KUPANG, KOMPAS.com - Keberadaan elang flores di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), terancam punah.
Populasinya saat ini hanya tersisa 100 pasang di alam liar.
Informasi itu disampaikan Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang, Erwin, saat memberikan sambutan dalam acara peluncuran program penelitian dan pengembangan adopsi sarang burung terancam punah elang flores yang digelar di Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende, Selasa (30/11/2021).
Baca juga: Hanya Tersisa 10 Ekor Elang Flores di Kawasan Taman Nasional Kelimutu
Acara peluncuran itu dihadiri secara langsung maupun virtual, oleh sejumlah pejabat dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, Bupati Ende Djafar H Achmad, Wakil Bupati Ende Erikos Emanuel Rede.
Kemudian, Dandim Ende Letkol Infanteri Nelson Paedo Marpaung, Kepala Balai Taman Nasional Kelimutu Hendrikus Rani Siga, Direktur AirNav Indonesia, serta sejumlah pejabat lainnya.
Erwin menuturkan, sejak tahun 2015, elang flores tercatat berada di wilayah Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende, bahkan membuat sarang dan berkembang biak.
Pada tahun 2019, beberapa masyarakat berinisiatif membentuk kelompok peduli elang flores atau disebut Jatabara.
Erwin menjelaskan, Jatabara dalam bahasa Ende Lio berarti elang besar berwarna putih.
Kelompok Jatabara difasilitasi oleh Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan Wolojita serta Balai Taman Nasional Kelimutu Ende.
Sejak saat itu, kata dia, pembinaan terhadap kelompok ini rutin dan menjadi bagian dari kelompok binaan Taman Nasional Kelimutu.
Baca juga: Anak Sekolah di Ibu Kota Flores Timur Masih Belajar Pakai Pelita, Begini Tanggapan PLN
Meski habitat elang flores di Hutan Otoseso, Wolojita, berada di luar kawasan Taman Nasional Kelimutu, tetapi pendampingan terus diberikan.
Mengingat Wolojita merupakan daerah penyangga kawasan taman nasional serta elang flores.
"Melihat adanya antusiasme dan dan partisipasi aktif masyarakat dalam usaha pelestarian elang flores, kami berinisiatif untuk memberikan apresiasi kepada masyarakat pelestari elang flores dalam bentuk program kegiatan yang berdampak positif tidak hanya bagi elang flores sebagai satwa obyek, namun juga kepada komunitas," ujar Erwin.
Baca juga: Guru di Flores Timur yang Cabuli Siswinya Terancam 15 Tahun Penjara
Menurut Erwin, program adopsi sarang elang flores dijalankan oleh tim yang dikomandoi oleh Oki Hidayat, salah satu staf peneliti yang telah meneliti burung-burung yang ada di NTT selama 11 tahun.
Erwin menyebutkan, pada tahun 2021, satu anak elang flores telah menetas dan tumbuh sehat.
Berdasarkan laporan dari tim di lapangan lanjut dia, anak elang tersebut kini telah mampu berburu makanannya sendiri dan hidup mandiri.
"Ini merupakan sebuah pencapaian besar dan sangat berarti bagi peningkatan populasi jenis ini, yang diperkirakan saat ini hanya tersisa 100 pasang di alam," ungkap Erwin.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalbar, dan Kalsel 29 November 2021
Sehingga, diperlukan instrumen pencatatan dan pengumpulan data yang tepat baik dari sisi teknik dan metode agar informasi tersebut dapat bernilai secara saintifik.
Model pemantauan, pencatatan, dan pelaporan aktivitas elang flores yang dilakukan oleh kelompok Jatabara merupakan bentuk citizen science.
Untuk itu, tim memberikan keterampilan dan peningkatan kapasitas kelompok dalam hal pencatatan data di lapangan dalam bentuk pelatihan penggunaan teropong, teknik fotografi burung, serta berbagai skills lainnya.
Untuk menguatkan citizen science ini, dibuat pula aplikasi mobile untuk mencatat data habitat, merekam informasi pohon penting, sarang bagi elang flores, serta simpul database pengamatan catatan perjumpaan.
"Selanjutnya kami juga melakukan ekoliterasi elang flores di SDK Wolojita," kata dia.
Baca juga: Perjuangan Siswa SD di Flores, Tempuh Perjalanan Laut 5 Jam demi Listrik dan Jaringan Internet
Kegiatan tersebut, kata dia, dimaksudkan untuk membangun pengetahuan dan kesadaran sejak dini mengenai burung elang flores.
"Kami membuat sebuah perangkat berupa activity book Elang Flores, sebuah media bergambar dengan ilustrasi menarik yang diselingi dengan aneka permainan di dalamnya," ujar dia.
Erwin mengatakan, antusiasme siswa dan tenaga pendidik begitu tinggi.
"Kami berharap ke depannya buku ini dapat dijadikan salah satu muatan lokal pendidikan konservasi yang berada di dalam kurikulum sekolah," kata Erwin.
Selanjutnya yang tak kalah penting lanjut Erwin, yaitu pihaknya telah melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya kelompok tenun ikat.
Pihaknya mendorong kelompok tenun ikat untuk membuat atau menciptakan motif baru yaitu motif elang flores.
Dengan terciptanya motif ini, pihaknya ingin mencoba menyinergikan, mengikat, dan menyatukan antara budaya dan pelestarian elang flores.
Motif elang flores yang berada di tenun ikat sebagai simbolisasi keterikatan yang kuat elang flores dan masyarakat.
"Kami juga perlu sampaikan bahwa kami juga telah mengomunikasikan karya tenun ikat motif elang flores ini kepada Dewan Kerajinan Nasional Daerah Provinsi NTT (Dekranasda). Mereka siap untuk membeli tenun ikat motif elang flores karya mama-mama penenun dari Wolojita," ungkapnya.
Baca juga: Bocah 4 Tahun di NTT Tewas Tersetrum, Diduga Petugas Salah Pasang Kabel
Selain itu, kata Erwin, akan ada bantuan peralatan pemantauan elang seperti teropong binocular, kamera digital, GPS, serta sejumlah peralatan lainnya.
Alat dapat digunakan oleh masyarakat untuk memantau keberadaan dan aktivitas elang flores di Wolojita.
Erwin berterima kasih kepada sejumlah pihak, di antaranya Airnav Indonesia, Pemprov NTT, dan masyarakat yang telah berkenan bersinergi bersama untuk mewujudkan terlaksananya program adopsi sarang elang flores.
Baca juga: Perjuangan Citra, Guru di Wilayah 3T, Mengabdi Tanpa Pamrih di Pedalaman NTT
Sumedi mengatakan, elang flores kerap berkonflik dengan masyarakat. Burung ini kerap menerkam ayam-ayam milik masyarakat yang berkeliaran di kampung.
"Sesungguhnya itu terjadi karena sifat insting liar elang flores untuk berburu mangsa," imbuhnya.
Sang penguasa langit Pulau Flores itu kini terdesak kehidupannya, seiring dengan bertambahnya penduduk dan kebutuhan akan lahan untuk kepentingan manusia.
Baca juga: 1,8 Juta Warga NTT Belum Disuntik Vaksin Covid-19
Sumedi menyebutkan, banyak hutan atau daerah dengan tutupan vegetasi yang baik telah berubah fungsi dan wujudnya.
Ada yang menjadi permukiman, ladang, sawah, jalan, dan segala bentuk hasil karya manusia.
Sang elang kini kehilangan habitatnya, mereka terdesak dan akhirnya tidak ada pilihan lain untuk hidup beradaptasi berdampingan dengan manusia.
"Elang flores merupakan jenis oportunistik, artinya mereka memilih tempat hidupnya tanpa memandang apakah itu kawasan hutan yang baik atau kawasan di sekitar permukiman," kata Sumedi.
Baca juga: Kisah Hardyan, Teknisi yang Beralih Jadi Pengusaha Ayam Petelur di NTT, Omzetnya Puluhan Juta Rupiah
Selama lokasi tersebut menyediakan pakan yang berlimpah, mereka akan beradaptasi untuk mampu hidup pada lokasi-lokasi yang cukup ramai dengan aktivitas manusia.
Keberadaan elang flores di luar kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam harus mendapat perhatian secara serius.
Hingga kini model pengelolaan elang flores di luar kawasan konservasi belum pernah disusun.
"Oleh karena itu, melalui penelitian dan pengembangan adopsi sarang diharapkan mampu menghasilkan sebuah protokol atau tandar pengelolaan satwa liar khususnya burung terancam punah dengan melibatkan masyarakat sebagai aktor utama atau ujung tombak pelestarian," ujar Sumedi.
Dia berharap, kegiatan hari ini akan berdampak signifikan terhadap upaya pelestarian elang flores.
Baca juga: Pria Alami Gangguan Jiwa Bacok Nenek 74 Tahun di NTT hingga Tewas
Grand launching ini bermanfaat sebagai sarana mengenalkan, mengomunikasikan, dan menarik perhatian publik, sekaligus deklarasi bersama antara berbagai stakeholder untuk turut mendukung pelestarian elang flores di Kabupaten Ende.
Diharapkan pula, mampu menggugah berbagai pihak untuk turut serta secara aktif dalam program pelestarian elang flores, khususnya di wilayah Kabupaten Ende.
"Kita berharap, terlibatnya stakeholder terkait untuk ikut berkontribusi dalam kegiatan adopsi sarang elang flores, seperti BUMN, BUMD, perusahaan swasta maupun pihak perorangan," kata dia.
Bupati Ende Djafar H Achmad mengapresiasi kegiatan pengembangan adopsi sarang burung elang flores yang terancam punah.
Pemerintah daerah Ende, kata Djafar, berkomitmen bersama semua pihak untuk tetap menjaga kelestarian elang flores dari kepunahan.
,
"Saya mengajak para camat, kepala desa, mosalaki (tokoh adat) dan masyarakat Ende untuk kita berkomitmen menjaga elang flores dari kepunahan. Karena burung ini hanya hidup di daerah kita," kata dia.
Djafar pun memerintahkan stafnya untuk memasukkan dalam kurikulum muatan lokal di sekolah.
"Burung ini langkah itu tidak datang sembarang. Saya ingin ke depan Elang Flores ini juga dijadikan sebagai ikon pariwisata Kabupaten Ende, selain Danau Kelimutu," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.