Berjalannya waktu, dibangunlah penyeberangan yang menghubungkan Desa Anggadita Kecamatan Klari dan Desa Parungmulya Kecamatan Ciampel.
Jembatan itu berbahan kayu dan menyeberangi Sungai Citarum.
"Awalnya tidak ada kepikiran untuk berbisnis, niatnya menolong masyarakat. Namun membutuhkan perawatan, baik perahu, jalan, penerangan, hingga upah yang kerja," kata dia.
Baca juga: Wakil Bupati Karawang: Tak Perlu ke Luar Negeri, di Indonesia Saja
Jasa penyeberangan itu lalu dibanderol Rp 2.000 dan tak naik hingga kini.
Setiap hari ribuan karyawan pabrik hingga warga melintasi jembatan penyeberangan itu.
Karena pernah karam pada 2014, akhirnya Endang dengan para pekerja berputar otak, memikirkan konsep jembatan penyeberangan yang aman.
Ia mengaku pernah tiga kali mengganti perahu kayu. Kemudian teranyar menggunakan besi alias perahu ponton.
Modalnya jika ditotal dan dibuat sekaligus, menurut Endang, bisa mencapai Rp 5 miliar. Ia bahkan juga beberapa kali meminjam ke bank.
"Kita otodidak aja. Kita pikirkan juga safety-nya," ucapnya.
Baca juga: Pengamanan Natal dan Tahun Baru di Karawang, 825 Personel Gabungan Disiagakan di Sejumlah Titik
Pria 62 tahun itu mengatakan, setiap hari tak kurang dari 10.000 pengendara sepeda motor melewati jembatan perahu ponton itu.
Ia menyebut tak kaku mematok pengendara harus membayar Rp 2.000.
Sebab kadang ada yang membayar Rp 1.000 atau jika tidak membawa uang tak masalah jika tak membayar, apalagi jika warga sekitar jembatan.
"Pendapatannya tak kurang Rp 20 juta per hari," ucap dia.
Baca juga: Lewat Program Makmur, Produksi Padi Karawang Ditargetkan Naik Jadi 9 Ton per Hektare