SURABAYA, KOMPAS.com - Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Surabaya terlihat kompak memainkan peran dalam pagelaran Wayang Sejarah Sumpah Merah Putih "Gayatri Rajapatni", Senin (8/11/2021) malam.
Pagelaran seni dan budaya yang berlangsung di Tugu Pahlawan Surabaya itu merupakan rangkaian dari Surabaya Art & Culture Festival (SACF) 2021.
Pagelaran itu disiarkan langsung secara virtual atau live lewat aplikasi Instagram dan YouTube.
Pertunjukan ini sekaligus menjadi rangkaian Peringatan Hari Sumpah Pemuda, Hari Wayang Dunia, dan Pekan Budaya Nasional.
Dalam pertunjukan ini, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memainkan peran sebagai Mahapatih Gajah Mada, lengkap dengan busana ala kerajaan.
Sedangkan Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji sebagai pemuda nusantara yang membacakan teks Sumpah Pemuda dengan memakai pakaian khas Cak Suroboyo.
Kemudian, Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono sebagai Prapanca, yang bertugas membacakan prolog atau alur cerita.
Tak hanya pucuk pimpinan di lingkup pemkot dan DPRD Surabaya yang memainkan peran dalam pagelaran seni dan budaya itu.
Sebab, Forkopimda Kota Surabaya juga turut serta menjadi bagian dalam pertunjukkan.
Mulai dari Komandan Korem (Danrem) 084/Bhaskara Jaya Brigjen TNI Herman Hidayat Eko Atmojo yang memainkan peran Cak Mandala.
Baca juga: Cerita Sherly Lembono, Ibu Muda Asal Surabaya yang Rela Donasikan ASI ke Panti Asuhan
Kemudian, Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Akhmad Yusep Gunawan sebagai Cak Slamet dan Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Anton Elfrino Trisanto berperan sebagai Cak Sugeng.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya Anton Delianto sebagai Cak Untung dan Kajari Tanjung Perak I Ketut Kasna Dedi sebagai Cak Bejo.
Suasana di Tugu Pahlawan malam itu tampak berbeda.
Temaram dan bintang, seakan menjadi saksi bisu penggawa Kota Surabaya memainkan peran tokoh pewayangan.
Warna-warni lampu dengan iringan karawitan, makin menambah sakral atmosfer pertunjukkan.
"Sira Gajah Mada patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa," suara Eri Cahyadi menggelegar membacakan Amukti Palapa.
Setelah Eri Cahyadi membacakan Amukti Palapa, Wawali Surabaya, Armuji kemudian meneruskannya dengan membaca teks Sumpah Pemuda.
Meski dua sumpah itu berbeda zaman, namun memiliki makna dan filosofi yang sama. Yakni, persatuan dan kesatuan nusantara.
Pada pertunjukan itu, penggawa Kota Surabaya juga menyelipkan beberapa pesan kepada masyarakat.
Seperti di antaranya pentingnya menjaga protokol kesehatan dan tepo seliro (tenggang rasa). Pesan dan imbauan yang disampaikan itu pun dibalut dengan guyonan khas ala Suroboyoan.