Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal-usul Selat Sunda dan Legenda Prabu Rakata Membelah Bumi

Kompas.com - 11/02/2022, 12:52 WIB
Dini Daniswari

Penulis

KOMPAS.com - Selat Sunda adalah selat yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera dan Laut Jawa dengan Samudera Hindia.

Selat Sunda memiliki titik tersempit dengan lebar sekitar 30 km.

Pulau-pulau kecil terdapat di selat ini, diantaranya pulau vulkanik Krakatau.

Selat Sunda menjadi jalur pelayaran penting. Lintasan utamanya mengalir dari Laut Cina Selatan ke Samudara Hindia. Lintasan serupa terdapat di Selat Malaka.

Dibandingkan Selat Malaka, lintasan Selat Sunda lebih pendek, sehingga kecil kemungkinan terjadi pembajakan.

Namun, Selat Sunda sedikit lebih berbahaya karena celah selatnya sempit dan banyak batu karang.

Baca juga: Cuaca Buruk di Selat Sunda, ASDP Akan Buka Tutup Penyeberangan Merak-Bakauheni

Sejak 2010, pemerintah berencana membangun jembatan di Selat Sunda, yang bernama Jembatan Selat Sunda.

Jembatan akan menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera.

Legenda Selat Sunda

Konon, terpisah pulau Jawa dengan Sumatera muncul dalam cerita legenda.

Dahulu, ada kerajaan yang dipimpin raja bernama Prabu Rakata.

Prabu Rakata mempunyai dua orang putra, yaitu Raden Sundana dan Raden Tapabaruna.

Saat itu, pulau Sumatera dan pulau Jawa masih menjadi satu berupa daratan.

Supaya dapat memberikan wilayah yang adil bagi kedua puteranya, raja menyepi dan berniat membagi wilayah kerajaan menjadi dua bagian.

Baca juga: Potensi Gempa Megathrust Selat Sunda Bisa Capai M 8,7, Ini Maksudnya

Maksud lainnya, pembagian itu supaya tidak terjadi perselisihan pada kedua puteranya.

Rencana pembagiannya, yaitu bagian timur merupakan daerah kekuasaan Raden Sundana, sedangkan di bagian barat merupakan wilayah kekusaan Raden Tapabaruna.

Kaputusan Prabu Rakata ini disepakati oleh kedua puteranya.

Lalu, Prabu Rakata menyepi dengan membawa sebuah guci kesayangan Prabu Rakata.

Beberapa tahun kemudian, saat Prabu Rakata masih menyepi, terjadi perang saudara antara kedua puteranya.

Peperangan itu terjadi karena Raden Sundana menyerang kerajaan milik Raden Tapabaruna untuk merebut dan menguasai wilayah.

Foto udara letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12/2018). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 17.22 Wib dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut).ANTARA FOTO/BISNIS INDONESIA/NURUL HIDAYAT Foto udara letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12/2018). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 17.22 Wib dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut).

Prabu Rakata mengetahui peperangan yang terjadi diantara kedua puteranya, ia segera mengakhiri pertapaan dan kembali ke kerajaan.

Baca juga: Terjadi 33 Kali Gempa Susulan di Selat Sunda, Ini Penjelasan BMKG

Prabu Rakata memanggil kedua puteranya, ia marah. Lalu, kedua puteraya diminta untuk berdiri di kekuasaan wilayah masing-masing dengan pasukan dibelakangkanya.

Prabu Rakata menyiram air dalam guci yang telah diisi air laut ke permukaan bumi, tepat di tengah-tengah kedua puteranya.

Lalu, guci diletakkan di tengah-tengah. Dengan guci itu, daratan terbelah.

Bumi bergetar dengan hebat hingga membentuk celah jurang.

Bumi semakin bergetar yang rekahannya merambat ke arah utara dan selatan sampai keduanya bertemu di ujung laut utara dan selatan.

Sehingga, sebuah selat terbentuk yang kemudian dinamakan Selat Sunda. Selat ini sebagai peringatan atas perbuatan putranya Raden Sundana.

Guci yang ditinggalkan berubah menjadi gunung yang diberi nama Rakata atau yang dikenal Krakatau.

Peristiwa dalam cerita tersebut menjadi awal sejarah terbentuknya Selat Sunda.

Baca juga: Gempa Banten Berpusat di Laut, Ini Sejarah Gempa dan Tsunami Selat Sunda

Sedangkan, guci berubah menjadi Gunung Krakatau.

Kisah legenda ini menjadi kepercayaan masyarakat.

Terbentuknya Selat Sunda dari Gunung Krakatau Purba

Gunung Krakatau Purba yang meletus pada 1883 dinyatakan oleh para ahli menyisakan kaldera (kawah) yang besar.

Letusan ini terdapat dalam teks Jawa Kuno yang diperkirakan berasal pada 416 Masehi yang menyatakan bahwa akan ada suara guntur yang berasal dari Gunung Batuwarna.

Suara tersebut diikuti dengan guncangan bumi yang menakutkan, lalu terjadi kegelapan diikuti petir dan kilat. Peristiwa selanjutnya datang badai dan hujan yang mengerikan. Badai tersebut menggelapkan seluruh dunia.

Lalu, banjir besar datang dari Gunung Batuwarna mengalir ke arah timur menuju Gunung Kamula. Kemudian, air memisahkan pulau Jawa dengan Sumatera.

Baca juga: Mengenang Letusan Krakatau 1883 dan Upaya Mitigasi di Selat Sunda

Cerita ini diyakini berasal dari Gunung Krakatau Purba. Gunung Batuwarna yang disebut-sebut dalam naskah kuno Jawa adalah Gunung Krakatau Purba.

Hingga kini, Selat Sunda merupakan salah satu wilayah yang kerap terjadi gempa

Sumber: hmgf.fmipa.ugm.ac.id, www.tribunnewswiki.com, dan p2k.unkris.ac.id

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mobil Travel Terjun ke Sungai di Musi Rawas, 4 Korban Tewas

Mobil Travel Terjun ke Sungai di Musi Rawas, 4 Korban Tewas

Regional
Laga Final Persib vs Madura, Polisi Pertebal Pengamanan

Laga Final Persib vs Madura, Polisi Pertebal Pengamanan

Regional
Jembatan Kawanua di Maluku Tengah Putus, Akses Transportasi 3 Kabupaten Lumpuh

Jembatan Kawanua di Maluku Tengah Putus, Akses Transportasi 3 Kabupaten Lumpuh

Regional
Trauma, Korban Banjir Lahar Dingin Sumbar Takut Masuk Rumah

Trauma, Korban Banjir Lahar Dingin Sumbar Takut Masuk Rumah

Regional
Detik-detik Waisak di Candi Borobudur, 866 Personel Gabungan Disiagakan

Detik-detik Waisak di Candi Borobudur, 866 Personel Gabungan Disiagakan

Regional
Remaja 16 Tahun di Buton Tengah Dicabuli 8 Orang Pria

Remaja 16 Tahun di Buton Tengah Dicabuli 8 Orang Pria

Regional
Pagi Ini Gunung Lewotobi Laki-laki 2 Kali Meletus

Pagi Ini Gunung Lewotobi Laki-laki 2 Kali Meletus

Regional
Wali Kota Makassar Danny Pomanto jadi Narasumber dan Penanggap di 10th WWF 2024

Wali Kota Makassar Danny Pomanto jadi Narasumber dan Penanggap di 10th WWF 2024

Regional
Kapal Nelayan Hilang Kontak di Perairan Rokan Hilir Riau, 2 Korban dalam Pencarian

Kapal Nelayan Hilang Kontak di Perairan Rokan Hilir Riau, 2 Korban dalam Pencarian

Regional
Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Cerah Berawan

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Regional
Rangkaian Kegiatan Hari Raya Waisak 2024 di Candi Borobudur Magelang

Rangkaian Kegiatan Hari Raya Waisak 2024 di Candi Borobudur Magelang

Regional
Dikepung Warga, Penculik Bayi 7 Bulan di Dompu NTB Berhasil Ditangkap Polisi

Dikepung Warga, Penculik Bayi 7 Bulan di Dompu NTB Berhasil Ditangkap Polisi

Regional
Puncak Perayaan Waisak di Borobudur, Ada Festival Lampion Ramah Lingkungan

Puncak Perayaan Waisak di Borobudur, Ada Festival Lampion Ramah Lingkungan

Regional
Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com