SOLO, KOMPAS.com - Kekerasan seksual pada anak masih sering terjadi di lingkungan masyarakat maupun keluarga.
Tak sedikit kasus kekerasan seksual justru dilakukan oleh orang terdekat.
Minimnya pendidikan tentang seksual dan kesehatan reproduksi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan seksual pada anak.
"Pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi penting sekali dikenalkan mulai dari sejak dini pada anak. Apa yang boleh dan tidak boleh disentuh, harus dikenalkan," kata Koordinator Program Yayasan Kakak Solo Rita Hastuti dihubungi Kompas.com, Sabtu (18/9/2021).
Baca juga: Pelaku Kekerasan Seksual pada Guru Ditangkap Saat Hendak Beli Burung
Selain itu, lanjutnya pendidikan keterampilan hidup pada anak-anak juga penting diberikan sejak dini agar tidak terjadi korban kekerasan seksual.
"Supaya anak-anak kita bisa mempertahankan diri saat terjadi misalnya dilecehkan mereka harus melakukan apa, itu benar-benar harus dikenalkan," kata dia.
Rita mengatakan, ada tiga kasus korban kasus kekerasan seksual yang ditangani Yayasan Kakak.
Ketiganya merupakan korban kekerasan yang dilakukan orang terdekat.
Seharusnya mereka dapat memberikan perlindungan, namun sebaliknya malah menjadi predator dan penjahat bagi anak-anak tersebut.
Baca juga: Berkas Perkara Kasus Kekerasan Seksual di Sekolah SPI Segera Dilimpahkan ke Kejaksaan
Rita mengungkapkan, satu dari tiga korban kasus kekerasan seksual diselesaikan secara kekeluargaan.
Ada beberapa faktor yang membuat kasus kekerasan seksual diselesaikan secara kekeluargaan. Di antaranya karena tidak ingin hubungan persaudaraan mereka putus.
Diketahui satu korban kasus kekerasan seksual ini dilakukan pelaku yang merupakan saudara sepupu.
"Kebetulan yang kami tangani pelakunya terdekat memang diselesaikan secara kekeluargaan. Karena memperhatikan banyak faktor. Seperti karena yang melakukan itu saudara nanti kalau takut hubungan persaudaraannya putus apalagi yang menjadi saksi itu tidak mau jadi saksi," terang dia.
"Apalagi secara sistem akan minim karena baru percobaan yang terjadi di masa pandemi kemarin satu kasus," sambung dia.
Sedangkan dua kasus kekerasan seksual lainnya yang ditangani, lanjut Rita, sudah berproses hukum.
Keduanya merupakan korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh sang pacar.
"Tetapi karena sampai saat ini pelakunya kebetulan karena berpindah ke tempat yang lain belum diproses secara optimal. Dan satu yang sudah sampai di pengadilan," ungkap dia.
Baca juga: PB IDI Kutuk Keras Kekerasan yang Menewaskan Tenaga Kesehatan di Papua
Diakuinya, pandemi Covid-19 tidak membuat proses hukum terhadap pelaku kasus kekerasan seksual berhenti.
Namun, jelas Rita, proses hukumnya cukup lama karena harus menerapkan protokol kesehatan ketat.
"Proses hukum tetap berjalan, tapi untuk saat ini karena adanya masa pandemi mungkin prosesnya agak lama. Karena juga harus pakai prokes, di Kejaksaan sekarang untuk PPKM terakhir ini masih dilakukan secara online seperti itu. Prosesnya lebih lama dari biasanya," kata Rita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.