Secara keseluruhan, struktur dinding bangunan petirtaan kuno di Sumberbeji tersusun dari bata merah, didominasi komponen bata era Majapahit.
Kemudian, lantai petirtaan terbuat dari bata merah pada. Lantainya berada pada kedalaman dua meter dari batas atas struktur dinding.
Arkeolog BPCB Jawa Timur Wicaksono Dwi Nugroho mengungkapkan, selama ekskavasi dari tahap 1 hingga tahap 4, ditemukan 14 Arca Jaladwara.
Selain itu, ditemukan pula berbagai jenis artefak atau benda purbakala dari Tiongkok pada masa dinasti Song abad ke-11, serta dari masa dinasti Yuan, abad ke-13 hingga ke-14.
Dari berbagai macam temuan, termasuk uang kepeng dari Cina, lebih banyak didominasi dari masa dinasti Yuan.
Konstruksi Petirtaan Sumberbeji memiliki sedikit kemiripan dengan Candi Tikus di Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Sama-sama terstruktur dari bata merah, berbentuk persegi dan ditengahnya terdapat struktur bangunan, serta berada di bawah permukaan tanah.
Namun, jaladwara yang ditemukan di Petirtaan Sumberbeji selama ekskavasi, bentuk dan ukurannya lebih beragam.
"Kalau di Candi Tikus, jaladwara yang ditemukan seragam, berbeda dengan yang di Sumberbeji," ujar Wicaksono, di Jombang, Sabtu (28/8/2021).
Interpretasi fungsi
Petirtaan Sumberbeji diinterpretasikan sebagai bangunan suci untuk pemujaan sesuai dengan konsep Samudera Mantana.
Konsepsi itu dikenal dalam kebudayaan Hindu, yang menguraikan upaya para dewa menemukan Tirta Amerta atau air suci.
Wicaksono menuturkan, interpretasi tersebut berdasarkan keberadaan Batur di tengah petirtaan.
Batur di tengah-tengah Petirtaan Sumberbeji, dulunya diyakini terdapat menara sebagai perumpamaan dari Gunung Mahameru dikelilingi samudera.
Interpretasi itu diperkuat dengan keberadaan Arca Garuda di dinding barat petirtaan.
"Bukti untuk ini juga kita temukan, yakni adanya patung Garuda, yang dalam konsep Samudera Mantana erat kaitannya dengan samudera, sebagai pencarian air suci atau Amerta," jelas Wicaksono.
Baca juga: Jojong Dao dan Latung, Makanan Tradisional Warga Manggarai yang Terancam Punah