Yoyok mengatakan tidak mengetahui kapan meninggalnya pria tersebut. Pasalnya, saat diperiksa kesehatannya, dokter menganalisis pasien harus dilakukan rawat inap.
Untuk dilakukan dilakukan rawat inap, kata Yoyok, seorang pasien harus melakukan prosedur tes cepat antigen.
Langkah itu dilakukan untuk menentukan pasien dirawat di ruang rawat inap biasa atau ruang isolasi Covid-19.
“Nah di sinilah permasalahanya. Pasien menolak dilakukan itu (swab antigen). Kami sempat memberikan waktu sekitar 30 menit untuk memberikan pilihan. Dan pasien atas permintaannya sendiri melakukan pulang paksa. Dan akhirnya pasien itu keluar dari rumah sakit dan tidak melanjutkan pelayanan di rumah sakit kami,” jelas Yoyok.
Yoyok menambahkan, keluarga juga menandatangani lembar pulang paksa. TAk hanya itu, pihak rumah sakit telah memberikan edukasi kepada keluarga mengenai potensi buruk jika pasien dibawa pulang.
Baca juga: Covid-19 Mulai Menyerang Anak-anak di Madiun, Wali Kota Siapkan Ruang Isolasi Khusus
“Dan itu menjadi risiko keluarga dari pasien. Dan pada saat meninggalkan rumah sakit, kondisi pasien masih hidup,” kata Yoyok.
Yoyok tidak mengetahuinya kapan pasien meninggal setelah pulang dari rumah sakit.
Menyoal alasan keluarga menolak tes cepat antigen, Yoyok tidak mengetahuinya. Hanya saja, keluarga memiliki hak untuk dirawat tidaknya pasien.
Yoyok menyayangkan unggahan yang viral di media sosial itu. Pasalnya, unggahan itu tak menceritakan utuh peristiwa yang terjadi. Sehingga, berpotensi menimbulkan persepsi berbeda dengan kondisi sebenarnya.
Untuk mengambil tindakan hukum, manajemen RSUD Caruban akan mempelajari terlebih dahulu sejauh mana berkembangnya video viral tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.