KULON PROGO, KOMPAS.com – Warga kerja bakti membersihkan sebuah makam tua malah menemukan batu-batu dengan bentuk tidak biasa di pemakaman umum Pedukuhan Papak, Kalurahan Kalirejo, Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Warga menyebutnya sebagai batu gamelan karena beberapa bagian batu itu mirip bagian-bagian dari gamelan.
Batu bentuk seragam, mayoritas kotak memanjang 40-an sentimeter, batu berbentuk papan, dan ada yang seperti sisi gamelan. Beberapa ada yang berornamen dan terpahat.
Batu diperkirakan memiliki nilai purbakala.
“Bentuknya seperti perangkat gambang dan bonang. Bahannya seperti batu candi. Batu seperti ini tidak ada di sekitar sini,” kata Jemangin, tokoh warga Papak di lokasi temuan, Kamis (26/8/2021).
Baca juga: Tolak Vaksin AstraZeneca, Badan Pengelola Islamic Center Samarinda Batal Gelar Vaksinasi Massal
Pemakaman tersebut berada di kaki sebuah bukit dan di pinggir sungai Papak. Kuburan tersebut konon sudah ada sejak zaman sebelum kemerdekaan. Pemakaman berhadapan dengan pekarangan milik Kadarno (59), warga setempat.
Warga Papak memiliki tradisi bersih-bersih makam pada bulan Suro. Mereka merapikan nisan, membersihkan dari rumput dan memperbaiki gundukan.
Salah satu makam yang diperbaiki adalah sebuah makam tanpa nisan, namun orang menyebutnya makam orang bernama Simplek.
Warga yang sudah sepuh di Papak mengenal nama Simplek sebagai pemain ledek atau ronggeng di masa lalu. Nama itu pun mereka dapat dari cerita orang tua terdahulu.
Saat membersihkan makam, mereka menemukan batu. Lantas, mereka menggali hingga kedalaman hampir satu meter. Mereka pun menemukan puluhan batu tidak biasa dari makam Simplek ini.
Batu dikumpulkan dan dibersihkan.
“Batu seperti batu (bahan untuk) candi,” kata Jemangin.
Kasdi (72) sesepuh warga. Dulunya juga penari di kesenian gambyong di Papak.
Ia mengungkapkan, bentuk batu ada yang mirip bagian dari gamelan, yakni seperti bonang, saron dan gambang. Bentuknya masih terlihat baik dengan ukiran sederhananya. Semua didapat dari kuburan Simplek.
Dulunya, kuburan itu juga ada semacam batu relief perempuan bersanggul duduk bersila. Hilang pada tahun 1991.
Ia mengaitkan, temuan batu gamelan itu dengan Simplek. Di kelompok kesenian gambyong yang diikutinya semasa muda, Simplek terkenal sebagai penari ronggeng atau ledek. Masyarakat sangat menggemari karena tidak ada kesenian lain.
Berselang lama sejak patung itu hilang, kini ditemukan batu-batu unik tersebut. Kasdi mengungkapkan, warga lantas mengangkatnya, memugar lokasi penemuan. Membuat pondasi mengeliling selebar 2x3 dan berencana menata kembali batu-batu itu di sana.
“Melestarikan makam ini,” kata Kasdi.
Kawasan temuan lingga
Penemuan ini menguak kembali penemuan-penemuan batu sebelumnya.
Terjadi sekitar 18 tahun lalu, ayah dari Kadarno menemukan lingga dan beberapa benda bersejarah lain di tanah pekarangan miliknya seluas 5.000 meter persegi di 2003. Di lahan itu tumbuh pohon mahoni, jati dan bambu.
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kulon Progo saat itu menerima satu lingga, dua batu bulat semacam gandik atau batu penggiling, dan semacam batu nisan dari pekarangan Ahmad Sukadi, ayah dari Kadarno ini.
Semua dari batu andesit. Benda-benda itu kemudian dibawa dan disimpan di museum sebagai benda cagar budaya.
Karenanya, Kadarno tidak terkejut dengan temuan batu mirip gamelan itu. Pasalnya, di masa lalu memang sudah ada temuan di tanah pekarangan miliknya.
“Dulu sudah diambil Dinas Kebudayaan saat itu. Semacam lingga yoni seperti itu,” kata Kadarno.
Baca juga: Wali Kota Magelang Surati Presiden, Ingin Selesaikan Masalah Aset TNI yang Ditempati Pemkot
Bahkan, ayahnya juga pernah menemukan dua batu bentuk bulat dengan cekungan dalam di bagian tengah pada 1968. Ukuran batu ini lebih dari dua pelukan orang dewasa. Ia menyebutnya sebagai batu lumpang.
“Saya dan anak-anak mengangkat lagi batu ini baru satu minggu lalu,” kata Karno.
Kadarno menceritakan, batu lumping ini hanya menjadi mainan saat ia masih usia enam tahun. Batu lumpang tidak menarik minat pemerintah saat itu. Kemudian, batu tertanam oleh tanah seiring waktu.
“Ditemukan saat kecil enam tahun, bapak menemukan dua lumpang. Tidak tahu benda apa maka buat mainan. Setelah dewasa, (baru tahu) batu ini jadi benda purbakala,” kata Kadarno.
Kadarno mengharapkan, temuan-temuan itu nantinya bisa mengangkat citra Pedukuhan Papak dan Kalirejo pada umumnya. Dengan temuan itu, maka Kalirejo makin dikenal orang.
“Harapannya semakin dikenal,” kata Kadarno.
Kini, temuan batu yang tidak biasa kembali ditemukan.
Lurah Kalirejo, Lana mengungkapkan, pihaknya mendorong agar Papak terus melestarikan berbagai penemuan ini.
Dengan demikian, maka predikat sebagai desa budaya bisa terus bertahan.
“Harapannya, nanti ini jadi bagian dari sejarah dan peninggalan bagi desa. Kami menyinkronkan dengan penemuan-penemuan lainnya, yakni temuan yoni dan lingga sebelumnya,” kata Lana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.