Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Rahmad Maulizar, Antar 5.000 Anak Bibir Sumbing Dapatkan Operasi Gratis dan Senyum Baru

Kompas.com - 29/12/2021, 10:50 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

ACEH BARAT, KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 tak menyurutkan semangat Rahmad Maulizar, 29, untuk tetap menjangkau anak-anak penderita bibir sumbing di berbagai daerah di Provinsi Aceh.

Setelah melihat situasinya memungkinkan, dia segera memutuskan untuk kembali turun ke lapangan dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) ketat mulai pertengahan 2020.

Nyatanya, selama pandemi, handphone Rahmad tak juga berhenti berdering menerima panggilan dari masyarakat yang ingin mendaftar operasi bibir sumbing gratis.

Pria kelahiran Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Aceh itu merupakan seorang pekerja sosial di Yayasan Smile Train Indonesia di Aceh.

Sejak 2010, dia sudah aktif menjadi sukarelawan yang bertugas mencari penderita bibir sumbing untuk bisa dioperasi secara gratis.

Selama mengunjungi daerah-daerah, Rahmad hampir selalu meninggalkan nomor teleponnya pada orang-orang yang ditemui.

Nomor teleponnya juga telah disebar melalui media sosial maupun lewat banyak stiker, kalender, dan spanduk yang memuat informasi program operasi bibir sumbing dari Smile Train.

Alih-alih terganggu, Rahmad justru bahagia saat ada yang mengabarkan ada warga yang ingin dioperasi.

Nomor teleponnya selalu dia aktifkan 24 jam sehari seperti layanan darurat.

“Ketika ada telepon masuk, saya sebisa mungkin akan langsung merespons dan secepatnya akan mendatangi mereka yang membutuhkan penanganan bibir sumbing,” kata dia saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (28/12/2021).

Baca juga: Kisah Dokter Jailani 5.000 Kali Operasi Bibir Sumbing Gratis, Berikan Senyuman Baru bagi Penderita

Namun, selama pandemi Covid-19, Rahmad memang harus meminta maaf kepada warga karena ada kemungkinan tak bisa menjadwalkan pelaksanaan operasi bibir sumbing lebih cepat dibandingkan sebelumnya.

Pasalnya, pengurus Yayasan Smile Train Indonesia dan tim dokter dengan terpaksa telah memutuskan untuk mengurangi kuota tindakan operasi bibir sumbing gratis demi keamanan bersama di tengah wabah virus corona.

Sebelum pandemi, sedikitnya ada 8-10 orang yang bisa mengikuti operasi bibir sumbing gratis di Rumah Sakit Umum (RSU) Malahayati, Banda Aceh, setiap pekan.

Sementara, selama pandemi ini, kuota pasien yang dapat menjalani operasi dibatasi jadi 5-6 orang per pekan.

Dengan begitu, antrean operasi sementara ini bisa jadi lebih panjang daripada sebelum pandemi.

“Sebenarnya masih ada banyak keluarga yang membutuhkan pertolongan. Tapi semuanya perlu disesuaikan karena pandemi,” ujar dia.

Rahmad mengaku memahami betul keinginan para penderita bibir sumbing maupun para orang tua yang memiliki anak dengan bibir sumbing untuk bisa mendapatkan penanganan sesegera mungkin.

Bagaimana tidak, dirinya juga terlahir dengan bibir sumbing. Dengan kondisi bawaan itu, dia pernah merasakan sendiri sejumlah ketidaknyamanan dalam hidup.

Oleh sebab itu, dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk memastikan setiap penderita bibir sumbing yang telah mendaftar bisa menjalani operasi pada gilirannya.

Rahmad juga bertekat akan terus mencari anak-anak penderita bibir sumbing lainnya agar dapat dioperasi secara gratis dengan biaya ditanggung Yayasan Smile Train Indonesia.

Pengalaman mengidap bibir sumbing

Bukan hanya tak bisa makan, minum, atau berbicara dengan leluasa, Rahmad mengaku pernah juga merasa sulit untuk bisa punya teman di masa kecil karena memiliki bibir sumbing.

Ketika duduk di bangku sekolah dasar (SD), banyak teman-temanya malah sering meledek.

Mereka kerap mengecilkan hatinya dengan meniru suaranya yang sengau karena pengaruh bibir sumbing.

Alhasil, Rahmad kecil menjadi pribadi yang tak terlalu suka bergaul dengan teman-temannya di sekolah.

Baca juga: Viral, Video Bayi Baru Lahir dengan Bibir Sumbing Dibuang di Masjid, Tergeletak di Atas Sajadah

Sayangnya, aksi perundungan tak jarang dia dapatkan pula dari anak-anak lain di sekitar rumahnya.

Karena hal itu, Rahmad menjadi lebih suka berada di dalam rumah untuk bermain sendiri, belajar, atau membantu orang tua.

Keadaan pun tak begitu berubah ketika dia mulai beranjak remaja.

Rahmad yang saat itu sudah semakin paham bahwa dirinya terlahir berbeda dari kebanyakan orang, jadi merasa semakin minder.

“Saat itu saya mulai berpikir, ibarat mobil, saya ini punya bumper yang hancur. Tak enak dipandang. Saya tak nyaman, tak pede (percaya diri),” ungkap dia.

Rahmad akhirnya lebih banyak juga mengisi waktu remajanya dengan mengasingkan diri.

Beruntungnya, dia punya sosok ibu yang selalu bisa menjadi tempat untuk menumpahkan keluh kesah dan kesedihan.

Rahmad bercerita, sang ibu selalu membesarkan hatinya dengan mengatakan bahwa kekurangan yang dimiliki adalah kelebihan dalam bentuk yang lain.

Dia pun mencoba untuk tidak pernah kecewa terhadap Tuhan.

Rahmad meyakini apa pun yang sudah diberikan Tuhan, itu adalah yang terbaik.

Berkat operasi bibir sumbing

Pada 2004, sebelum bencana tsunami besar melanda Aceh, Rahmad pernah mendapat kesempatan untuk bisa menjalani operasi bibir sumbing.

Dia telah diupayakan oleh kedua orang tuanya untuk memperoleh penanganan medis perbaikan celah bibir dan langit-langit mulut.

Tapi, Rahmad menyebut, hasil operasinya itu ternyata tak sesuai dengan harapan, yakni tak terlalu bagus.

"Saya ingat, pada saat itu saya terus diajarkan untuk pandai bersyukur. Saya hanya kekurangan di bibir, sementara ada banyak orang lain mungkin tak bisa jalan karena mereka terlahir tanpa kaki,” ungkap dia.

Meski begitu, Rahmad mengaku tetap saja saat itu cukup sulit untuk bisa menghilangkan rasa kurang percaya diri hingga 100 persen karena punya bibir sumbing.

Baca juga: Hari Jadi Ke-728 Kota Surabaya, Pemkot Gelar Operasi Bibir Sumbing Gratis, Warga Luar Daerah Boleh Mendaftar

Rahmad remaja begitu berharap bisa memiliki bentuk bibir normal seperti kebanyakan teman-temannya.

Tapi, dia tak tahu harus berbuat apa untuk bisa mewujudkan keinginannya itu.

Rahmad saat itu tak berani juga memaksa kedua orang tuanya untuk membawanya kembali ke dokter agar bibirnya bisa dioperasi lagi.

Dia pun sempat pasrah dengan kondisi bibirnya yang belum bisa terlihat normal selayaknya orang lain.

Rahmad sudah berpikir akan terus hidup dengan bibir sumbing.

Namun, tiga tahun berselang, alam rupanya berkehendak lain.

Hak ini bermula ketika pada suatu pagi di akhir 2007, sebelum sampai ke sekolah dari rumah, dia memutuskan untuk ke sebuah warung kopi.

Di sanalah dia yang saat itu masih duduk di kelas 1 SMP Negeri 5 Meulaboh “dipertemukan” dengan sebuah koran yang memuat informasi mengenai kegiatan operasi bibir sumbing gratis di Banda Aceh.

Selang beberapa hari, dengan menumpang angkutan umum, Rahmad nekat pergi dari Meulaboh menuju ke Banda Aceh untuk mencari dokter yang melakukan operasi gratis tersebut.

Beruntung, dia berhasil menemui Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekontruksi–Estetik, dr. Muhammad Jailani, SpBP-RE.(K) yang dimaksud dan mendaftar program operasi bibir sumbing gratis yang ditanggung biayanya oleh Yayasan Smile Train Indonesia.

Pada 2008, Rahmad akhirnya bisa menjalani operasi bibir sumbing lagi.

Operasi dilakukan di RSU Malahayati, Banda Aceh.

Dia tak hanya sekali dioperasi untuk perbaikan celah bibir dan langit-langit mulut.

Ada beberapa tahapan operasi yang mesti Rahmad ikuti sampai pada akhirnya sumbing di bibirnya bisa hilang pada 2010.

“Saya bersyukur sekali ketika mendapatkan kesempatan dibantu operasi sampai beberapa kali oleh program Smile Train Indonesia,” ucapnya.

Baca juga: Sambut HUT ke-12 RSUD Suradadi, Sido Muncul Fasilitasi Operasi Bibir Sumbing 30 Orang

Titik balik

Sosok Rahmad MaulizarDokumen pribadi Rahmad Maulizar Sosok Rahmad Maulizar

Rahmad mengaku sangat bahagia ketika memiliki penampilan baru di wajah tanpa bibir sumbing mulai 11 tahun silam.

Tak ingin senang sendiri, dia pun saat itu langsung berinisiatif untuk mencoba membagikan informasi program operasi bibir sumbing gratis dari Smile Train ke warga Aceh lain yang mungkin membutuhkan.

Informasi disebar Rahmad melalui media sosial dan dari mulut ke mulut.

Aksi baiknya itu ternyata dilirik juga oleh Yayasan Smile Train Indonesia.

Di mana, tak berselang lama, Rahmad ditawari untuk menjadi sukarelawan di yayasan non-profit tersebut.

Dia diberi tantangan untuk sekaligus mencari penderita bibir sumbing sebanyak-banyaknya di Aceh agar bisa dioperasi secara gratis.

Gayung bersambut, Rahmad tanpa pikir panjang langsung menerima pinangan Smile Train.

“Setelah dioperasi saya memang sudah langsung meniatkan diri untuk bisa membantu orang lain. Jadi saya sangat siap ketika diajak menjadi sukarelawan,” ujar jelas.

Rahmad pada mulanya bergerak di kawasan Aceh Barat dan Nagan Raya.

Secara bertahap dia kemudian mulai memperluas jangkauan pencarian penderita bibir sumbing di Aceh.

Belakangan, Rahmad sudah bergerilya di lebih dari 23 kabupaten atau kota di Provinsi Aceh.

Daerah terpencil seperti Lokop, di Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur juga pernah dia sambangi.

Jarak Lokop ke Banda Aceh adalah lebih kurang 261 kilometer.

Agar bisa sampai ke pelosok daerah, Rahmad lebih sering memakai sepeda motor daripada mobil.

Jika tak menggunakan sepeda motor sendiri, dia bisa meminjam kendaraan operasional milik Smile Train.

Sementara, mobil dari Yayasan biasanya baru akan dia gunakan ketika ada agenda menjemput pasien untuk dioperasi di rumah sakit.

Per tahun ini, Rahmad berarti sudah 11 tahun menjadi sukarelawan di Yayasan Smile Train Indonesia dan tak menargetkan materi sebagai tujuan utamanya dalam bekerja.

“Uang memang saya butuhkan, tapi itu bukanlah satu-satunya yang bisa bikin saya bahagia selama ini. Nyatanya, saya sangat senang ketika saya bisa melakukan kegiatan sosial dan membantu orang lain," tutur dia.

Rahmad meyakini siapa saja yang mau dengan ikhlas menolong orang lain, kebaikan pasti akan kembali datang kepadanya bahkan bisa berkali-kali lipat.

Dia pun merasakan sendiri kenikmatan tersebut.

Rahmad bersyukur ketika bisnis pulsa elektrik dan jualan onlinenya masih bisa berjalan lancar di tengah-tengah fokusnya mencari anak penderita bibir sumbing.

Istrinya juga bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan untuk membantu perekonomian keluarganya.

Termasuk, pada tahun ini, dia tak menyangka akan dilirik oleh juri dalam pemilihan penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2021.

Pada Oktober lalu, Rahmad ditetapkan menjadi penerima apresiasi SATU Indonesia Awards untuk bidang kesehatan.

“Kalau rezeki, yakinlah Tuhan sudah tentukan. Tidak usah terlalu dirisaukan. Kuncinya adalah ikhlas saja jalani setiap kegiatan yang kita anggap baik dan bisa dapat bermanfaat bagi orang lain,” ucap dia.

Rahmad menyampaikan apresiasi yang diberikan oleh Astra tersebut telah semakin memotivasi dirinya untuk bisa mengantarkan senyum ke lebih banyak anak penderita bibir sumbing di Aceh.

Dia sendiri menganggap membantu orang lain adalah suatu kewajiban dan bisa membuat bahagia.

“Saya bersyukur selama ini sering diterima oleh orang tua pasien. Saya dijamu, dipersilakan tidur di sana ketika kemalaman, dan lain sebagainya. Ini kan juga termasuk rezeki yang saya terima. Saya jadi tambah saudara,” jelas dia.

Baca juga: Jaga Kesehatan Mental Anak Penderita BIbir Sumbing, Bagaimana Caranya?

Antar 5.000 anak dapatkan operasi

Pekerja sosial di Yayasan Smile Train Indonesia di Aceh, Rahmad Maulizar, 29, berfoto bersama anggota keluarga di Aceh yang memiliki anak dengan kondisi bibir sumbing untuk diikutkan dalam program operasi bibir sumbing gratis. Foto diambil belum lama ini. Dokumen pribadi Rahmad Maulizar Pekerja sosial di Yayasan Smile Train Indonesia di Aceh, Rahmad Maulizar, 29, berfoto bersama anggota keluarga di Aceh yang memiliki anak dengan kondisi bibir sumbing untuk diikutkan dalam program operasi bibir sumbing gratis. Foto diambil belum lama ini.

Sejak dioperasi oleh Yayasan Smile Train, Rahmad telah berkomitmen akan menghibahkan hidupnya untuk bisa membantu orang lain, terutama anak-anak penderita bibir sumbing di Aceh.

Bagaimanapun, dia sudah tahu betul bagaimana rasanya hidup dengan bibir sumbing.

Rahmad ingin agar anak-anak Aceh penderita bibir sumbing bisa mendapatkan senyum dan harapan baru.

“Pikir saya, jangan sampai ada anak-anak lain yang mengalami nasib serupa saya. Dengan bibir sumbing, anak-anak rawan dicemooh, hilang percaya dirinya, dan bahkan sulit berprestasi,” katanya.

Sejak Rahmad bergabung sebagai sukarelawan maupun pekerja sosial, jumlah tindakan operasi bibir sumbing gratis yang dibiayai Yayasan Smile Train pun meningkat tajam.

Tercatat, sedikitnya ada 6.000 tindakan operasi bibir sumbing gratis yang sudah dilakukan pada 2010-2021.

Jumlah itu jauh lebih banyak ketimbang sebelum Rahmad bergabung, yakni hanya 1.000 tindakan operasi untuk periode 2007-2010.

Jika dihitung dalam jumlah pasien, dari 6.000 tindakan operasi, kemungkinan sudah ada 5.000-an orang yang menjadi penerima manfaat.

Pasalnya, masing-masing pasien bisa membutuhkan jumlah penangaan yang berbeda, ada yang cukup sekali, ada yang lebih.

Di sini, Yayanan operasi bibir gratis oleh Yayasan Smile Train Indonesia telah berperan membantu mengembalikan senyum banyak penderita yang sempat hilang.

Sementara, Rahmad seperti menjadi orang yang mengantarkan senyum baru kepada para penderita.

“Kalau wajah dirasa sudah nyaman (setelah dioperasi), anak-anak kan diharapkan jadi pede. Nah, ketika hal itu terjadi, saya yakin mereka akan jadi lebih mudah dalam mewujudkan apa saja yang diinginkan,” jelas dia.

Rahmad menyampaikan sebagian besar pasien yang dia jemput dan antar untuk mengikuti operasi bibir sumbing gratis selama ini adalah anak-anak dari keluarga kurang mampu.

Dia menemukan banyak keluarga sebenarnya sudah punya keinginan untuk bisa mengoperasi anak mereka, tapi terkendala dana.

Biaya yang dibutuhkan untuk penanganan operasi bibir sumbing bisa mencapai Rp25 juta.

Sementara, ketika mengikuti program Smile Train, calon pasien hanya perlu memastikan kondisi kesehatannya.

Setelah itu, mereka tinggal datang ke RSU Malahayati dan mengikuti operasi yang sudah dijadwalkan.

“Semua kebutuhan pasien di rumah sakit, mulai dari pemeriksaan kesehatan, operasi, pengobatan, dan kamar akan ditanggung Program Smile Train Indonesia,” jelas Rahmad.

Bahkan calon pasien yang bertempat tinggal tinggal jauh dari rumah sakit sekarang bisa juga memanfaatkan rumah singgah yang telah disediakan Smile Train dan para donatur.

Rumah singgah dapat dipakai oleh pasien untuk beristirahat lebih dulu sebelum menjalani operasi, termasuk bagi anggota keluarga yang mengantar.

"Misalnya, ada calon pasien yang rumahnya 15-18 jam dari Banda Aceh. Mereka bisa datang ke rumah singgah lebih dulu," katanya.

Baca juga: Paparan Pestisida Berlebihan Bisa Sebabkan Bibir Sumbing

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, Rahmad menyebut penderita bibir sumbing di Aceh mayoritas disebabkan oleh buruknya asupan gizi ibu di masa kehamilan.

Maka dari itu, selama menemui masyarakat, dia pun seringkali tutut menyosialisasikan informasi mengenai pentingnya ibu hamil dalam menjaga asupan nutrisi sehari-hari.

Dalam upaya memberikan edukasi kepada masyarakat ini, termasuk menjaring anak penderita bibir sumbing di Aceh, Rahmad sangat berharap bisa mendapatkan dukungan dari para pemuda lain dan masyarakat luas.

Kedua hal ini penting untuk membantu anak-anak di Aceh khususnya agar jangan sampai kehilangan senyum mereka karena bibir sumbing.

“Saya mengajak anak-anak muda, mari kita berlomba-lomba membuat orang lain senang. Minimal kita bisa bantu masyarakat di sekitar dan menolong tidak harus dengan materi, tapi bisa juga dengan tenaga," ujar dia.

Sementara itu, seorang warga Desa Bangkeh, Kecamatan Geumpang, Kabupaten Pidie, Aceh, Fatimah, 32, merasa sangat bersyukur ketika bisa bertemu dengan Rahmad pada awal 2020.

Caption:
Warga Desa Bangkeh, Kecamatan Geumpang, Kabupaten Pidie, Aceh, Fatimah, 32, berfoto bersama putranya, Musa, 2, yang sudah tidak lagi memiliki bibir sumbing karena setelah dioperasi sebanyak tiga kali lewat program Smile Train Indonesia. Ketika mengikuti program tersebut, Fatimah tak perlu mengeluarkan sepeser pun untuk tindakan operasi yang ditujukan pada Musa. Dia bisa ikut program setelah mendapatkan nomor Rahmad Maulizar. Foto diambil pada Kamis (25/11/2021). Fatimah Caption: Warga Desa Bangkeh, Kecamatan Geumpang, Kabupaten Pidie, Aceh, Fatimah, 32, berfoto bersama putranya, Musa, 2, yang sudah tidak lagi memiliki bibir sumbing karena setelah dioperasi sebanyak tiga kali lewat program Smile Train Indonesia. Ketika mengikuti program tersebut, Fatimah tak perlu mengeluarkan sepeser pun untuk tindakan operasi yang ditujukan pada Musa. Dia bisa ikut program setelah mendapatkan nomor Rahmad Maulizar. Foto diambil pada Kamis (25/11/2021).

Dia bisa menemui Rahmad setelah mencari informasi layanan bibir sumbing secara online.

Ketika mendapatkan nomor telepon Rahmad, Fatimah tanpa pikir panjang untuk langsung meneleponnya.

Dia meminta bantuan kepada Rahmad agar anaknya yang mengidap bibir sumbing, Musa, bisa dioperasi lewat program dari Smlie Train.

“Dalam kondisi yang sudah bingung dan tak tahan, saya lalu cari informasi di internet untuk penanganan bibir sumbing. Kebetulan saya dapat nomor telepon Pak Rahmad. Tanpa piker panjang, saya langsung telepon untuk cerita kondisi Musa,” ungkap dia.

Fatimah senang saat itu Rahmad merespon dengan antusias dan juga memberikan solusi.

Setelah hadir ke rumahnya untuk memastikan kondisi Musa, kata dia, Rahmad tidak berselang lama lantas mengatur jadwal operasi bagi anaknya itu.

Musa total harus dioperasi sebanyak tiga kali. Operasi pertamanya telah dilakukan pada Februari 2020 saat usianya masih sekitar 7 bulan.

Fatimah pun sangat bersyukur sumbing di bibir anaknya kini sudah hilang.

Tak mau menutupi perasaan, dia mengaku sempat stres dan drop ketika memiliki anak dengan bibir sumbing.

Pertama, dia merasa sangat kasihan dengan Musa yang tak bisa makan dan minum dengan leluasa.

Fatimah juga mengkhawatirkan masa depan musa, apakah akan diterima di lingkungan atau tidak.

Di samping itu, dia pun merasa stres karena mendapatkan tekanan dari luar.

“Awalnya saya coba terima punya anak dengan bibir sumbing. Tapi lama-lama, saya tak tahan. Saya stres sekali saat itu karena mendapat ocehan buruk dari keluarga dari tetangga soal Musa,” ujar dia.

Fatimah menyebut masih ada anggota keluarga besar dan tetangganya yang menganggap bibir sumbing adalah sebuah kutukan.

Baca juga: Penyebab Bibir Sumbing, Bagaimana Bisa Terjadi?

“Oleh Pak Rahmad, saya kemudian dimasukkan juga ke grup WA (WhatsApp) yang berisi ibu-ibu hebat yang memiliki anak anak dengan kondisi bibir sumbing. Di situlah saya timbul semangat lagi dan syukur kondisi bibir Musa kini sudah baik,” kata dia.

Karena sudah merasa tertolong dengan program operasi bibir sumbing gartis dari Smlie Train yang dibawa Rahmad, Fatimah kini jadi ikut mempromosikan program tersebut.

“Saya terinspirasi saja dengan Pak Rahmad. Dia itu jiwa sosialnya tinggi sekali. Saat operasi saja, saya merasa Musa itu kaya dianggap jadi anaknya sendiri. Sekarang juga Pak Rahmad masih sering tanya kabar. Jadi tidak selesai begitu saja habis operasi,” ujar Fatimah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hubungan Asmara Sesama Jenis di Balik Pembunuhan Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali

Hubungan Asmara Sesama Jenis di Balik Pembunuhan Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali

Regional
Sempat Ditutup 6 Jam, Akses Padang-Solok Dibuka Kembali

Sempat Ditutup 6 Jam, Akses Padang-Solok Dibuka Kembali

Regional
Maju Pilkada Banten 2024, Arief R Wismansyah Ikut Penjaringan 3 Partai

Maju Pilkada Banten 2024, Arief R Wismansyah Ikut Penjaringan 3 Partai

Regional
Bocah Penjual Kue yang Tewas Kecelakaan di Pontianak Dikenal Gigih, Emoh Pulang Sebelum Dagangan Habis

Bocah Penjual Kue yang Tewas Kecelakaan di Pontianak Dikenal Gigih, Emoh Pulang Sebelum Dagangan Habis

Regional
Soal Pengangguran, Pj Gubernur Sebut Banten Jadi Tujuan Mencari Pekerjaan

Soal Pengangguran, Pj Gubernur Sebut Banten Jadi Tujuan Mencari Pekerjaan

Regional
Naskah Kuno Banyuwangi Diusung Perpusnas Masuk ke Ingatan Kolektif Nasional 2024

Naskah Kuno Banyuwangi Diusung Perpusnas Masuk ke Ingatan Kolektif Nasional 2024

Kilas Daerah
Bikin Gempar Undip, Nicholas Saputra Motivasi Mahasiswa Hadapi Ketidakpastian Masa Depan

Bikin Gempar Undip, Nicholas Saputra Motivasi Mahasiswa Hadapi Ketidakpastian Masa Depan

Regional
LKPD Kabupaten HST Kembali Raih Opini WTP dari BPK

LKPD Kabupaten HST Kembali Raih Opini WTP dari BPK

Regional
3 Warga Gunungkidul yang Jalan Kaki ke Jakarta untuk Temui Prabowo Sampai Purworejo, Minta Jalan Tol Masuk Gunungkidul

3 Warga Gunungkidul yang Jalan Kaki ke Jakarta untuk Temui Prabowo Sampai Purworejo, Minta Jalan Tol Masuk Gunungkidul

Regional
Banjir Rob Pantura Sayung Demak Mulai Surut, Pemotor: Masih Mengganggu

Banjir Rob Pantura Sayung Demak Mulai Surut, Pemotor: Masih Mengganggu

Regional
PAN Usung Istri Bupati di Pilkada Kabupaten Solok 2024

PAN Usung Istri Bupati di Pilkada Kabupaten Solok 2024

Regional
Gunung Ile Lewotolok Meletus 65 Kali Selama 6 Jam, Status Siaga

Gunung Ile Lewotolok Meletus 65 Kali Selama 6 Jam, Status Siaga

Regional
Polisi Tangkap Penipu Modus Jual Barang di Aplikasi Belanja Online

Polisi Tangkap Penipu Modus Jual Barang di Aplikasi Belanja Online

Regional
Kecelakaan di Pontianak, 2 Bocah Penjual Kue Meninggal

Kecelakaan di Pontianak, 2 Bocah Penjual Kue Meninggal

Regional
Longsor di Sitinjau Lauik, 2 Warga Dilaporkan Hilang, Diduga Tertimbun

Longsor di Sitinjau Lauik, 2 Warga Dilaporkan Hilang, Diduga Tertimbun

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com