3. Belanda Memecah 2 Kesultanan
Pada awal abad XVIII, penjajah Belanda masuk memasuki Kerajaan Berau dengan kedok sebagai pedagang (VOC). Namun, kegiatan dilakukan dengan politik Devide et Impera (politik adu domba).
Kelicikan Belanda berhasil memecah belah Kerajaan Berau, sehingga kerajaan terpecah menjadi dua kesultanan, yaitu Kesultanan Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur.
Pada saat bersamaan, ajaran agama Islam masuk ke Berau yang dibawa oleh Imam Sambuayan dengan pusat penyebarannya di sekitar Sukan.
Baca juga: Mau Tahu Asal Usul Nama Pulau Derawan? Ini Kisahnya...
Sultan pertama di Kesultanan Sambaliung adalah Raja Alam yang bergelar Alimuddin (1800 - 1852). Raja Alam terkenal sebagai pemimpin yang gigih menentang Belanda.
Raja Alam pernah ditawan dan diasingkan ke Makassar (dahulu Ujung Panjang).
Untuk mengenang jiwa patriot Raja Alam, namanya diabadikan menjadi Batalyon 613 Raja Alam yang berkedudukan di Kota Tarakan.
Sedangkan, Kesultanan Gunung Tabur, sultan pertamanya adalah Sultan Muhammad Zainal Abidin (1800 - 1833).
Keturunananya meneruskan pemerintahan, sultan terakhir adalah Aji Raden Muhammad Ayub (1951 - 1960). Kemudian, wilayah kesultanan menjadi bagian dari Kabupaten Berau.
4. Sultan Muhammad Amminuddin Menjadi Kepala Daerah Istimewa Berau
Sultan Muhammad Amminuddin memerintah sampai adanya peraturan peralihan dari Daerah Istimewa menjadi Kabupaten Dati II Berau, yaitu Undang-undang Darurat tahun 1953. Tanggal terbit undang-undang tersebut menjadi Hari Jadi Kabupaten Berau.
Terbitnya Undang-undang No 27 tahun 1959, Daerah Istimewa Berau berubah menjadi Kabupaten Dati II Berau dan Tanjung Redeb sebagai ibu kota kabupaten.
Sultan Aji Raden Muhammad Ayub (1960 - 1964) menjadi Bupati Kepala Daerah Tk II Berau yang pertama.
Baca juga: Gempa Hari Ini: M 4,0 Guncang Kabupaten Berau Kalimantan Timur
5. Tanjung Redeb Sebagai Ibu Kota Untuk Mengenang Kesultanan Berau
Penetapan Kota Tanjung Redeb sebagai pusat pemerintahan Dati II Kabupaten Berau adalah untuk mengenang pemerintahan Kesultanan Berau.