NGAWI, KOMPAS.com – Seorang Camat di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur tak kuasa menahan tangis menyaksikan seorang guru tidak tetap di wilayahnya hidup dengan memprihatinkan.
Guru bernama Sri Hartuti tersebut tinggal di tengah hutan jati di kawasan KPH Ngawi.
Keluarga Sri Hartuti tinggal satu atap bersama beberapa ekor kambing.
Camat Karanganyar Nur Yudhi M Arifin, awalnya bahkan menyangka rumah pengajar SD Pandean 4 itu adalah kandang kambing.
“Saya pertama melihat langsung tanya ke kepala dusun (Kasun), itu rumah apa seperti kandang kambing karena di depannya memang ada kambing,” ujar Nur Yudhi saat ditemui di rumah Sri Hartuti, Kamis (21/10/2021).
Baca juga: Bus Sugeng Rahayu Tabrak Bus Mira di Ngawi, Satu Pengendara Motor Terjepit, Hanya Alami Luka Lecet
Arifin menambahkan, meski sering berkeliling kampung, dia mengaku baru pertama kali menemukan rumah warganya yang sangat tidak layak huni.
“Saya keliling ke sini karena persentase vaksin di kampung sini hanya 14 persen,” imbuhnya.
Arifin mengaku akan berusaha semampunya membantu Sri Hartuti agar bisa hidup lebih layak.
Apalagi, Sri Hartuti adalah seorang guru yang keberadaannya sangat dibutuhkan.
“Saya merasa jadi camat gagal. Saya akan berusah membantu sebisanya,” ucap dia dengan mata berkaca-kaca.
Baca juga: Diduga Korsleting, 2 Gudang Limbah Kayu di Ngawi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 80 Juta
Rumah Sri Hartuti yang berada di Dusun Suren Desa Pandean memang terlihat memprihatinkan.
Dinding dan pintunya terbuat dari anyaman bambu. Tampak celah-celah menganga di beberapa sisi sehingga angin pun masuk dengan mudah.
Bau tak sedap menyeruak. Penyebabnya, beberapa ekor kambing tinggal menyatu dengan rumah tersebut.
“Mohon maaf baunya tak sedap dari kandang kambing,” katanya.
Baca juga: 44 Desa di Pegunungan Kendeng Ngawi Krisis Air Bersih, BPBD Siapkan 15 Mobil Tangki
Di rumah berlantai tanah dengan lebar 2,5 x 6 meter itu, Sri Hartuti yang berprofesi sebagai guru tidak tetap, hidup bersama suami dan tiga anaknya.
Rumah keluarga itu juga menyatu dengan kandang kambing.
Sri Hartuti mendapatkan gaji Rp 350.000 per bulan sebagai guru tidak tetap. Sedangkan sang suami bekerja serabutan di kebun dengan penghasilan tak seberapa.
Kondisi itu membuat mereka tak mampu membangun rumah yang layak. Bahkan mereka masih berstatus menumpang.
“Ini pun tanahnya numpang di Perhutani. Untuk memperbaiki, gaji kami tak cukup,” ucapnya.
Baca juga: Kisah Para Petani di Ngawi Jadi Penembak Hama Tikus, 1 Orang Bisa Dapat 100 Ekor
Meski hidup di tengah kekurangan, namun Sri Hartuti mengaku tetap semangat untuk mendidik anak-anak di desanya untuk tetap maju.
Sebab, banyak orang buta huruf di kampungnya.
Minimnya pendidikan di desanya juga membuat banyak anak putus sekolah.
“Pada awal mengajar di sini, anak kelas 4 SD banyak yang tidak bisa membaca. Saya ingin anak anak di sini pandai,” ujarnya.
Baca juga: Pamit Mencari Makanan Kambing, Warga Ngawi Ditemukan Tewas di Sungai
Dari hasil pengabdiannya selama 17 tahun terakhir, kini anak-anak di desa tersebut mulai maju.
Ada yang meneruskan kuliah. Bahkan sejumlah siswanya telah berhasil menjadi pengusaha sukses hingga anggota polisi.
“Meski keadaan saya begini, saya bangga kalau ada anak didik saya yang tahu lewat di sini menyapa saya. Anak didik saya sudah ada yang jadi polisi, pengusaha, dan banyak juga yang kuliah,” ujarnya terharu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.