SEMARANG, KOMPAS.com - Korban jeratan pinjaman online (pinjol) ilegal semakin marak di sejumlah daerah di Jawa Tengah.
Salah satu kasus pinjol yang menonjol, yakni seorang guru honorer di Kabupaten Semarang, Afifah Muflihati (27).
Afifah terjerat utang dari berbagai aplikasi pinjol yang diduga ilegal hingga mengalami kerugian ratusan juta rupiah.
Padahal, awalnya ia hanya berniat meminjam Rp 3,7 juta karena desakan kebutuhan untuk menyambung hidup di masa pandemi.
Namun selang beberapa hari, ia sudah ditagih dengan bunga berlipat hingga utangnya membengkak menjadi Rp 206,3 juta.
Baca juga: Berawal Ketidaktahuan, Afifah Tanggung Utang Rp 206 Juta di 40 Pinjol Ilegal
Rupanya, saat itu Afifah mendapatkan penawaran dari berbagai jenis aplikasi pinjol yang jumlahnya mencapai ratusan.
Afifah pun mendapat teror dan ancaman dari penagih karena tak sanggup melunasi utangnya yang kian mencekik.
Bahkan, data pribadi di ponsel Afifah telah disebar kepada publik karena bisa diakses dengan mudah oleh pihak pinjol.
Lantaran merasa ketakutan, Afifah lantas melaporkan kejadian yang dialaminya ke Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah pada Kamis (3/6/2021).
Penjelasan Polda
Kasus tersebut tengah didalami oleh tim khusus Siber Polda Jawa Tengah yang menangani masalah kejahatan siber atau cyber crime.
Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jateng, Kompol Rosyid Hartanto mengungkapkan, korban telah melaporkan tindak pidana yang diduga dilakukan oleh pinjol berkaitan dengan proses penagihan.
"Kasus pinjol sendiri terbagi dua yaitu terkait aplikasi pinjol dan pihak penagih. Sementara posisi yang bersangkutan ini bermasalah dengan para penagih pinjol yang berada di lapangan," katanya ditemui di kantornya, Rabu (1/9/2021).
Dalam kasus tersebut, disebutkan bahwa korban terpaksa meminjam uang melalui aplikasi pinjol karena desakan kebutuhan hidup.
Kemudian karena ketidaktahuan terkait sistem pinjol, korban akhirnya terjerumus jeratan utang dari penawaran pinjaman yang datang dari ratusan aplikasi pinjol.
"Awalnya karena kebutuhan begitu yang bersangkutan melihat ada aplikasi yang menawarkan pinjaman tunai dalam waktu cepat lalu mencoba masuk. Karena ketidaktahuan dengan sistem aplikasi yang ada akhirnya terjebak oleh aplikasi. Begitu klik aplikasi itu dia klik lagi sampai terhubung dengan 114 aplikasi," ungkapnya.