuk beradu kesaktian di depan umum.

Hal itu dilakukan untuk membuktikan siapakah jawara yang terhebat, Si Pahit Lidah atau Si Mata Empat.

Si Pahit Lidah memiliki kemampuan Serunting Sakti yang dapat memberi kutukan dengan lidahnya yang pahit.

Semua orang yang melawan Si Pahit Lidah akan dengan mudah dikutuk menjadi batu.

Sementara Si Mata Empat diam-diam menyimpan kesaktian yaitu memiliki dua mata di belakang kepalanya.

Itulah alasan Si Mata Empat dengan mudah menghindari serangan lawan dan selalu menang ketika berkelahi.

Kali ini untuk membuktikan kesaktian mereka, dibuatlah tantangan untuk tidur menelungkup di bawah pohon aren.

Agar bisa mengumpulkan kesaktian, mereka sama-sama diberi waktu untuk bersiap menghadapi adu kesaktian ini yang akan diselenggarakan di tepi Danau Ranau.

Tak disangka, kesempatan tersebut dimanfaatkan Si Mata Empat dengan berbuat licik agar bisa unggul dari Si Pahit Lidah.

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang, dan mereka segera mengundi siapa yang akan membuktikan kesaktiannya lebih dulu.

Adu kesaktian ini tidak dilakukan dengan cara berkelahi namun dilakukan dengan sebuat tantangan.

Tantangannya adalah salah satu dari mereka bergantian tidur di bawah pohon aren, sementara lawannya akan memotong tangkai buah dan bunga aren dari atas pohon.

Siapapun yang nantinya tertimpa buah aren itu maka akan kalah dan mengakui kekuatan lawannya.

Si Mata Empat mengambil kesempatan itu dan mempersilahkan Si Pahit Lidah untuk naik ke pohon aren.

Si Pahit Lidah lalu naik dan memotong dahan buah aren yang akan jatuh menimpa Si Mata Empat.

Tentunya Si Mata Empat dengan mudah bisa menghindar meski Si Pahit Lidah mencobanya sebanyak tiga kali.

Kini giliran Si Pahit Lidah yang harus tidur di bawah pohon aren, ia sudah merasa bahwa ajalnya telah dekat.

”Pahit lidah apakah kau sudah siap dengan kematianmu?” kata Si Mata Empat dengan sombongnya.

”Jangan banyak oceh! Cepat potong buahnya!” jawab Pahit Lidah.

Dengan cepat Si Mata Empat memotong buah aren, sementara Si Pahit Lidah tak sempat menghindar.

Terdengar erangan kesakitan dari bawah pohon, Si Mata Empat melihat Si Pahit Lidah sudah bersimbah darah dan tak lama kemudian tewas dengan mengenaskan.

Si Mata Empat tertawa puas melihat nasib lawannya, apalagi kini terbukti bahwa dia adalah jawara terkuat di wilayah tersebut.

Namun melihat tubuh Si Pahit Lidah terkulai lemas di tanah, timbul rasa penasaran Si Mata Empat.

Ia berpikir apakah sebutan Si Pahit Lidah adalah benar karena rasa lidahnya yang pahit?

Dikendalikan oleh rasa penasaran itu, tanpa sadar Si Mata Empat menyentuh lidah lawannya yang telah mati dengan ujung jari, lalu mengecapnya.

Si Mata Empat terkejut karena lidah lawannya itu terasa lebih pahit bahkan dibanding dengan brotowali.

Tanpa sadar apa yang dikecapnya adalah racun mematikan yang memang dimiliki Si Pahit Lidah.

Seketika tubuh Si Mata Empat membiru dan ia lalu tewas di tempat yang sama.

Akibat terlalu sombong, Si Mata Empat tak bisa menikmati kemenangannya dan malah tewas karena racun lawan yang ia binasakan.

Kedua jawara itu lantas dimakamkan oleh penduduk setempat di tepi Danau Ranau yang menjadi tempat pertarungan tersebut.

Pesan Moral dalam Legenda Si Pahit Lidah

Cerita Si Pahit Lidah menyimpan pesan moral bahwa kekuatan yang diberikan oleh Tuhan seharusnya digunakan untuk berbuat kebaikan bagi sekitar.

Alih-alih tewas karena bertarung dan saling beradu kekuatan karena kesombongannya, Si

Pahit Lidah dan Si Mata Empat seharusnya menggunakan kesaktian mereka untuk kepentingan sesama.

Tak sekedar legenda, namun ternyata wisatawan bisa menemukan makam si Pahit Lidah tak jauh dari Danau Ranau.

Melansir Tribun Lampung, lokasi makam Si Pahit Lidah berada di Pekon Sukabanjar, Lumbok Seminung, Lampung Barat.

Jika ditempuh dari Kota Liwa dengan jarak tempuh sekitar 37 kilometer, wisatawan bisa sampai di tempat ini dalam waktu satu jam perjalanan.

Adapun lokasinya dari Kota Bandar Lampung berjarak sekitar 279 kilometer atau sekira 6 jam 40 menit perjalanan.

Di lokasi tersebut terdapat petilasan Si Pahit Lidah dan juga makam Si Mata Empat sesuai legenda yang diceritakan.

Sumber:
kebudayaan.kemdikbud.go.id 
lampung.tribunnews.com 

https://regional.kompas.com/read/2022/02/21/212017578/legenda-si-pahit-lidah-cerita-rakyat-dari-sumatera-selatan-pesan-moral-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke