Wasmini (10), anak ketiga Saman mengaku sangat senang karena dapat menonton televisi dan belajar ketika malam hari.
"Sekarang mah sudah ada listrik, bisa belajar malam hari," kata siswi kelas 4 SD Negeri 1 Ujungalang Filial Bondan ini dengan logat Sunda yang kental.
Wasmini mengatakan, selepas Magrib biasanya menonton televisi. Kemudian pukul 20.00 WIB ia mulai belajar hingga pukul 21.00 WIB.
"Saya sukanya belajar matematika, ada bapak yang ngajarin," tutur Wasmini.
Baca juga: Berkat Tenaga Surya, Tagihan Listrik Ponpes di Banjarnegara Berkurang Setengah
Warga lainnya, Muhammad Jamaludin (39), mengisahkan saat masa kanak-kanak tak pernah menikmati listrik.
"Dulu ketika saya kecil ala kadarnya, karena gelap sekali kalau malam hari," ujar Jamal, sapaan karibnya.
Beruntung sejak SMP hingga SMK, Jamal berkesempatan keluar dusun untuk menuntut ilmu dan tinggal di Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap.
Setelah sempat merantau di Jakarta selama kurang lebih empat tahun, Jamal memutuskan menikah dan pulang ke kampung halaman.
Pria yang menjadi salah satu pengurus PLTH ini merasa terpanggil untuk memajukan desanya.
Jamal menjelaskan, awalnya Pertamina memberi bantuan prototipe Hybrid Energy One Pole (HEOP) untuk mengkonversi energi matahari dan angin menjadi listrik pada tahun 2017.
Kemudian pada tahun 2018 Pertamina bekerjasama dengan Politeknik Negeri Cilacap (PNC) mengembangkan energi listrik dengan daya 6.000 Watt Peak (WP).
Selanjutnya pada tahun 2019 Pertamina membangun PLTH dengan kapasitas 12.000 WP dan ditingkatkan secara bertahap hingga 16.200 WP pada tahun 2020.
PLTH tesebut dilengkapi dengan lima kincir angin dan dan 24 panel surya.
Untuk operasional perawatan instalasi PLTH, kata Jamal, setiap KK dipungut iuran sebesar Rp 25.000 per bulan.
Selain untuk mendukung pendidikan, kata Jamal, keberadaan listrik juga telah menggerakkan perekonomian warga dan meningkatkan kesehatan dengan adanya pengolahan air bersih.
Baca juga: Kunjungi Sirkuit Mandalika, Menteri ESDM Klaim Akan Atasi Persoalan Listrik