KOMPAS.com - Kendal merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang masuk bagian kota metropolitan Kedungsapur.
Kedungsapur adalah singkatan kota-kota penyangga Kota Semarang, yaitu Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, dan Purwodadi.
Kedunsapur dengan Kendal salah satu di antaranya merupakan kota metropolitan terbesar keempat di Indonesia, setelah Jabodetabek, Gerbangkertosusilo, dan Cekungan Bandung.
Baca juga: Sejarah dan Asal-usul Nama Sumatera, Pulau dengan 10 Provinsi yang Jadi Tujuan Para Pedagang Asing
Luas wilayah Kabupaten Kendal mencapai 1.118,13 kilometer persegi, dan dihuni oleh 1.032.816 jiwa berdasarkan data tahun 2021.
Eksistensi Kendal sebagai kabupaten dimulai saat masa kejayaan Kerajaan Mataram Islam.
Saat itu, ada seorang abdi dalem yang sangat rajin dan dikenal mencintai sesama manusia bernama Joko Bahu.
Kepribadian Joko Bahu ini menarik perhatian raja Mataram kala itu, Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Sultan Agung lantas mengangkat Joko Bahu untuk memimpin satu daerah yang kini disebut Kendal itu.
Pengangkatan Joko Bahu sebagai Bupati Kendal pertama terjadi pada tanggal 28 Juli 1605, dengan gelar Tumenggung Bahurekso.
Bahurekso tampak piawai dalam membangun wilayahnya. Dalam waktu singkat, Kendal sudah menjadi daerah yang maju.
Saat Mataram berniat mengusir VOC dari Batavia, Sultan Agung memanggil Tumenggung Bahurekso dan menunjuknya menjadi panglima perang Mataram.
Dalam penyerangan itu, Tumenggung Bahurekso dan dua putranya gugur di medan perang.
Masyarakat Kendal kemudian mengenang tanggal pengangkatan Tumenggung Bahurekso menjadi Bupati Kendal pertama yaitu tanggal 28 Juli 1605 sebagai Hari Jadi Kabupaten Kendal.
Meski baru berdiri pada masa Mataram Islam, namun nama Kendal sebenarnya sudah ada sejak Kerajaan Demak.
Daerah ini memiliki banyak sebutan di masa lalu, mulai dari Kendalpura, Kontali, atau bahkan Kentali.
Namun dalam Babad Tanah Jawi, disebutkan bahwa nama Kendal berasal dari nama Pohon Kendal.
Sebelum Kendal eksis sebagai kabupaten di masa Mataram, daerah ini dahulunya pernah menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit dengan pusatnya di Kaliwungu.
Asal-usul nama Kendal sendiri berkaitan dengan kisah Sunan Katong dengan Empu Pakuwojo.
Sunan Katong dan beberapa pengikutnya menetap di daerah Kendal untuk menyebarkan agama Islam.
Baca juga: Sejarah Kampung Inggris Pare, Destinasi Eduwisata di Jawa Timur
Namun di daerah itu ada seorang sakti bernama Empu Pakuwojo, yang juga pernah menjadi petinggi kabupaten bawahan Majapahit.
Singkat cerita, Sunan Katong dan Pakuwojo mengadakan adu kesaktian. Jika Pakuwojo kalah, maka dia akan mau memeluk agama Islam.
Dalam pertempuran satu lawan satu itu, keduanya saling adu kesaktian dalam waktu yang lama.
Namun rupanya Pakuwojo kian terdesak. Dia bahkan berniat untuk melarikan diri, hanya saja terus dikejar oleh Sunan Katong.
Hingga akhirnya Pakuwojo menemukan pohon besar yang berlubang. Maka dia pun masuk ke dalam lubang itu untuk bersembunyi.
Baca juga: Sejarah dan Asal-usul Bondowoso, Kota Tape Pemilik 1.215 Situs Megalitikum
Hanya saja, dengan kesaktiannya Sunan Katong bisa mengetahui keberadaan Pakuwojo dan menangkapnya.
Saat itulah Pakuwojo mengakui kekalahannya dan memeluk agama Islam.
Setelah itu, Sunan Katong memberi nama pohon tempat persembunyian Pakuwojo itu dengan nama Pohon Kendal yang artinya penerang.
Maksudnya, di pohon tersebut seorang sakti bernama Pakuwojo tercerahkan hatinya sehingga masuk Islam.
Kabupaten Kendal termasuk kabupaten/kota yang mendapat julukan sebagai Kota Santri.
Julukan Kabupaten Kendal tersebut berdasarkan banyaknya pondok pesantren di Kendal, terutama di daerah Kaliwungu.
Popularitas Kendal sebagai Kota Santri juga dikuatkan dengan penciptaan lagu “Kota Santri” yang dipopulerkan oleh Nasidaria dari Semarang.
Disebutkan bahwa pencipta lagu Kota Santri itu bernama Haji Suhaemi, seorang warga dari Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah.
Sumber:
Kendalkab.go.id