Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Keluarga di Gunungkidul Tinggal di Kandang Sapi dan Kambing, Berawal dari Jeratan Utang Rentenir

Kompas.com - 01/09/2021, 20:16 WIB
Markus Yuwono,
Khairina

Tim Redaksi

 

YOGYAKARTA,KOMPAS.com- Sebuah kandang di pinggir Sungai Oya, di Padukuhan Kedungranti, Kalurahan Nglipar, Kapanewon Nglipar, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berbeda dengan yang lainnya.

Bagian dalam kandang disekat dengan terpal dan di dalamnya dibuat kamar tidur.

Di sana, tinggal keluarga Ngadiono (52) dan Sumini (44) serta 3 anaknya.

Berbataskan terpal warna biru, keluarga ini harus berbagi dengan 3 ekor sapi dan 2 ekor kambing.

Baca juga: PPKM di Kulon Progo Diklaim Sudah Turun Level, tapi Masih Terapkan Aturan Level 4

Di belakang kamar, terdapat dapur sederhana yang tungkunya masih menyala karena baru dipakai menanak nasi untuk makan keluarga dan merebus ketela untuk pakan ternak.

Ngadiono mengaku sudah tinggal di kandang bersama hewan ternak miliknya dan saudaranya sejak 4 bulan terakhir.

"Jadi awalnya itu kami tinggal di gubuk tengah hutan dari 2018 sampai 2021 dan baru pindah ke sini sejak 4 bulan terakhir," kata Ngadiono ditemui di rumahnya Selasa (31/8/2021).

Ngadiono mengaku, ia menyisihkan uang hasil panen jagung yang ditanam di lahan Perhutani untuk membuat kandang yang digunakan untuk berteduh dia dan hewan peliharannya.

Hewan itu sebagian miliknya dan milik saudaranya. Kegiatan sehari-hari Ngadiono mengolah lahan milik Perhutani yang ditanam palawija dan padi saat musim penghujan.

Saat ini, ia hanya mencari pakan ternak untuk hewan peliharannya.

Kamar ukuran 3 x 2 meter di dalam rumah digunakan untuk tidur, bagian dalam kamar sengaja ditinggikan agar kasur tidak menyentuh tanah.

Kasur tipis dan sudah agak kusam menemani hari-hari keluarga kecil ini. Untuk penerangan, Ngadiono memperolehnya dari saudaranya.

Kegiatan mandi mencuci dan kakus dilakukan di sungai yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah sederhana itu.

Baca juga: Bupati Kebumen Larang Pasien Covid-19 Isolasi Mandiri: Tak Dilaksanakan dengan Baik

Saat Kompas.com melihat kamar kecil itu, dinding memang tertutup rapat karena usia terpal belum lama. Sinar matahari masuk dari celah atas rumah. Tumpukan pakaian juga menemani tidur mereka. Total ada 5 orang yang sering tidur di kamar kecil itu.

"Di sini untuk tinggal 5 orang, saya dan istri, beserta tiga anak saya," ucap Ngadiono.

Tiga anaknya itu anak nomor 1, 3 dan 4. Untuk anak nomor 2 tinggal bersama keluarga Sumini di Padukuhan Piyuyon, Kalurahan Pacarejo, Kapanewon Semanu.

Anak nomor 1 pun sering tinggal bersama neneknya yang tak jauh dari rumah yang ditempatinya saat ini.

Anak nomor 3 sebenarnya juga sering tinggal di Padukuhan Piyuyon. Namun, saat ini karena tengah sekolah daring siswa SMP kelas VII ini tinggal bersamanya.

Setiap hari, Ngadiono harus meminjam gawai saudaranya untuk mengirimkan tugas anaknya.

"HP ini dulu beli Rp 250.000, ya karena HP lama kadang sulit mengirim tugas anak, kadang harus pinjam ke saudara untuk mengirim tugas," kata Ngadiono.

Terlilit utang rentenir

Sejatinya tanah yang ditempati merupakan milik ibu kandung Ngadiono, namun sudah diwariskan ke anak yang lain.

Ngadiono sendiri sebetulnya sudah memiliki rumah, dan pada tahun 2006 lalu, akibat gempa bumi dibangunkan oleh CSR.

Namun karena dililit utang, dirinya menjual rumah dan tanah kepada adik kandungnya.

Lokasi kandang yang mereka tempati saat ini rawan bencana karena berada di tepi sungai Oya. Mereka menyadari bahaya jikaair sungai meluap, namun tak ada pilihan lainnya.

"2012 itu saya merantau ke Bangka bekerja di perkebunan sawit. Tahun 2013 istri saya dan dua anak menyusul," kata Ngadiono.

"Kerja di sana untuk membayar utang, karena utang saya banyak," kata dia.

Sebalum merantau, pekerjaan Ngadiono sebagai tukang sablon. Sementara istrinya sebagai penjual sayur. Karena manajemen tidak bagus, keluarga ini terjerat utang rentenir atau bank harian hingga puluhan juta. Belum lagi utang dari bank kovensional, sehingga Ngadiono harus rela menjual rumah dan tanah warisan untuk membayar.

"Akhirnya pulang ke sini tahun 2018 saya tinggal di gubuk tengah hutan itu," kata dia.

Sumini menambahkan, selama ikut suami kerja di Bangka Belitung dirinya dan suami kerja sebagai buruh harian di perusahaan sawit. Setiap hari Ngadiono dibayar Rp 50.000 sementara dirinya Rp 40.000. Hasil yang dirasakan cukup kecil hidup di perantauan dirinya pun memilih untuk pulang kampung.

Akan segera dipindah

Dukuh Kedungranti Tukiyarno mengatakan, keluarga ini meski sudah merantau beberapa tahun namun masih terdaftar sebagai warga Kedungranti.

Saat pulang 2018 lalu, keluarga ini tinggal di Piyuyon, Semanu selama 3 bulan. Setelah bapak dari Ngadiono meninggal.

Ngadiono diberikan garapan tanah milik perhutani untuk bercocok tanam, dan mendirikan rumah kecil. Sumini saat itu masih di Piyuyon, berjualan sayuran.

"Untuk mendirikan kandang ternak di sekitar perhutani memang dilarang, dan mungkin capek bolak balik maka didirikan rumah di sini," kata Tukiyarno.

Pihaknya dan RT setempat juga mengupayakan untuk bantuan pendirian rumah, namun karena tidak memiliki tanah, ia tidak bisa membantu. Namun demikian, dalam waktu dekat pihaknya akan membuatkan rumah semi permanen di tanah kas kalurahan untuk berteduh keluarga ini. Sebab, di aliran Sungai Oya sangat berbahaya untuk ditinggali.

Hal ini berkaca dari tahun 2017 luapan sungai cukup tinggi.

"Tetap saya pindahkan ke tanah O (tanah kas) karena di sini banjir dulu. Sudah dalam rumusan kami, dampak bencana di Kedungranti harus kita hindari," kata Tukiyarno. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dirundung, Puluhan Siswi SMA Wira Bhakti Gorontalo Lari dari Sekolah

Dirundung, Puluhan Siswi SMA Wira Bhakti Gorontalo Lari dari Sekolah

Regional
Dituding Lecehkan Gadis Pemohon KTP, ASN Disdukcapil Nunukan: Saya Tidak Melakukan Itu

Dituding Lecehkan Gadis Pemohon KTP, ASN Disdukcapil Nunukan: Saya Tidak Melakukan Itu

Regional
Longsor di Pinrang, Batu Seukuran Mobil dan Pohon Tumbang Tutupi Jalan

Longsor di Pinrang, Batu Seukuran Mobil dan Pohon Tumbang Tutupi Jalan

Regional
Transaksi Seksual di Balik Pembunuhan Gadis Muda Dalam Lemari di Cirebon

Transaksi Seksual di Balik Pembunuhan Gadis Muda Dalam Lemari di Cirebon

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Sedang

Regional
Lontaran Pijar Gunung Ibu Capai 1.000 Meter di Bawah Bibir Kawah

Lontaran Pijar Gunung Ibu Capai 1.000 Meter di Bawah Bibir Kawah

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Berawan

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Berawan

Regional
Mati Terkena Tombak, Bangkai Paus Kerdil Terdampar di Botubarani

Mati Terkena Tombak, Bangkai Paus Kerdil Terdampar di Botubarani

Regional
Ibu Melahirkan di Ambulans karena Jalan Rusak, Dinkes Kalbar Bersuara

Ibu Melahirkan di Ambulans karena Jalan Rusak, Dinkes Kalbar Bersuara

Regional
[POPULER NUSANTARA] Pabrik Sepatu Bata di Karawang Tutup | Kades di Blora Tewas Tersengat Listrik

[POPULER NUSANTARA] Pabrik Sepatu Bata di Karawang Tutup | Kades di Blora Tewas Tersengat Listrik

Regional
Ketiduran Sambil Bawa Emas, Nenek 87 Tahun Jadi Korban Perampokan

Ketiduran Sambil Bawa Emas, Nenek 87 Tahun Jadi Korban Perampokan

Regional
Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Regional
Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com